Home Blog Page 1680

Kerangka dari 500 Orang yang Tewas dalam Revolusi Perancis Ditemukan Tersembunyi di Balik Dinding Kapel di Paris

0

Kerangka dari 500 orang, yang diyakini sebagai korban dari guillotine selama Revolusi Perancis, telah ditemukan tersembunyi di dinding sebuah kapel Paris, Perancis.

Aymeric Peniguet de Stoutz, administrator kapel Expiatoire di Paris, menggunakan kamera khusus untuk mengungkap sisa-sisa manusia, yang sekarang akan menjadi subjek penelitian yang luas.

Stoutz mempelajari dokumen-dokumen sejarah selama bertahun-tahun, yang membuatnya menunjukkan dengan tepat dinding kapel sebagai tempat peristirahatan terakhir 500 orang yang terbunuh oleh guillotine.

(Foto: CEN)

Dia percaya bahwa tengkorak itu milik orang-orang yang dieksekusi selama ‘Pemerintahan Teror’, ketika serangkaian pembantaian dan eksekusi publik dilakukan terhadap mereka yang dituduh makar, termasuk Raja Louis XVI dan istrinya Marie-Antoinette.

Louis XVI, raja Bourbon terakhir Perancis dan istrinya Marie-Antoinette, dibunuh dengan guillotine ketika mereka kedapatan berusaha melarikan diri dari Perancis selama Revolusi tahun 1793.

Selama Masa Pemerintahan Teror, yang berlangsung antara Juli 1789 dan 1794, Maximilien Robespierre – salah satu tokoh paling berpengaruh revolusi juga secara ironis dieksekusi dengan guillotine. Laporan-laporan berita Perancis bahkan mencatat bahwa jasad Robespierre mungkin termasuk di antara yang ditemukan di kapel.

(Foto: CEN)

Gambar-gambar yang menarik menunjukkan deretan tulang-tulang manusia yang bertumpuk tinggi, dengan ratusan tengkorak berjejer satu sama lain.

Stoutz memulai penyelidikannya ke sisa-sisa tahun 2018, dengan meneliti dokumen-dokumen sejarah dan menggunakan temuannya untuk mengatur penggalian arkeologis.

Dengan menjadi ‘Sherlock Holmes’ dari arsip sejarah, Stoutz dikatakan telah berhasil menemukan rumah jasadnya, milik mereka yang dipenggal kepalanya di Place de la Concorde antara 21 Januari 1793 dan 28 Juli 1794. Dalam menemukan mereka, dia telah mampu menyangkal kepercayaan lama yang dipegang oleh para sejarawan, yaitu bahwa mereka dimakamkan di Katakombe. Sebaliknya, mereka ditemukan di kapel kecil arondisemen ke-8 di Paris.

(Foto: CEN)

Stoutz dibantu oleh arkeolog Philippe Carlier dalam melakukan penggalian, yang memungkinkannya menemukan tulang-tulang itu. Pasangan itu menemukan kerangka, serta beberapa peti kulit juga dikatakan berisi kerangka, dengan melewati kamera melalui sambungan antara batu-batu di dinding kapel.

Sejarawan telah meminta agar Direktorat Regional untuk Urusan Kebudayaan (DRAC) juga melakukan penggalian tambahan untuk mengkonfirmasi penemuannya.

Fondation de France akan melakukan penggalian tahun depan.(yn)

Sumber: Unilad

Video Rekomendasi:

https://youtu.be/gj9sRBkuylg

Perawat yang Baru Menikah dan Masih Mengenakan Gaun Pengantin Turun dari Mobilnya Menolong Korban Kecelakaan

Seorang perawat yang menyaksikan tabrakan mobil dalam perjalanan pulang dari pernikahannya segera ke luar dari mobilnya dan membantu korban, meskipun dia masih mengenakan gaun pengantinnya.

Rachel Taylor, 22 tahun, dan suaminya, Calvin yang berusia 23 tahun, sedang dalam perjalanan pulang dari hari besar mereka pada 21 Juni lalu ketika mereka menyaksikan sebuah mobil menabrak dua kendaraan lain yang sudah bertabrakan.

Pasangan itu dengan cepat menyadari bahwa seorang wanita telah berada di antara mobil ketika kendaraan ketiga menabrak mereka di South Saint Paul, Minnesota, AS, dan Rachel segera melompat dari mobilnya.

