oleh Reuters via The Epoch Times
Anwar Ibrahim resmi dilantik sebagai perdana menteri Malaysia pada Kamis 24 November oleh Raja Malaysia. Ini sekaligus mengakhiri perjalanan politik tiga dekade dari anak didik pemimpin veteran Mahathir Mohamad, seorang mantan tahanan yang pernah dihukum dengan tuduhan kasus sodomi, korupsi dan seorang pemimpin oposisi.
Pengangkatannya mengakhiri lima hari krisis pasca pemilihan yang belum pernah terjadi sebelumnya, tetapi dapat mengantarkan ketidakstabilan baru dengan saingannya, mantan perdana menteri Muhyiddin Yassin yang menantangnya untuk membuktikan suara mayoritasnya di parlemen.
Muhyiddin dan Anwar gagal memenangkan suara mayoritas, tetapi raja konstitusional, Raja Al-Sultan Abdullah, menunjuk Anwar setelah berbicara dengan beberapa anggota parlemen dan menggelar musyawarah dengan raja-raja melayu.
Anwar mengambil alih kuris PM ke-10 pada saat yang suasana menantang : ekonomi melambat dan negara terpecah setelah pemilihan ketat yang mengadu koalisi progresif Anwar melawan aliansi Muslim etnis-Melayu yang sebagian besar konservatif.
Pasar melonjak pada akhir kebuntuan politik. Mata uang ringgit mencatat hari terbaiknya dalam dua minggu dan ekuitas naik 3 persen.
Anwar yang berusia 75 tahun telah berulang kali ditolak menjadi perdana menteri meskipun berada dalam jarak sangat dekat selama bertahun-tahun: ia adalah wakil perdana menteri pada 1990-an dan perdana menteri resmi yang ditunggu pada 2018.
Di antaranya, dia menghabiskan hampir satu dekade di penjara karena tuduhan sodomi dan korupsi yang merupakan tuduhan bermotif politik bertujuan untuk mengakhiri karirnya.
Ancaman ketidakpastian pemilu memperpanjang ketidakstabilan politik di negara Asia Tenggara, yang mana telah memiliki tiga perdana menteri dalam beberapa tahun, dan berisiko menunda keputusan kebijakan yang diperlukan untuk mendorong pemulihan ekonomi.
Pendukung Anwar menyatakan harapan bahwa pemerintahnya akan mencegah kembalinya ketegangan bersejarah antara etnis Melayu, mayoritas Muslim, dan etnis minoritas Tionghoa dan India.
“Yang kami inginkan hanyalah moderasi untuk Malaysia dan Anwar mewakilinya,” kata seorang manajer komunikasi di Kuala Lumpur, yang meminta untuk diidentifikasi dengan nama keluarganya Tang.
Koalisi yang dikenal sebagai Pakatan Harapan, memenangkan kursi terbanyak dalam pemungutan suara Sabtu 19 November dengan 82 kursi, sementara blok Perikatan Nasional pimpinan Muhyiddin Yassin memenangkan 73 kursi. Mereka membutuhkan 112 kursi—mayoritas untuk membentuk pemerintahan.
Blok Barisan yang berkuasa lama hanya memenangkan 30 kursi—kinerja elektoral terburuk untuk koalisi yang mendominasi politik sejak kemerdekaan pada 1957.
Barisan mengatakan pada Kamis bahwa pihaknya tidak akan mendukung pemerintah yang dipimpin oleh Muhyiddin, meskipun tidak mengacu pada Anwar.
Muhyiddin, setelah penunjukan Anwar meminta kepadanya untuk membuktikan suara mayoritasnya di parlemen.
Polisi Tingkatkan Keamanan
Kubu Muhyiddin termasuk partai Islam PAS, yang perolehan suaranya menimbulkan kekhawatiran di antara komunitas etnis Tionghoa dan etnis India, yang mana sebagian besar menganut agama lainnya.
Pihak berwenang memperingatkan setelah pemungutan suara akhir pekan tentang peningkatan ketegangan etnis di media sosial dan platform video pendek TikTok mengatakan pihaknya waspada untuk konten yang melanggar pedomannya.
Polisi mengatakan kepada pengguna media sosial untuk menahan diri dari postingan “provokatif”. Selain itu, mendirikan pos pemeriksaan 24 jam di jalanan seluruh negeri untuk memastikan perdamaian dan keamanan publik.
Raja Al-Sultan Abdullah menunjuk Perdana Menteri, setelah Anwar dan Muhyiddin melewatkan tenggat waktu Selasa sore untuk membentuk aliansi yang berkuasa.
Raja konstitusional memainkan peran seremonial, tetapi dapat menunjuk seorang perdana menteri yang diyakini akan memimpin mayoritas kursi di parlemen.
Malaysia memiliki monarki konstitusional yang unik di mana raja dipilih secara bergiliran dari keluarga kerajaan dari sembilan negara bagian untuk memerintah dalam masa jabatan lima tahun.
Sebagai perdana menteri, Anwar harus mengatasi inflasi yang melonjak dan pertumbuhan melambat ketika ekonomi pulih dari pandemi COVID-19, sambil menenangkan ketegangan antar etnis.
Masalah yang paling mendesak adalah anggaran tahun depan, yang diajukan sebelum pemilihan diadakan tetapi belum disahkan.
Anwar juga harus merundingkan kesepakatan dengan anggota parlemen dari kubu lain untuk memastikan dia dapat mempertahankan dukungan mayoritas di parlemen. (asr)