Aldgra Fredly
Badan Pengawas Nuklir PBB mengungkapkan bahwa Korea Utara tampaknya memulai kembali pengoperasian reaktor listrik lima megawatt yang digunakan memproduksi plutonium untuk senjata nuklir.
Kepala Badan Energi Atom Internasional (IAEA), Rafael Grossi, mengatakan ada indikasi reaktor beroperasi di lokasi Yongbyon dan “aktivitas intermiten” di laboratorium radiokimia.
Pidato Grossi kepada Dewan Gubernur bersamaan laporan IAEA pada 7 September, yang menyatakan bahwa Korea Utara mungkin telah memperluas fasilitas utama di kompleks nuklir Yongbyon-nya.
Ia mengutarakan, pihaknya telah mengamati indikasi tentang fasilitas pengayaan sentrifugal yang dilaporkan di Yongbyon terus beroperasi dan sekarang selesai secara eksternal, memperluas ruang lantai bangunan yang tersedia sekitar sepertiga.
Grosi juga mengungkapkan, penyelesaian beberapa bangunan baru di dekat reaktor air ringan juga telah diamati, dengan “indikasi kegiatan yang sedang berlangsung” di kompleks Kangson dan tambang dan pabrik konsentrasi Pyongsan.
“Pada reaktor 50Mwe, yang konstruksinya dihentikan pada tahun 1994, kami telah mengamati pembongkaran bangunan dan pemindahan beberapa material, kemungkinan digunakan kembali dalam proyek konstruksi lainnya,” tambahnya.
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un setuju untuk menutup fasilitas nuklir Yongbyon dengan imbalan keringanan sanksi menyusul pembicaraan denuklirisasi dengan mantan Presiden AS Donald Trump pada 2019. Namun pembicaraan akhirnya terhenti pada 2019.
Lokasi Punggye-ri
IAEA dalam laporannya menyebutkan bahwa pekerjaan penggalian dimulai pada Maret di dekat Adit 3 di situs nuklir dekat pemukiman Punggye-ri untuk membuka kembali terowongan uji setelah pembongkaran sebagian pada Mei 2018.
“Pekerjaan penggalian di Adit 3 kemungkinan selesai pada Mei 2022. Beberapa bangunan penyangga kayu dibangun bersamaan di dekat pintu masuk Adit 3, dan juga di area penyangga yang terletak di utara,” tambahnya.
Grossi menggambarkan pembukaan kembali situs nuklir sebagai “sangat meresahkan” dan meminta Korea Utara untuk mengakhiri program nuklirnya, mengutip pelanggaran rezim terhadap resolusi Dewan Keamanan PBB.
Rezim Korea Utara menghancurkan situs uji coba nuklir Punggye-ri pada Mei 2018 sebagai tanda komitmennya untuk mengakhiri uji coba nuklir. Tetapi intelijen Korea Selatan dan Amerika melaporkan adanya pekerjaan konstruksi di lokasi tersebut.
Inspektur IAEA belum bisa memasuki Korea Utara sejak 2009, dan sekarang menggunakan citra satelit untuk memantau aktivitas nuklir negara itu.
Korea Utara menggelar serangkaian peluncuran rudal tahun ini, termasuk yang melibatkan rudal balistik antarbenua terbesarnya, Hwasong-17, yang semuanya dilarang berdasarkan resolusi Dewan Keamanan PBB.
Rezim Kim baru-baru ini mengadopsi undang-undang baru yang memungkinkannya untuk melakukan serangan nuklir “secara otomatis” terhadap “kekuatan musuh” yang menjadi ancaman bagi negara, demikian laporan Korean Central News Agency.
Kim bersumpah bahwa negaranya “tidak akan pernah menyerahkan senjata nuklir,” terlepas dari situasi militer di Semenanjung Korea, bahkan jika Korea Utara dijatuhi “sanksi 100 tahun.” (asr)