Wanita yang terluka itu, bernama Tamara Peterson, berada di tempat kejadian karena putranya berada di salah satu mobil pertama yang mengalami kecelakaan. Masih dalam pakaian pernikahannya, Rachel berlari ke wanita itu dan membantu orang lain membawanya ke sisi jalan di mana dia memegangnya, menjaganya tetap tenang sampai layanan darurat tiba.

Gadis 22 tahun itu mampu menjaga agar wanita yang terluka tetap tenang sambil meyakinkan dia bahwa dia akan baik-baik saja, berkat beberapa teknik yang telah dia pelajari di sekolah perawat di Universitas Bethel, di mana dia telah bekerja dengan wanita dalam persalinan.

“Aku melihat beberapa orang menyeret seorang wanita ke sisi jalan,” kata Rachel kepada Pioneer Press. ‘Saya bisa melihat luka di kaki kanannya. Saya pikir saya melihat tulangnya di dalamnya. Saya baru saja berbicara dengannya. Saya berkata, ‘Kamu sangat kuat. Kamu sangat berani. Saya sangat bangga dengan Anda’, ” katan Rachel.

Ketika paramedis tiba, Rachel menjelaskan kepada Tamara apa yang terjadi, menerjemahkan steno medis mereka dan meyakinkannya bahwa dia akan baik-baik saja.

“Dia mengagumkan dan membantu menyelamatkan hidup saya dengan membuat saya tetap fokus dan tenang,” kata Tamara, mengambarkan tentang Rachel. “Dia tentu saja adalah malaikat yang berbakat dan memilih jalur karier yang tepat.”

Suami Rachel, Calvin, telah mengambil fotonya dan mempostingnya di Facebook, memanggilnya ‘Rockstar of a bride’ saya. Dia menambahkan: “Dia memeluknya setidaknya 15 menit sampai EMT membawanya di tandu.”

Tamara kemudian dimasukkan ke dalam ambulans, dengan Rachel dibiarkan berdiri di sisi jalan ‘merasa lelah’ karena itu bagian dari pernikahannya.

Tamara, yang putrinya sejak itu membuat halaman GoFundMe untuk membantu pemulihan dan biaya pengobatannya, sekarang sudah pulih, tetapi mengatakan penyembuhannya akan membutuhkan waktu.

Dia berharap untuk bertemu Rachel lagi suatu hari nanti dan mungkin menjadi ‘teman selamanya’.(yn)

Sumber: Unilad

Video Rekomendasi:

https://youtu.be/gj9sRBkuylg

Ratusan Gajah Mati Secara Misterius di Botswana, Dipandang Sebagai Bencana Konservasi

0

Lebih dari 350 gajah telah mati di Botswana utara sejak Mei, dalam apa yang disebut sebagai ‘bencana konservasi’.

Itu dimulai dua bulan lalu, ketika 169 gajah mati di Delta Okavango – jumlah yang lebih dari dua kali lipat pada pertengahan Juni.

Sekitar 70% dari hewan yang mati ditemukan di sekitar lubang air, namun para ahli bingung apa yang bisa menyebabkan kematian massal itu.

(Foto : PA)

Dr Niall McCann, direktur konservasi di National Park Rescue yang bermarkas di Inggris, mengatakan kepada Guardian: ” Ini adalah kematian massal pada tingkat yang belum pernah terlihat dalam waktu yang sangat, sangat lama. Di luar musim kemarau, saya tidak tahu kematian yang separah ini.”

Pada tahap ini Pemerintah Botswana belum menguji sampel apa pun, sehingga hanya ada sedikit jawaban mengenai apa yang dapat menyebabkan begitu banyak kematian. Para ahli telah menempatkannya pada dua kemungkinan utama: keracunan atau patogen yang tidak diketahui – namun antraks telah diabaikan.

(Foto : PA)

“Ketika kami mengalami kematian massal gajah di dekat tempat tinggal manusia pada saat penyakit satwa liar berada di garis depan dalam pikiran semua orang, tampaknya luar biasa bahwa pemerintah belum mengirim sampel ke laboratorium yang memiliki reputasi baik, McCann menambahkan.

Beberapa penduduk setempat melaporkan tanda-tanda bahwa gajah tersebut mungkin menderita gangguan neurologis, dengan banyak yang mengatakan mereka melihat gajah berjalan berputar-putar.

