oleh Luo Tingting
Kebijakan Nol Kasus menjelang Kongres Nasional ke-20 semakin diperketat dengan tujuan yang tampaknya lebih cenderung untuk mengawasi dan mengendalikan masyarakat sipil ketimbang mencegah penyebaran epidemi. Pada 26 September, warga sipil di Wangjialiang, Urumqi, Xinjiang yang telah mengalami penguncian selama hampir 50 hari melalui protes kolektif berhasil mengalahkan kesewenangan otoritas sehingga memaksa mereka membatalkan penguncian yang berlaku. Hal mana menjadi contoh pertama warga sipil Tiongkok menundukkan lockdown ekstrem otoritas.
Rekaman video dan foto warga Wangjialiang yang memprotes lockdown otoritas beredar secara online. Sebuah video menunjukkan ada seorang pria paruh baya sampai berlutut di hadapan petugas ber-APD sambil mengatakan : “Di rumah kami sudah tidak punya apa-apa untuk dimakan atau diminum keluarga kami, apakah Anda harus memaksa keluarga kami yang terdiri dari 4 orang untuk melompat dari gedung ? Saya akan segera kembali dan melompat dari gedung sekarang juga”.
Petugas berseragam APD putih-putih yang tampaknya masih berperikemanusiaan ini terus berusaha untuk membujuknya dengan mengatakan : “Jangan, jangan melakukan hal itu”.
Video lain menunjukkan, seorang pria dan wanita muda berlutut di depan petugas ber-APD juga menceritakan kesulitan mereka selama masa lockdown. Sebagian besar orang yang tinggal di Wangjialiang adalah pekerja migran, mereka tidak memiliki penghasilan tanpa pekerjaan, mereka telah dikunci selama hampir 50 hari dalam rumah kontrakan.
Ada juga video yang memperlihatkan ada sekelompok orang berkumpul di depan gerbang sedang menggoyang-goyangkan dengan keras pagar besi di depan gerbang karena ingin bisa keluar. Beberapa orang di antaranya berteriak dengan nada keras untuk menuntut petugas ber-APD yang berdiri di depan gerbang besi untuk membuka blokade.
Seorang netizen lokal memposting berita berikut melalui Weibo : Tidak seorang pun warga yang acuh tak acuh atau berdiam diri ketika protes di Wangjialiang berlangsung. Semua orang menggunakan ponselnya untuk mengambil foto atau merekam video kejadian ini dan mempostingnya secara online. Akibatnya, pada 26 September pagi Wang Jialiang tiba-tiba mengumumkan pencabutan blokade, sehingga semua warganya bersorak gembira.
Perlawanan penduduk Wangjialiang telah mendapat dukungan dari banyak netizen daratan Tiongkok, tulisan komentar mereka antara lain : “Seluruh warga sipil yang tinggal di Wangjialiang kemarin, hari ini telah menjadi pahlawan”. “Wangjialiang di Xinjiang semuanya adalah pahlawan, epidemi adalah pembunuh manusia”. “Air mata membasahi kelompak tatkala melihat gambar ini ! Mana ada orang yang mau berlutut, jika kehidupnya tidak sedemikian terdesaknya !”
“Insiden Wangjialiang juga dapat dianggap mewakili suara rakyat kita yang telah lama tertekan. Meskipun epidemi telah surut, tetapi biaya hidup warga sipil tidak menurun. Beban pembayaran angsuran KPR, KPM, biaya pendidikan anak, biaya kehidupan sehari-hari …. Bagaimana mengatur pengeluaran tanpa pemasukan ?”, demikian komentar netizen.
“Wangjialiang di Urumqi Salut ! Kalian hebat ! Tampaknya bukan blokade tidak bisa didobrak, tetapi para penghisap darah rakyat ini enggan membuka blokir, karena lockdown menguntungkan mereka”.
“Para pemimpin harap membuka hati nurani kalian. Sadari apa yang kalian lakukan ? Air dapat membuat perahu berlayar, juga bisa menenggelamkan perahu”. (sin)