EpochTimesId – Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Rex Tillerson mengatakan bahwa Amerika Serikat bersedia untuk berbicara dengan Korea Utara. Amerika membuka pintu kapanpun rezim tersebut siap melakukan negosiasi.
Namun, menteri dengan nomenklatur jabatan Sekretaris Negara itu mengatakan Pyongyang harus datang ke meja perundingan dengan syarat Amerika. Korea Utara harus bersedia untuk mengubah program nuklir dan misilnya.
Pernyataan Tillerson disampaikan dalam sebuah pidato di komunitas ahli Washington think tank, Selasa (12/12/2017) waktu setempat.
Tillerson juga mengatakan bahwa ancaman Korut memang kuat. Untuk itu, angkatan bersenjata AS juga telah diperintahkan untuk bersiaga dengan mengikuti serangkaian kontinjensi yang tersedia.
Amerika Serikat telah menetapkan persyaratan untuk Korea Utara 60 hari tanpa peluncuran rudal sebelum perundingan bisa dimulai. 60 hari akan dimulai setelah Korea Utara mengumumkan moratorium.
“Sinyal terbaik bahwa Korea Utara dapat memberitahu kita, bahwa mereka siap untuk berbicara, yaitu dengan menghentikan peluncuran rudal,” kata Tillerson kepada wartawan pada bulan Agustus silam.
Sementara sebelum peluncuran rudal terakhirnya, Korea Utara tidak menembakkan rudal selama 74 hari. Namun, mereka tidak secara resmi mengumumkan moratorium. Korea Utara mematahkan jeda peluncuran rudalnya pada 29 November dengan peluncuran rudal lintas benua atau ICBM yang sangat provokatif.
Rudal itu mencapai luar angkasa setelah menembus atmosfir bumi. Misil itu kemudian mendarat di perairan laut dalam pada zona ekonomi eksklusif Jepang.
Presiden Donald Trump telah mengambil sikap tegas terhadap Korea Utara sejak menjabat pada bulan Januari tahun ini. Dia menuntut dilakukannya denuklirisasi penuh terhadap rezim tersebut.
Trump juga memerintahkan Tillerson untuk mencari solusi diplomatik. Namun dia juga meminta Sekretaris Negara itu untuk sekaligus mempersiapkan pilihan militer guna memaksa Korea Utara datang ke meja perundingan.
Sejauh ini diktator komunis Korea Utara, Kim Jong-un telah menolak untuk terlibat dalam pembicaraan. Sebaliknya, Korea Utara telah mengeluarkan beberapa ancaman untuk menyerang daratan serta sekutu AS, yaitu Jepang dan Korea Selatan, dengan senjata nuklir.
Situasi ini semakin diperumit oleh keengganan Rusia untuk meningkatkan sanksi terhadap Korea Utara. Selama perjalanan Trump di Asia pada bulan November, dia mengatakan bahwa Rusia mungkin mengimbangi kerugian perdagangan yang telah diramalkan oleh rezim Korea Utara akibat penerapan sanksi dari Tiongkok.
Rusia dan Tiongkok setelah mendapat tekanan dari Trump menyetujui dan menerapkan sanksi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa baru pada awal September 2017. Sangsi dijatuhkan setelah sebuah uji coba nuklir digelar oleh Korea Utara.
Sanksi tersebut, bagaimanapun, belum terbukti cukup untuk memaksa Korea Utara ke meja perundingan. Trump dilaporkan telah menginginkan penghentian total pasokan minyak ke Korea Utara. Sementara Tiongkok dan Rusia, tetap berkeras hanya mengurangi kuantitas pasokan.
Akhirnya pasokan minyak untuk Korea Utara ditetapkan hanya 500.000 barel per hari. Sedangkan Pasokan gas alam benar-benar dihentikan.
Trump sendiri menyatakan keraguannya pada hari Jumat bahwa sanksi tersebut bisa menghasilkan efek yang diinginkan.
“Sebagai bagian dari kampanye tekanan maksimum terhadap kediktatoran keji Korea Utara, kami telah memberlakukan sanksi terberat yang pernah disahkan oleh Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa,” kata Trump.
“Kami punya banyak sanksi lainnya. Tapi saya tidak tahu apakah sanksi akan bekerja dengannya. Tapi, Kita tetap harus mencobanya.”
Trump mengumumkan bahwa dia sedang mengupayakan sanksi tambahan terhadap rezim komunis Kim setelah peluncuran rudal balistik antar benua November lalu. (Jasper Fakkert/The Epoch Times/waa)