Ada sekitar 15.000 gajah yang hidup di Delta Okavango, dan tidak ada kematian yang dilaporkan di negara tetangga.(yn)

Sumber: Unilad

Video Rekomendasi:

https://youtu.be/svae7qaQo_s

Gadis Remaja Ini Menghabiskan 400 Jam untuk Membuat Gaun Prom dari 41 Roll Lakban

Seorang gadis berusia 18 tahun dari Illinois, AS, telah mendapatkan banyak perhatian di media sosial akhir-akhir ini untuk gaun prom satu-satunya yang dia buat sendiri dari lusinan gulungan lakban.

Ketika Peyton Manker memutuskan untuk mengikuti kontes ‘Stuck at Prom’ pada Januari tahun ini, dia tidak pernah berpikir itu akan mengubahnya menjadi sensasi internet semalam.

Kompetisi yang berlangsung lama menantang lulusan sekolah menengah untuk membuat pakaian prom mereka sendiri menggunakan sebanyak mungkin lakban merek Duck, untuk kesempatan memenangkan beasiswa 10.000 dollar (sekitar Rp 143 juta).

Peyton telah menetapkan untuk membuat gaun prom dengan motif sekitar Leonardo Da Vinci, tetapi kemudian pandemi Covid-19 terjadi dan dia memutuskan untuk membuat gaunnya di sekitar itu.

“Saya memutuskan untuk membuat gaun berdasarkan pandemi karena saya tahu tidak ada seorang pun di kompetisi yang akan dapat membuatnya kembali,” kata Manker kepada Insider Magazine. “Saya tahu saya akan menonjol dengan cara itu dan ingin mendasarkannya dari apa yang terjadi di dunia.”

Prom remaja dan kelulusannya ditiadakan tahun ini, tepatnya karena pandemi virus corona, tetapi itu tidak menghentikan Peyton Manker untuk menenggelamkan diri selama 400 jam kerja – tepatnya 395 jam – dan 41 gulungan lakban untuk membuat gaun promnya. Dia tidak pernah mengenakannya di depan teman-teman sekolahnya, tetapi, di sisi baiknya, sekarang semua dunia tahu tentang itu.

Ibunya, Suzy, yang membagikan foto-foto gaun itu di Facebook yang kini telah dibagikan lebih dari 250.000 kali. Sejak itu, Peyton telah mendapat pujian dan pesan ucapan selamat dari seluruh dunia.

“Aku tidak percaya berapa banyak yang mulai berbagi pakaianku dan mengatakan betapa menakjubkannya menurut mereka,” kata Manker. “Saya bersyukur mendapat banyak dukungan dari orang-orang di seluruh dunia.”

Gaun lakban yang memukau menampilkan fitur-fitur yang berhubungan dengan virus corona, termasuk personel medis garis depan yang memakai masker wajah, orang-orang yang berlari dikejar virus corona raksasa, kelulusan virtual, dan bahkan seorang pria dengan gelembung pemikiran yang membingungkan di atas kepalanya, yang seharusnya mewakili semua orang berjuang dengan masalah mental selama masa sulit.

“Seluruh gaun seharusnya mewakili pandemi secara positif,” kata Peyton. “Saya tidak ingin orang berpikir tentang gaun itu hanya berusaha menunjukkan momen dalam sejarah. Itu adalah representasi yang kami lalui. ”

Meskipun pemenang untuk kompetisi tahunan Stuck at Prom akan diumumkan pada 21 Juli ini, Peyton Manker sudah menganggap dirinya pemenangnya setelah mendapatkan begitu banyak umpan balik positif untuk gaun prom uniknya. Namun, jika dia memenangkan beasiswa 10.000, dia berencana untuk menginvestasikannya dana itu untuk kuliahnya.(yn)

Sumber: odditycentral

Video Rekomendasi:

https://youtu.be/gj9sRBkuylg

Kutub Selatan Menghangat Tiga Kali Lebih Cepat daripada Rata-rata Global

0

Kutub Selatan telah memanas lebih dari tiga kali rata-rata global selama tiga dekade terakhir, sebuah studi baru menemukan.

Para ilmuwan telah mengetahui selama bertahun-tahun bahwa wilayah luar Antartika sedang memanas. Namun, mereka sebelumnya mengira Kutub Selatan terisolasi dari kenaikan suhu global karena letaknya jauh di pedalaman Antartika.

Penelitian yang diterbitkan oleh para peneliti di Victoria University of Wellington, Selandia Baru, pada hari Senin, 29 Juni, bertentangan dengan ini. Hasilnya menunjukkan ini akan memiliki implikasi besar bagi naiknya permukaan laut global, kehidupan laut di kawasan itu dan pencairan lapisan es Antartika.

