Ruili dan Xiong Bin – NTD
Setelah Partai Komunis Tiongkok (PKT) melonggarkan kendalinya atas epidemi, provinsi dan kota di Tiongkok menghadapi kesulitan dalam mengakses perawatan medis dan membeli obat-obatan. Dalam menghadapi lonjakan jumlah infeksi, pihak berwenang telah memutuskan untuk tidak mempublikasikan jumlah orang yang terinfeksi tanpa gejala (OTG). Bahkan Rumah Duka dan Krematorium kelebihan beban. Pada saat yang sama, virus mutan strain baru telah muncul di Tiongkok.
“Demam saya sudah hilang, tetapi suara saya masih serak dan saya hanya bisa berbicara seperti burung,” kata seorang warga Beijing.
Menghadapi jumlah orang yang terinfeksi tak terkendali, Komisi Kesehatan dan Kesejahteraan Partai Komunis Tiongkok mengatakan tidak akan lagi merilis data tentang Orang Tanpa Gejala COVID-19 mulai 14 Desember.
Setelah rumah sakit dan apotek kewalahan, warga Beijing terpaksa “mengobati diri mereka sendiri” di rumah alias isoman.
Di distrik Fengtai Beijing, seorang netizen pergi ke apotek untuk membeli obat antipiretik (penurun demam) untuk istrinya yang sedang hamil dan diberitahu oleh staf apotek bahwa mereka tidak menjualnya.
Penduduk Beijing: “Saya menyelinap masuk, ayo, mari kita lihat, berapa banyak pil yang ada di sana, semuanya Tylenol. Saya memohon padanya, saya katakan tolong, jual saya sekotak, karena saya mengalami demam positif.
Warga Beijing : ” Barang ini Ibuprofen (obat analgesik dan antipiretik) sudah dijual mahal 80 RMB per kotak, Anda bahkan tidak bisa membelinya jika Anda sedikit ragu-ragu.
Tak hanya di Beijing, sebuah klinik kecil di Kota Dazhou, Provinsi Sichuan penuh sesak dengan orang-orang yang sedang diinfus dengan botol infus, dan ada antrian panjang pasien yang menunggu perawatan medis di luar klinik.

Tang Jingyuan, seorang komentator berbais di AS menyarankan masyarakat Tiongkok, jika mereka demam dan tidak dapat membeli obat penurun demam, mereka dapat melakukan pendinginan fisik. Namun demikian, jika orangtua atau anak-anak mengalami demam tinggi secara terus-menerus, terutama jika mereka memiliki penyakit bawaan seperti pernapasan atau jantung, maka mereka harus segera mencari pertolongan medis.
Namun, karena badai epidemi datang begitu cepat, rumah sakit di Beijing lumpuh selama hampir seminggu. Agar dapat beroperasi secara normal, Beijing mengedepankan langkah darurat yakni mewajibkan staf medis yang terinfeksi ringan untuk tetap bekerja.
“Saya berbicara dengan teman-teman yang merupakan direktur atau staf medis di rumah sakit Tiongkok. Staf yang terinfeksi di rumah sakit juga diminta untuk pergi bekerja, yang menghasilkan lingkungan penularan, ” kata Xi Chen, Seorang profesor kesehatan masyarakat dari Yale University.
Pada 13 Desember, sebuah foto online menunjukkan pemberitahuan di kaca penerimaan obat di Rumah Sakit Haidian Beijing tertulis : “Semua apoteker sakit, mohon dimaklumi”.

Pada 14 Desember, PKT mengumumkan bahwa strain baru yang bermutasi, Omicron BQ.1, telah muncul di Tiongkok. Kasus ini telah muncul di sembilan provinsi. Karena seriusnya virus tersebut, internet daratan Tiongkok menyebutnya galur mutan BQ.1 “Cerberus”.
Beijing adalah daerah yang paling terpukul penularan COVID-19, konsekuensi mengerikan dari virus varian baru telah menyebar ke semua Rumah Duka karena jumlah korban meninggal dunia terus melonjak. Karena lonjakan beban kerja, rumah duka telah meminta staf mereka yang terinfeksi agar tetap bekerja.
Di depan sebuah krematorium di Beijing pada 13 Desember, antrian panjang kendaraan pembawa jenazah terlihat di pinggir jalan.
Penduduk Beijing berkata : “Anda bahkan tidak bisa menyemayamkan jenazah untuk dikremasi, apalagi pergi ke krematorium. Lihatlah mobil ini, antriannya dimulai kemarin, bukan hari ini, tapi setiap hari mulai sekarang, tidak ada tempat.”
Pada hari yang sama, seorang netizen di Beijing memposting bahwa ayahnya meninggal dunia di rumah, ia menghubungi banyak rumah duka tetapi tidak dapat menyemayamkan jenazahnya, bahkan polisi tidak dapat menyelesaikan masalah tersebut.
Staf rumah duka memberitahukan kepada NTD bahwa dibutuhkan setidaknya 5 hingga 7 hari untuk membuat janji kremasi, dan penumpukan jenazah sangat serius.
“Untuk kremasi, sepertinya sudah antre setidaknya empat atau lima hari sekarang. Kami tidak punya ruang di sini, dan semuanya penuh. Mungkin juga terjadi bahwa tidak ada mobil untuk mengambil jenazah dengan tepat waktu, dan Anda masih tidak dapat menyemayamkannya,” kata Xiao Zhang (nama samaran), seorang pegawai rumah duka di Beijing.
“Karena selama periode waktu ini, rumah duka di seluruh kota berada di bawah tekanan besar. Dan, kami tidak diizinkan untuk istirahat sekarang. Pada dasarnya, semua orang akan terinfeksi lagi, dan kami telah melewatinya sejak lama,” tambahnya.
Wang dari Perusahaan Layanan Pemakaman Beijing juga berkata : “Sekarang jumlah kremasi melonjak. Kami harus menunggu beberapa hari. Ada begitu banyak orang sekarang, jadi saya mencoba yang terbaik mengirimkan mobil untuk menjemput mereka, kalau bisa diatur dikremasi akan lebih bagus.”
Beberapa karyawan mengungkapkan bahwa orang meninggal dunia yang positif COVID-19 harus dilaporkan ke Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) dan Komisi Perawatan Kesehatan sebelum Biro Urusan Sipil mengirim mereka ke rumah duka terdekat untuk dikremasi, tetapi banyak orang yang meninggal dunia positif COVID-19 tidak dilaporkan, yang juga meningkatkan risiko penularan di tempat kerja. (hui)