Zhang Ting
Pemerintah India mengumumkan pada Kamis (8/9) akan melarang ekspor beras dan mengenakan tarif 20% kepada beberapa jenis ekspor beras. Langkah tersebut akan meningkatkan tekanan inflasi global, mendongkrak harga beras dan memperburuk krisis pasokan pangan. Tiongkok sebagai pembeli terbesar beras dari India, akan terkena dampak larangan ekspor ini.
Perintah pembatasan, yang dikeluarkan oleh Direktorat Perdagangan Luar Negeri India pada Kamis, akan berlaku mulai Jumat 9 September.
Di bawah perintah pembatasan, India memberlakukan bea masuk 20 persen untuk ekspor beras putih dan beras merah. Beras yang terkena dampak menyumbang sekitar 60% dari total ekspor beras India. Selain itu, india juga telah melarang ekspor beras halus, tetapi beras pratanak dan beras basmati tidak termasuk dalam perintah pembatasan.
India adalah pengekspor beras terbesar di dunia, menyumbang 40% dari perdagangan beras global. Saat ini, banyak negara di dunia menderita krisis pangan dan inflasi yang memburuk, dan langkah India ini akan membawa tekanan lebih lanjut ke negara-negara ini.
Beras adalah makanan pokok bagi sekitar setengah dari penduduk dunia. Asia memproduksi dan mengonsumsi sekitar 90% dari pasokan global. India adalah pemasok beras pecah yang penting ke beberapa negara Afrika. Beras pecah relatif murah dibandingkan dengan jenis beras lainnya.
Menurut sebuah artikel yang diterbitkan oleh Jaringan Informasi Pertanian Tiongkok, Tiongkok adalah pembeli terbesar beras pecah India, mengimpor 1,1 juta ton beras pecah dari India pada tahun 2021. Total ekspor beras India pada tahun 2021 mencapai rekor 21,5 juta ton, lebih banyak dari gabungan ekspor beras dari empat eksportir utama dunia yakni Thailand, Vietnam, Pakistan, dan Amerika Serikat.
Beras pecah terutama digunakan di Tiongkok sebagai pakan ternak, produksi mie dan anggur.
Pembatasan ekspor beras India juga kemungkinan akan menaikkan harga beras global, yang menyebabkan lebih banyak inflasi pangan. Sementara itu, juga memperburuk kekacauan di pasar pangan global yang disebabkan oleh perang Rusia-Ukraina.
Beras adalah produk pertanian utama ketiga yang mana pemerintah India, telah memberlakukan pembatasan penjualan ekspor tahun ini. Setelah India mengalami bulan-bulan suhu terpanas dalam lebih dari satu abad pada bulan Maret dan April, pemerintah membatasi ekspor gandum dan gula pada Mei.
Berbeda sekali dengan lonjakan harga gandum dan jagung setelah invasi Rusia ke Ukraina, beras telah menjadi bahan makanan yang telah membantu mengatasi krisis pangan yang lebih besar berkat persediaan yang cukup. Tetapi dengan langkah terbaru India, maka itu mungkin akan berubah.
B.V. Krishna Rao, presiden Asosiasi Eksportir Beras India, mengatakan pembatasan itu akan menguntungkan pesaingnya yakni Thailand dan Vietnam, yang bekerja sama untuk menopang harga beras, demikian laporan Bloomberg.
“Langkah pemerintah (India) ini akan mendorong harga beras global,” kata Rao, memperkirakan bahwa harga ekspor beras putih bisa naik menjadi lebih dari US$400 per ton (FOB) dari US$350/ton saat ini.
Dia menambahkan, sebagai respon atas larangan terbaru India, eksportir akan meminta pemerintah untuk membebaskan sekitar 2 juta ton beras yang telah mendapatkan kontrak tetapi belum dikirim.
Negara berkembang utama seperti Uttar Pradesh, Benggala Barat dan Bihar di India mengalami curah hujan yang tidak mencukupi pada Juni dan dilanda curah hujan yang tidak menentu pada Juli dan Agustus, yang menyebabkan pengurangan luasnya tanam padi dalam setahun. Kementerian Pertanian negara itu menyebutkan sebelumnya 26,7 juta hektar turun 13% menjadi lebih dari 23,1 juta hektar.
Laporan Nomura menyatakan, pada bulan lalu bahwa langkah India untuk melarang beberapa ekspor beras dapat berdampak besar kepada konsumen Asia. Pasalnya, data bercocok tanam memicu kekhawatiran bahwa pemerintah dapat memberlakukan larangan ekspor.
“Beras adalah makanan pokok di Asia, sehingga kenaikan harga beras yang tajam akan berdampak jauh lebih besar bagi konsumen Asia daripada kenaikan harga gandum,” kata Nomura.
Vinod Kaul, direktur eksekutif senior dari Asosiasi Eksportir Beras Seluruh India yang berbasis di New Delhi, mengatakan pengurangan areal padi di India tahun ini dapat menyebabkan produksi yang lebih rendah, tetapi panen dimulai pada Oktober menjadi lebih jelas, demikian laporan Wall Street Journal.
Ia menilai, mengamankan pasokan jelas menjadi pertimbangan atas pembatasan ekspor oleh pemerintah India.
Kaul juga mengatakan bahwa keputusan India untuk melarang ekspor beras pecah, akan mengurangi pangsa pasarnya, dengan pembeli kemungkinan akan beralih ke Vietnam dan Thailand, sebagai eksportir beras terbesar kedua dan ketiga.
Pada tahun fiskal terakhir hingga Maret, India mengekspor sekitar 3,8 juta ton beras pecah secara global, menyumbang sekitar seperlima dari total ekspor beras non-basmati. Dari April hingga Juni, ekspor komoditas murah tersebut mencapai 1,4 juta ton atau sekitar sepertiga dari ekspor beras non-basmati.
Naul mengungkapkan, Keamanan pangan mungkin menjadi perhatian pemerintah tahun depan. (hui)