Diterbitkan dalam jurnal Nature Climate Change, studi ini memberikan wawasan tentang wilayah paling terpencil di Bumi.

“Ini menggarisbawahi bahwa pemanasan global bersifat global dan sedang menuju ke tempat-tempat terpencil ini,” Kyle Clem, peneliti pascadoktoral dalam Ilmu Iklim di University of Wellington dan penulis utama studi ini, mengatakan pada CNN.

Clem dan timnya menganalisis data stasiun cuaca di Kutub Selatan antara tahun 1989 dan 2018, serta model-model iklim untuk memeriksa pemanasan di pedalaman Antartika.

Hasilnya menunjukkan bahwa selama periode ini, Kutub Selatan telah memanas sekitar 1,8 ° C pada tingkat +0,6 ° C per dekade. Secara sederhana, itu menghangat tiga kali lebih cepat dari rata-rata global.

Animals are photographed at the South Pole on November 28, 2019.(EDITORIAL USE ONLY. CHINA OUT) (Photo by /Sipa USA)

Para ilmuwan berpendapat bahwa tren pemanasan ini ‘tidak mungkin’ merupakan hasil dari variabilitas iklim alami saja. Alih-alih, efek perubahan iklim buatan manusia tampaknya telah bekerja di samping pengaruh signifikan variabilitas alami di daerah tropis terhadap iklim Antartika.

“Bersama-sama mereka membuat kutub selatan menghangat salah satu tren pemanasan terkuat di Bumi,” tulis Clem untuk The Guardian.

Tim menemukan satu penyebab pemanasan adalah meningkatnya suhu permukaan laut ribuan mil jauhnya; selama 30 tahun terakhir, pemanasan di Samudera Pasifik tropis barat berarti ada peningkatan udara hangat yang dibawa ke Kutub Selatan.

Namun, tim tidak dapat menentukan seberapa besar pemanasan signifikan ini disebabkan oleh pemanasan yang diakibatkan oleh manusia.

“Interior Antartika adalah salah satu dari sedikit tempat yang tersisa di Bumi di mana pemanasan yang disebabkan manusia tidak dapat ditentukan dengan tepat,” jelas Clem.

Ini berarti mustahil bagi para ilmuwan untuk mengatakan apakah, atau berapa lama, pemanasan akan terus berlanjut karena variabilitas suhu sangat ekstrem sehingga saat ini menutupi efek yang disebabkan manusia.

Namun pada akhirnya, penelitian ini dapat menunjukkan bahwa ‘perubahan iklim yang ekstrem dan tiba-tiba’ adalah bagian dari interior Antartika, dan ini kemungkinan akan berlanjut ke masa depan.(yn)

Sumber: Unilad

Video Rekomendasi:

https://youtu.be/gj9sRBkuylg

Pangkas Angka Kelahiran di Xinjiang, Rezim Komunis Tiongkok Mensterilisasi dan Aborsi Paksa Wanita Uighur

Theepochtimes.com- Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo pada tanggal 29 Juni 2020 menuntut agar rezim komunis Tiongkok menghentikan dugaan “sterilisasi paksa, aborsi paksa, dan keluarga berencana paksa” terhadap warga Uighur dan etnis minoritas lainnya di wilayah Xinjiang.

Mike Pompeo dalam sebuah pernyataan menggambarkan langkah-langkah yang dilakukan oleh Partai Komunis Tiongkok untuk memangkas angka kelahiran di antara warga Uyghur karena “mengejutkan” dan “mengganggu.” Ia mencatat bahwa langkah-langkah tersebut adalah bagian “kampanye penindasan yang berkelanjutan.”

Ucapan Mike Pompeo muncul setelah publikasi sebuah makalah  oleh peneliti Jerman Adrian Zenz di Jamestown Foundation, lembaga pemikir yang berbasis di Washington. 

Laporan tersebut, yang menganalisis dokumen pemerintah Tiongkok, menemukan bahwa pertumbuhan populasi yang alami di Xinjiang telah turun “secara dramatis.”

Adrian Zenz mengatakan bahwa di dua prefektur terbesar di Xinjiang, angka pertumbuhan turun sebesar 84 persen antara tahun 2015 hingga  2018, dan selanjutnya pada tahun 2019. Sekitar 14 persen dan 34 persen wanita usia subur yang menikah di dua kabupaten itu, ditargetkan dalam kampanye sterilisasi wanita massal.

Adrian Zenz mengatakan kampanye tersebut cenderung bertujuan untuk mensterilkan wanita minoritas di pedesaan yang memiliki tiga anak atau lebih, serta beberapa wanita yang memiliki dua anak. Setidaknya setara dengan 20 persen semua wanita usia subur.

