Tom Ozimek
Kebangkrutan Silicon Valley Bank (SVB) baru-baru ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan analis dan investor terkemuka, dengan manajer hedge fund Ray Dalio membandingkan kebangkrutan bank ini dengan “Canary in the coal mine” di sektor modal ventura dan sektor-sektor lainnya.
Versi Cambridge University menafsirkan Canary in the coal mine dengan istilah “sesuatu yang memberikan peringatan dini bahaya atau kegagalan yang akan berlangsung.”
Dalio menulis pada 14 Maret dalam sebuah surat terbuka bahwa kebangkrutan SVB adalah sebuah peristiwa pecahnya gelembung klasik yang merupakan bagian dari siklus utang jangka pendek yang biasanya berlangsung sekitar tujuh tahun.
Dalam siklus ini, pengetatan kebijakan moneter menyebabkan kontraksi utang dan kredit yang menguat dengan sendirinya, yang berujung pada krisis keuangan, menurut Dalio. Kolapsnya SVB menandakan dimulainya fase kontraksi dari siklus saat ini.
“Berdasarkan pemahaman saya tentang dinamika ini dan apa yang sekarang terjadi (yang berbaris), kegagalan bank ini adalah dinamika tanda awal ‘Canary in the coal mine’ yang akan memiliki efek lanjutan di dunia ventura dan di luarnya,” tulisnya.
‘Titik Balik’
Investor miliarder ini menghubungkan situasi saat ini dengan krisis keuangan tahun 2008-2009, yang berakar kuat pada real estate residensial.
Bubble saat ini terletak pada perusahaan-perusahaan ventura dan ekuitas swasta dengan arus kas negatif serta perusahaan-perusahaan real estat komersial yang tidak mampu menghadapi suku bunga yang lebih tinggi dan kebijakan-kebijakan moneter yang lebih ketat, tulis Dalio.
Dihadapkan pada inflasi yang melonjak yang telah terbukti jauh lebih persisten daripada yang diperkirakan banyak orang, Federal Reserve telah memulai jalur kenaikan suku bunga yang agresif, menaikkan suku bunga dengan laju tercepat sejak tahun 1980-an.
SVB bangkrut ketika para deposan bergegas menarik simpanan mereka karena tersebarnya kabar bahwa bank ini telah membukukan kerugian besar pada portofolio obligasi mereka, yang telah terkikis nilainya karena kenaikan suku bunga. Bank ini mengalami kerugian $1,8 miliar karena likuidasi obligasi senilai $21 miliar dan kemudian mengumumkan bahwa mereka ingin meningkatkan modal $2,25 miliar untuk mengisi kekosongan tersebut. Pengumuman ini mengejutkan para deposan, yang dengan cepat mulai menarik tabungan mereka dalam bentuk bank runs atau penarikan dana besar-besaran.
Dalam lingkungan dengan suku bunga tinggi, di mana sekuritas bertenor lebih panjang telah merosot nilainya, banyak bank-bank AS mengalami kerugian yang belum direalisasikan pada kepemilikan obligasi mereka. Ketua Federal Deposit Insurance Corporation Martin Gruenberg baru-baru ini memperingatkan bahwa bank-bank AS memiliki kerugian yang belum direalisasi atas kepemilikan obligasi mereka sekitar $620 miliar.
“Kerugian yang belum direalisasi pada sekuritas secara signifikan mengurangi modal ekuitas yang dilaporkan dari industri perbankan,” katanya.
Kerugian yang belum direalisasi melemahkan kemampuan bank untuk memenuhi kebutuhan likuiditas yang tak diduga karena mereka menghasilkan lebih sedikit uang tunai ketika dijual dan karena penjualannya sering mengurangi jumlah modal regulasi.
Namun, Gruenberg mencatat bahwa bank-bank di negara ini “secara umum berada dalam kondisi keuangan yang kuat dan belum dipaksa untuk merealisasikan kerugian dengan menjual surat-surat berharga yang terdepresiasi.”
Dalio menulis dalam suratnya bahwa bangkrutnya SVB menyoroti tantangan-tantangan dari lingkungan dengan suku bunga tinggi dimana inflasi yang terus menerus tinggi telah memaksa bank-bank sentral di seluruh dunia menaikkan suku bunga.
“Kemungkinan besar kegagalan bank ini akan diikuti oleh lebih banyak masalah lagi sebelum fase kontraksi dari siklus ini berakhir,” tulisnya.
Ia memperkirakan penjualan aset dengan harga yang sangat rendah, menyebabkan bank-bank membukukan “kerugian besar” dan menarik kembali pinjaman mereka.
“Kita mendekati titik balik,” tulis Dalio.
Dia juga menulis bahwa begitu kredit macet dan mulai melukai pasar dan ekonomi, the Fed akan berbalik arah dan mulai melakukan pelonggaran, sementara otoritas keuangan AS lainnya akan memberikan kredit dan jaminan “karena masalahnya sudah mengancam sistem.”
‘Masalah Jangka Panjang yang Jauh Lebih Besar’
Dalio percaya bahwa di luar tantangan-tantangan yang ada saat ini, pada akhirnya akan ada “masalah jangka panjang yang jauh lebih besar,” yaitu risiko yang terkait dengan hutang yang besar, bank-bank sentral yang memonetisasi hutang dengan mencetak lebih banyak uang dan membeli surat-surat berharga pemerintah, dan kesulitan mempertahankan suku bunga riil pada tingkat yang sesuai.
“Masalah yang sangat besar akan muncul ketika ada terlalu banyak pencetakan uang ini untuk memberikan keuntungan riil yang memadai kepada para kreditor, yang akan membuat mereka mulai menjual aset-aset hutang mereka,” tulisnya, memperburuk keseimbangan supply-demand, tulisnya.
Hal ini dapat mengakibatkan suku bunga riil yang terlalu tinggi untuk pasar dan perekonomian, menyebabkan penderitaan finansial dan ekonomi.
Manajer hedge fund ini memprediksi bahwa Federal Reserve pada akhirnya akan beralih dari menaikkan suku bunga dan menjual surat utang (pengetatan kuantitatif) menjadi menurunkan suku bunga dan membeli surat utang (pelonggaran kuantitatif), yang menyebabkan penurunan nilai mata uang.
Dalio lebih lanjut meramalkan bahwa lanskap keuangan dan ekonomi selama satu atau dua tahun ke depan akan ” berat.” (asr)