oleh Lin Cenxin dan Yi Ru
Kebijakan Nol Kasus ekstrem pemerintah Tiongkok menyebabkan masyarakat mengeluh dan kian membenci pemerintah. Seorang eksekutif BUMN di Kota Chengdu, Sichuan menjadi tersohor karena “memimpin perlawanan”. Ketika petugas komunitas dan polisi datang door-to-door untuk menjemputnya turun menjalani tes asam nukleat. Ia menolak melakukannya, bahkan berbicara dengan mereka dengan sebilah pisau dapur di tangannya. Rekaman video yang diposting online sempat menimbulkan diskusi panas di Internet.
Otoritas Kota Chengdu mewajibkan semua warganya untuk tetap berada dalam rumah dari 1 hingga 4 September. Lalu pada 4 September malam hari otoritas mengeluarkan pengumuman yang mewajibkan semua warga untuk menjalani tes asam nukleat di pos-pos terdekat mulai dari 5 September pukul 00:00 hingga 7 September pukul 24:00.
Netizen memuji pria dalam video yang membawa pisau dapur
Pada 4 September, seorang netizen Weibo bernama samaran “Xu kuangkuang” memposting video berdurasi lebih dari 4 menit. Video tersebut memperlihatkan seorang pria memegang pisau dapur berbicara dengan petugas komunitas dan polisi yang datang ke pintu kediamannya.
Menurut dialog dalam video, dia membawa pisau dapur karena takut jika petugas akan masuk rumah dengan cara kekerasan. Pria itu dengan pisau dapur di tangannya mengatakan : “Kalian suruh dia (petugas tes) untuk datang ke mari, tes di sini. Itu saja, saya tidak bisa keluar”. “Tadi saya sudah turun, tetapi kalian mengatakan saya tidak menggunakan masker”.
Petugas komunitas berkata kepadanya : “Kamu jangan begitu, anak muda”. Pria itu langsung menimpali dengan kata-kata : “Saya bukan anak muda. Itu adalah penindasan besar terhadap hak-hak pribadi saya”.
Petugas kembali mengatakan : “Ini bukan berkaitan hanya dengan diri Anda saja tetapi seluruh warga kota Chengdu yang melakukan pencegahan epidemi”.
Pria itu berkata : “Saya tidak peduli itu, tadi saya sudah turun. tetapi kalian tidak mau melakukan untuk saya. Saya tidak mau melakukan”.
Kedua belah pihak menemui jalan buntu dalam pertengkaran yang berlangsung cukup lama, dan akhirnya pria itu dibawa pergi oleh polisi khusus. Ada berita di Internet bahwa pria itu langsung dipecat dari perusahaan tempatnya bekerja.
Video tersebut menjadi perbincangan hangat di kalangan warganet. Beberapa orang berkomentar : “Saya mendukung karena itu adalah hak pribadinya”, “Mengapa harus terus menjalani tes asam nukleat ?” “Pertunjukan lelucon seperti itu telah berlangsung selama tiga tahun”. “Dia termasuk pemberani, ia telah melakukan apa yang orang lain tidak berani lakukan”.
Video tersebut telah dilihat oleh 608.000 orang dalam waktu singkat. Postingan yang relevan sekarang telah dihapus oleh pihak berwenang.
Warga : Tes asam nukleat berlebihan meningkatkan kebencian publik terhadap otoritas
Beberapa netizen mengungkapkan bahwa pria yang membawa pisau dapur itu bernama Lin Ye adalah anggota dari Departemen Organisasi Komite PKT yang ditempatkan di markas besar Grup Shudao, sekarang bernama Departemen Perencanaan Strategis. Ia adalah seorang eksekutif senior, anggota partai, dan alumni Universitas Peking.
Pada 6 September, reporter mencoba untuk menelepon markas besar Grup Shudao. Penerima telepon mengaku tidak jelas dengan kejadian dan menolak permintaan reporter untuk mengalihkan sambungan telepon kepada yang bersangkutan.
Mr. Zeng, warga Kota Chengdu yang melihat rekaman video itu mengatakan kepada reporter “Epoch Times” pada 6 September, bahwa karena pria itu tidak menggunakan masker jadi ia yang sudah turun ke bawah tidak diperkenankan untuk melakukan tes asam nukleat, sehingga terjadi percekcokan. Namun, apa sesungguhnya yang terjadi adalah emosi masyarakat jadi meningkat gara-gara tes asam nukleat yang berlebihan.
Mr. Zeng mengambil contoh fenomena yang terjadi di sebuah komunitas yang berjarak tidak jauh dari tempat tinggalnya, para petugas komunitas menggunakan pengeras suara untuk memanggil warga melakukan tes asam nukleat, bahkan berteriak-teriak selama berjam-jam. Terkadang mereka juga tak segan-segan untuk langsung memanggil nama warga yang belum melakukan tes, tentu saja hal demikian tidak sopan, bisa menimbulkan kemarahan orang.
Mr. Zeng juga mengungkapkan bahwa beberapa petugas komunitas, seperti komunitas Huaxi, mereka bersikeras melarang warganya keluar untuk membeli kebutuhan hidup. Hal ini juga menyebabkan keluhan masyarakat. “Para pejabat ini menggunakan label melayani rakyat, untuk bertindak sesuka hatinya. Warga tentu sangat marah, tapi mereka tidak bisa berbuat apa-apa”, katanya.
Otoritas tetap memberlakukan lockdown saat gempa, warga kesulitan menyelamatkan diri
Pada 5 September siang hari gempa berkekuatan 6,8 magnitudo mengguncang Luding, Sichuan. Ketika gedung-gedung tinggi di Chengdu berguncang keras, personel pencegahan epidemi tetap memblokir pintu keluar bagi warga yang ingin menyelamatkan diri. Mereka bahkan menggunakan pengeras suara untuk mendesak warga untuk segera kembali ke dalam gedung.
Mrs. Yang, seorang wanita warga Kota Chengdu mengatakan kepada reporter “Epoch Times” pada 6 September bahwa meja makan dan bangkunya bergoyang keras saat gempa terjadi ia sedang makan siang, Banyak warga yang terblokir dalam gedung tempat tinggal, hati mereka penuh dengan kekhawatiran.
Mrs. Yang mengkritik perlakuan pemerintah yang tidak manusiawi, “Saya mengatakan bahwa jika gempa bumi menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan, semua orang sudah tewas lalu untuk apa lagi pencegahan dan pengendalian epidemi ? Orang tidak diperkenankan untuk menyelamatkan diri, apakah ini adalah manajemen yang manusiawi ? Pemerintah ini bahkan tidak manusiawi.
Mr. Zeng mengatakan bahwa para petugas komunitas itu bekerja dengan otot ketimbang otak. Yang dipentingkan oleh para birokrat ini hanyalah kinerja mereka tanpa peduli terhadap mati-hidupnya rakyat jelata”. (sin)