Mike Pompeo, seorang kritikus yang gigih terhadap rezim Komunis Tiongkok, yang mencakup perlakuan rezim Tiongkok terhadap warga Uyghur — mayoritas Muslim Sunni — mengatakan pada hari Senin bahwa temuan tersebut adalah konsisten dengan puluhan tahun praktik Partai Komunis Tiongkok, “yang mana menunjukkan suatu seruan yang mengabaikan kesucian hidup manusia dan martabat dasar manusia.

“Kami menyerukan Partai Komunis Tiongkok untuk segera mengakhiri praktik yang mengerikan ini, meminta semua negara untuk bergabung dengan Amerika Serikat dalam menuntut diakhirinya pelanggaran tidak manusiawi ini,” kata Mike Pompeo.

Sejak lama Partai Komunis Tiongkok membenarkan tindakannya terhadap warga Uyghur yang berbicara menggunakan bahasa Turki. Uighur salah satu dari 55 kelompok etnis minoritas yang diakui Tiongkok secara resmi — mengatakan fasilitas penahanan milik Partai Komunis Tiongkok bertujuan untuk “mendidik dan mengubah” kelompok etnis minoritas tersebut. Rezim Komunis Tiongkok selalu menyematkan stempel dan narasi terkait Muslim Uighur dengan mengobarkan hoaks “tiga kekuatan jahat” yaitu “ekstremisme, separatisme, dan terorisme.”

Sejak Partai Komunis Tiongkok menyerap kembali Xinjiang ke Tiongkok pada bulan September 1949, Partai Komunis Tiongkok menggunakan klaim Turkistan Timur yang didukung Soviet sebagai sarana untuk membenarkan penindasan Partai Komunis Tiongkok terhadap orang-orang Uighur.

Warga Uighur, bersama dengan etnis minoritas lainnya seperti warga Tibet, juga adalah orang beriman yang setia yang tetap berada di luar kendali negara, yang mencakup umat Kristen dan Falun Gong, yang telah lama menjadi sasaran transformasi Partai Komunis Tiongkok melalui “pendidikan ulang.”

Partai Komunis Tiongkok terus-menerus menuduh warga Uyghur melakukan “aksi teroris” di seluruh Tiongkok. Warga Uyghur dilarang mengikuti praktik keagamaan seperti menumbuhkan jenggot panjang, menunaikan ibadah puasa, dan mengenakan hijab. Langkah itu sebagai bagian tindakan pihak berwenang setempat digambarkan sebagai penanggulangan ekstrimisme.

Lebih dari satu juta warga Uyghur dan etnis minoritas lainnya dipercayai ditahan di jaringan kamp yang luas di kawasan ini.

Adrian Zenz mengatakan bahwa pada tahun 2019, ada rencana untuk menargetkan setidaknya 80 persen wanita usia subur di empat prefektur minoritas selatan Xinjiang, tak lain untuk operasi penempatan alat kontrasepsi di dalam rahim atau sterilisasi yang mengganggu untuk mencegah kelahiran.

Adrian Zenz mengatakan bahwa pada tahun 2018, 80 persen dari semua penempatan alat kontrasepsi di dalam rahim yang baru di Tiongkok adalah dilakukan di Xinjiang, sementara hanya 1,8 persen populasi Tiongkok tinggal di Xinjiang.

Obat Secara Paksa

The Epoch Times sebelumnya telah menguatkan pengendalian kelahiran paksa yang muncul di wilayah Xinjiang melalui wawancara dengan mantan tahanan Uyghur.

Gulbakhar Jaliliova, seorang warganegara dan wanita pengusaha Kazakhstan, ditahan di sebuah kamp khusus wanita di ibukota Xinjiang, Urumqi, selama lebih dari 15 bulan sebelum ia dibebaskan pada bulan September 2018. Ia memberitahukan kepada The Epoch Times bahwa wanita diberi pil di kamp tersebut supaya tidak dapat hamil lagi.

Setiap hari wanita yang ada di kamp tersebut dipaksa untuk minum obat yang tidak diketahui. Mereka juga disuntikkan dengan zat setiap bulan yang “mematikan emosi.”

Sementara itu Rabiye Muhammad yang berbasis di Kanada, yang ibunya ditahan pada bulan Februari 2018 karena mengunjunginya pada bulan Oktober 2014 selama empat bulan, mengatakan bahwa ia mendengar secara langsung bahwa haid “mantan seorang tahanan Uyghur yang masih muda” tiba-tiba berhenti sama sekali, karena wanita-wanita di kamp tersebut dipaksa minum pil.”

