Ada tempat yang aman di Hundred Acre Wood, nyaman untuk anak- anak maupun orang dewasa
ANDREW BENSON BROWN
Setiap orang dewasa tahu bahwa dunia adalah tempat yang menakutkan. Kita mencoba melindungi anak-anak kita di lingkungan yang aman yang memungkinkan mereka mengembangkan kepercayaan diri dan jaminan untuk suatu hari nanti, menghadapi kelangkaan ini. Sayangnya, anak-anak yang tidak memiliki suasana pengasuhan ini cenderung mempelajari cara-cara maladaptif dalam menghadapi dunia.
Yang kurang jelas adalah, bahwa orang dewasa juga terkadang perlu mengalami nostalgia masa kanak-kanak agar tidak terbebani oleh kekhawatiran dan kecemasan. Seringkali, cara terbaik untuk melakukannya adalah dengan berbagi pengalaman dunia imajiner dengan anak sendiri. Dan ada satu penulis, lebih dari yang lain, yang menangkap esensi dari harapan masa kanak-kanak dan kesedihan orang dewasa.
Kelahiran Pooh
Alan Alexander Milne lahir pada tahun 1882 di Inggris. Dia dibesarkan di sebuah sekolah berasrama, Henley House, yang dijalankan oleh ayahnya; salah satu guru Alan adalah penulis fiksi ilmiah terkenal H.G. Wells. Dia menemukan kesuksesan sastra pertamanya sebagai humoris untuk majalah Punch sebelum mendaftar di Perang Dunia I, di mana dia menyaksikan secara langsung kengerian di Somme, Prancis. Meskipun dia selalu menentang perang, dia menjadi seorang pasifis (pecinta damai) yang bersemangat setelah kembali ke Inggris. Setelah menjadi terkenal sebagai penulis drama, dia mencapai keabadian ketika dia mengalihkan karya tulisnya ke sastra anak-anak.
Tahun depan akan menandai peringatan
100 tahun ketika Alan Milne menerbitkan “When We Were Very Young”, buku puisi yang memperkenalkan Christopher Robin kepada dunia. Hanya empat puisi dalam koleksi yang benar-benar tentang dia, sementara itu hanya ada satu puisi berjudul “Teddy Bear”, yang mengisyaratkan apa yang nantinya akan menjadi salah satu kreasi paling terkenal di semua literatur anak-anak:
Mereka yang tahu tentang kehidupan Alan Milne mungkin tahu bahwa karakter itu di- dasarkan pada putranya sendiri, Christopher Robin, dan mainan di kamar bayinya. Secara tampilan fisik, Winnie the Pooh didasarkan pada boneka beruang dari anak ilustrator buku ini, E.H. Shepard.
Namun, sebagai kebiasaan, itu adalah boneka beruang yang dibawa Christopher cilik ke mana-mana. Nama “Winnie” dan “Pooh” masing-masing diambil dari beruang hitam di Kebun Binatang London dan angsa di Sussex, yang keduanya disukai Christopher.
When We Were Very Young menjadi buku terlaris instan, sehingga mengejutkan penerbit Alan Milne.
Karya ini segera diakui sebagai karya sastra anak-anak yang paling penting sejak Alice in Wonderland. Tiga buku lagi menyusul: buku syair lainnya, Now We Are Six dan dua koleksi prosa, “Winnie-the-Pooh” dan “The House at Pooh Corner”.
Menganalisis Pooh
Kritik akademik berusaha untuk “menjelaskan” Pooh melalui lensa dari setiap paradigma yang mungkin: Freudian, Marxis, Feminis, Tao, dan banyak lagi. Penulis biografi Alan Milne, Ann Thwaite, merangkum beberapa teori ini: mengejar madu melambangkan hasrat seksual atau persaingan kasar pasar bebas, karakter Heffalumps (gajah) adalah simbol kolonialisme, dan Hundred Acre Wood (nama hutan tempat tinggal Pooh dkk.) adalah surga anti-patriarki
(“A.A. Milne: The Man Behind Winnie The-Pooh,” Random House: New York, 1990). Itu adalah contoh klasik membaca teks apa yang ingin Anda lihat. Tidak ada ciptaan penulis lain di zaman modern yang mengalami segunung omong kosong dugaan (meskipun “Tao of Pooh”, yang paling sukses dari publikasi ini, memiliki manfaat dalam pelajaran moral yang ditariknya).
Karena, semua hal dianggap sama, penjelasan paling sederhana cenderung tepat, kita dapat menerima cerita begitu saja untuk apa yang mereka gambarkan secara terbuka: kebaikan, kerja sama, kebebasan dari kendala, dan semangat petualangan. Karakter dari cerita ini mewakili tipe kepribadian universal: Eeyore yang neurotik, Piglet yang pemalu, Owl yang sombong secara intelektual, Tigger yang lucu, Rabbit yang suka memerintah, dan Pooh yang tidak berotak. Kesalahan mereka membuat mereka dicintai, dan upaya mereka untuk mengatasinya menghindari karikatur.