“Pria lain yang dibebaskan, mengatakan para pria juga diberi bentuk obat-obatan — mereka terpaksa meminumnya. Ia mengatakan ia menyembunyikannya di bawah lidahnya. Pria lain yang adalah seorang dokter, mengatakan karakternya berubah — ia menjadi lembut dan tidak seperti seorang pria,” kata Rabiye Muhammad memberitahu The Epoch Times. 

Genosida

Dalam laporannya, Adrian Zenz mengatakan temuannya mewakili bukti terkuat bahwa kebijakan Beijing di Xinjiang memenuhi salah satu kriteria genosida, yang mana disebutkan dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Pencegahan dan Hukuman Kejahatan atas Genosida, yaitu “tindakan paksaan yang dimaksudkan untuk mencegah kelahiran dalam grup [yang ditargetkan].”

Menanggapi laporan itu, gubernur kolonial Hong Kong yang terakhir, Chris Patten mengatakan kepada Bloomberg Television bahwa tindakan rezim Komunis Tiongkok dapat dikatakan bertujuan untuk “genosida.”

“Ini dapat dikatakan sesuatu yang masuk dalam persyaratan pandangan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai macam-macam genosida,” kata Chris Patten, pada hari Senin 29 Juni.

Sedangkan Mike Pompeo dalam cuitannya berbunyi : “Amerika Serikat mengutuk penggunaan kendali populasi secara paksa terhadap warga Uyghur dan wanita etnis minoritas lainnya serta menyerukan Partai Komunis Tiongkok untuk menghentikan kampanye penindasanya. Sejarah akan menilai bagaimana kita bertindak hari ini.” (Vivi/asr) 

Keterangan Gambar:.S. Sekretaris Negara Mike Pompeo berbicara selama konferensi pers di Departemen Luar Negeri di Washington pada 24 Juni 2020. (Mandel Ngan / POOL / AFP melalui Getty Images)

Video Rekomendasi

https://www.youtube.com/watch?v=0yKp54gVWYs

Dulu dan Kini, Konflik dengan India, Komunis Tiongkok Selalu Memilih Bertikai

oleh Dr. Cheng Xiaonong 

Setelah 58 tahun berlalu dengan damai di sepanjang perbatasan, pertikaian militer antara Tiongkok dengan India pecah pada bulan Mei 2020 lalu. Jika kita melihat kembali sejarah, tidaklah mengherankan negara-negara yang bertetangga itu berada dalam konflik. 

Itu karena, Partai Komunis Tiongkok memulai pertarungan dengan tetangganya setiap kali  hubungan luar negeri rezim Tiongkok  dalam kondisi tegang serta kebijakan ekonomi dan sosial di dalam negerinya  gagal. 

Di masa lalu, di bawah kepemimpinan Mao Zedong, rezim Komunis Tiongkok telah menyalahkan India. Strategi Mao Zedong mengenai “semakin banyak kesalahan, seharusnya penampilan anda semakin tenang. Mengalihkan medan pertempuran untuk menemukan jalan keluar,” diterapkan kembali saat ini.

Namun, Partai Komunis Tiongkok cenderung tidak akan mencapai apa-apa, seperti yang terjadi selama Perang Tiongkok-India pada tahun 1962 silam.

Bangkit dalam Kekuasaan, Dua Dilema

Bentrokan perbatasan baru-baru ini, yang menyebabkan korban di kedua belah pihak, tampaknya menjadi kelanjutan alami dari perselisihan perbatasan antara Tiongkok dengan India yang sudah berlangsung lama. Namun, perbatasan antara Tiongkok dengan India belum diputuskan selama hampir seratus tahun. 

Dalam jangka waktu yang begitu lama, kedua pihak memiliki dua konflik. Satu konflik pada tahun 1962 dan satu konflik saat ini. Damai telah dipertahankan selama hampir 60 tahun.

Lalu mengapa konflik tidak terhindarkan saat ini? Mungkin jawabannya adalah hanyalah masalah waktu saja. Mari kita periksa kebenaran konteks konflik dari sisi sejarah.

Kedua bentrokan terjadi saat Partai Komunis Tiongkok menemukan dilema yang belum pernah terjadi sebelumnya, baik secara domestik maupun internasional. Dilema semacam itu sebenarnya adalah produk yang tidak terhindarkan dari keinginan Partai Komunis Tiongkok untuk menjadi kekuatan yang meningkat. 

Lompatan Jauh ke Depan, yang  juga dikenal sebagai Rencana Lima Tahun kedua, kampanye ekonomi dan sosial yang dimulai pada tahun 1958, benar-benar runtuh pada tahun 1962. Itu adalah kampanye yang dipimpin oleh pemimpin Partai Komunis Tiongkok saat itu Mao Zedong yang bertujuan menyalip kehebatan Inggris, Amerika Serikat, dan Uni Soviet. 

Pada tahun 2020 ini, Partai Komunis Tiongkok sekali lagi meluncurkan kebijakan dalam upaya untuk melampaui Amerika Serikat. Namun, rezim Tiongkok sekali lagi jatuh ke dalam perangkap yang disebabkan oleh kegagalan kebijakannya sendiri.

Fitur umum dari dua kampanye Komunis Tiongkok adalah untuk mencapai ambisi rezim Tiongkok di arena internasional. Untuk mencapai tujuannya, Partai Komunis Tiongkok yang tidak bermoral mengadopsi politik yang merugikan ekonomi di dalam negeri maupun internasional. 

Dengan Lompatan Jauh ke Depan, Partai Komunis Tiongkok berusaha mempercepat produksi pertanian dengan membentuk komune. Praktik yang gagal ini menyebabkan puluhan juta petani mati kelaparan. 

Secara internasional, Mao Zedong meluncurkan Krisis Selat Taiwan pada tahun 1958, saat Partai Komunis Tiongkok dan Taiwan terlibat dalam konflik bersenjata yang singkat setelah Partai Komunis Tiongkok merebut beberapa pulau di Selat Taiwan. Bahkan Partai Komunis Tiongkok meminta Uni Soviet untuk berpartisipasi jika perang nuklir terjadi yang dipicu oleh Amerika Serikat. 

Tindakan kurang ajar itu mengarah pada berakhirnya bulan madu Uni Soviet dengan Partai Komunis Tiongkok dan Uni Soviet mengakhiri bantuan teknis untuk Komunis Tiongkok. Hubungan Tiongkok-Soviet dan Tiongkok-Amerika Serikat adalah memburuk pada saat bersamaan.

Dilema ekonomi saat ini di Tiongkok berawal dari Hu Jintao dan era Wen Jiabao, saat gelembung real estat mulai menyebabkan ekonomi Tiongkok mati. Sejak itu, penurunan ekonomi Tiongkok menjadi norma baru. Wen Jiabao adalah mantan pemimpin dan perdana menteri Tiongkok dari tahun 2002 hingga 2012. 

“Bangkitnya” strategi dimulai dengan mencuri teknologi skala besar, ditambah dengan surplus perdagangan jangka panjang dengan Amerika Serikat, dan melanggar hukum kelautan internasional dengan membangun pulau-pulau buatan manusia, dan bahkan pencegah nuklir berbasiskan laut baru di Laut Tiongkok Selatan. 

Menghadapi berbagai ancaman dari Partai Komunis Tiongkok, pemerintah Amerika Serikat dibawah Presiden Donald Trump mengambil tindakan balasan yang mempercepat penurunan ekonomi Tiongkok. Pandemi Corona virus lebih lanjut memperburuk hubungan Tiongkok dengan Amerika Serikat.

Strategi Mao Zedong

Di negara yang demokratis, warganegara dapat meminta pertanggungjawaban pemerintah jika dilema semacam itu terjadi. Namun, ini bukanlah kasus bagi kediktatoran komunis. Tidak pernah ada permintaan maaf. Sebaliknya, rezim komunis menemukan berbagai cara untuk mengalihkan perhatian. Nasionalisme selalu berguna. Suatu konflik internasional memamerkan kekuatan tentara, yang mengamankan kepemimpinan Partai Komunis Tiongkok dan mencegah potensi ancaman internal.

Strategi Mao Zedong mengenai “semakin banyak kesalahan, seharusnya penampilan anda semakin tenang” berarti bahwa Partai Komunis Tiongkok tidak akan pernah mengakui kesalahannya. Istilah yang disebut “mengalihkan medan pertempuran untuk menemukan jalan keluar” berarti meluncurkan konflik baru dalam urusan internal dan hubungan luar negeri. Negara-negara tetangga sering menjadi kambing hitam.