Sering kali ada monster imajiner—Heffalump, Jagular, Backson—yang mengkatalisasi pencarian, memaksa setiap orang untuk menghadapi keterbatasan mereka. Dalam prosesnya, Piglet harus menunjukkan keberanian, Rabbit menyadari bahwa dia tidak dapat mengendalikan segalanya, dan kepurapuraan Owl dikempiskan. Pooh sering berbicara dalam sajak dan teka-teki, menggunakan logika mimpi aneh yang, meski membuatnya mendapat masalah, mengungkapkan kebijaksanaan yang lebih dalam tentang bagaimana seharusnya.
Tepat ketika kelompok hewan itu tampaknya menghadapi akhir, Christopher Robin datang untuk menyelamatkan mereka. Christopher Robinlah yang berperan sebagai orang tua yang bertanggung jawab, memastikan tidak ada bahaya yang menimpa siapa pun dan menjelaskan cara kerja dunia. Di Bab 8 dari “Winnie-the-Pooh”, dia mengumumkan bahwa mereka
akan melakukan ekspedisi: “Kita akan menemukan Kutub Utara.” “Oh!” sahut Pooh lagi. “Apa itu Kutub Utara?” Dia bertanya.
“Itu hanya sesuatu yang untuk Anda temukan,” kata Christopher Robin dengan ceroboh, tidak terlalu yakin. “Oh! Saya mengerti,” kata Pooh. “Apakah beruang pandai menemukannya?” “Tentu saja!”
Setelah mengumpulkan semua orang untuk pencarian, Pooh menemukan tiang panjang untuk membantu Roo keluar dari kolam tempat dia jatuh. Kemudian mereka menancapkan tiang itu ke tanah.
Christopher Robin mengikatkan tanda padanya, meyakinkan semua orang bahwa itu adalah Kutub Utara dan Pooh menemukannya. Kisah ini menunjukkan pentingnya membantu orang lain dan kebutuhan untuk memberikan jawaban yang meyakinkan kepada anak-anak atas pertanyaan-pertanyaan kehidupan. Bahkan ketika Christopher Robin bisa salah (seperti semua orangtua), hewan menemukan kenyamanan emosional dalam menerima penjelasannya. Dia sosok otoritas bertanggung jawab yang ideal.
Akhir dari kisah Pooh
Bahkan setelah serial tersebut membuatnya menjadi selebriti internasional yang kaya raya, Alan Milne tidak mengubah gaya hidupnya yang sederhana. Dia juga menolak untuk melanjutkan menulis setelah buku keempat. Dia ingin dikenal sebagai penulis drama dan novelis yang serius, bukan penulis buku anak-anak.
Di tahun-tahun terakhirnya, dia bersusah payah untuk menjauhkan diri dari buku-buku Pooh, bahkan menyatakan bahwa dia tidak menyukai anak-anak. Putranya, Christopher Robin Milne, membenarkan hal ini dalam otobiografinya sendiri, di mana dia menggambarkan masa kanak- kanak yang sangat berbeda dari yang digambarkan di Hundred Acre Wood.
Apakah Alan Milne menyukai anak-anak atau baik dengan anak- anaknya, tentu saja dia memahami mereka dengan cara yang hanya dimiliki oleh sedikit orang dewasa. Bahkan lebih dari menangkap pola pikir anak-anak, dia memahami kebutuhan orang dewasa akan kenangan indah.
Buku-buku “Pooh” disukai oleh presiden, keluarga kerajaan, dan pemimpin bisnis—setiap orang dewasa, tinggi dan rendah jabatannya, melihat sesuatu dari kehidupan awal mereka sendiri di Hundred Acre Wood, tempat imajinasi aman untuk dijelajahi.
Meskipun drama, novel, dan tulisan Alan Milne lainnya sudah lama tidak dicetak, namun kisah Winnie the Pooh kemungkinan akan bertahan selama umat manusia melakukannya.
Kalimat penutup dari “The House at Pooh Corner”, buku terakhir dalam seri ini, tetap menjadi ekspresi tepat dari warisan Alan Milne.
“Ke mana pun mereka pergi dan apa pun yang terjadi pada mereka di jalan, di tempat ajaib di puncak Hutan itu, seorang anak laki-laki dan Beruangnya akan selalu bermain.” (aus)
Andrew Benson Brown adalah seorang penyair, jurnalis, dan pelatih menulis yang tinggal di Missouri. Dia adalah seorang editor di Bard Owl Publishing and Communications dan penulis “Legends of Liberty,” sebuah puisi epik tentang Revolusi Amerika.
Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi Apollogist.wordpress.com.