Konflik dengan India adalah masalah besar yang dapat menghasut nasionalisme dan memungkinkan Partai Komunis Tiongkok untuk menakuti lawan atau musuhnya dengan memamerkan kekuatan militer, politik, atau keuangan. Masalah perbatasan Tiongkok-India dapat dengan mudah dimanipulasi untuk memicu konflik. Tentu saja, Partai Komunis Tiongkok juga memiliki pedoman yakni  Partai Komunis Tiongkok tidak dapat terisolasi dari masyarakat internasional. 

Oleh karena itu, konflik tersebut dibatasi hanya untuk perbatasan saja. Konflik  tidak akan berkembang menjadi invasi teritorial. Tujuan dari konflik itu adalah untuk mencapai tujuan pengalihan perhatian jauh dari tekanan domestik.

Perbatasan Tiongkok-India belum disurvei oleh kedua belah pihak untuk waktu yang lama, tetapi batas-batas nasional pada peta ini tidak dibedakan secara alami oleh batas geografis sungai atau lembah. Garis putus-putus pada peta tersebut adalah tidak tepat. Koordinat lintang dan bujur tidak dapat diterapkan di tanah, apalagi membangun tonggak batas. 

Oleh karena itu, situasi perbatasan sebenarnya adalah bahwa kedua belah pihak masing-masing memiliki Garis Kendali Aktual yang aktual, dan antara Garis Kendali Aktual adalah zona penyangga yang tidak ada pihak yang menempati. Saat salah satu pihak mengambil beberapa tindakan di zona penyangga, seperti menyiapkan benteng atau bunker, maka akan menyebabkan gesekan di antara kedua pihak. 

Pada saat ini, selama salah satu pihak ingin mengambil kendali, konflik akan  segera meletus. Ini terjadi pada Perang Tiongkok-India pada tahun 1962, juga konflik Tiongkok-India pada tahun ini.

Kedua konflik Tiongkok-India tersebut mengikuti pola yang sama, yaitu: Beijing memanipulasi status quo dari sengketa perbatasan yang belum terselesaikan untuk memicu friksi. Kemudian Beijing mengirim pasukan, merancang rencana konflik dan memerintahkan serangan mendadak. Lalu meminimalkan situasi, mengembalikan perbatasan ke keadaan semula atau mundur secara tepat, dan mengembalikan kedamaian. 

Dalam setiap konflik, Partai Komunis Tiongkok mengambil inisiatif, siap untuk konflik, dan menyerang dengan tiba-tiba. 

Mari kita tinjau karakteristik dari dua konflik ini.

Konflik Tiongkok-India pada tahun 1962 silam, pada musim dingin 1962, perang Tiongkok-India yang diluncurkan oleh Partai Komunis Tiongkok pecah.

Pada tanggal 20 Oktober 1962, tentara Komunis melancarkan serangan di bagian timur perbatasan Tiongkok-India, dan pasukan India dikalahkan.

Pada tanggal 16 November 1962, tentara Komunis melakukan serangan jarak-jauh ke bagian timur dan barat garis perbatasan, dan pasukan Tiongkok lebih canggih daripada pasukan India. 

Pasukan Komunis mencapai kemenangan sempurna. Tetapi, rezim Tiongkok menghadapi kekalahan besar secara diplomatis. 

Di antara negara-negara Barat, Komunis Tiongkok, dan negara-negara berkembang, 50 di antaranya mendukung India, seperti Mesir, Irak, Ceylon kini bernama Sri Lanka, Nepal, Mongolia, Afghanistan, Kamboja. Hanya Vietnam, Korea Utara, dan Pakistan menunjukkan dukungannya kepada rezim Komunis Tiongkok. 

Yang paling penting adalah bahwa Amerika Serikat dan Uni Soviet keduanya sangat mendukung India, dan memberikan banyak bantuan militer, termasuk pengangkut militer besar, jet tempur, dan helikopter. Tentara India meningkatkan kemampuan pertempurannya. 

Akibatnya, Mao Zedong memerintahkan seluruh pasukan untuk mundur dan menyerahkan bagian dari area yang dikendalikan pasukannya. Beijing tiba-tiba menyerukan gencatan senjata sepihak pada tanggal 21 November 1962 dan memerintahkan pasukannya untuk mundur ke posisi sebelumnya sekitar 12 mil di belakang Garis Kendali Aktual. Itu adalah langkah yang mengejutkan. Rezim Komunis Tiongkok telah menipu banyak orang baik dalam negeri maupun di di luar negeri.

Misalnya, Neville Maxwell, seorang wartawan Inggris yang meliput  perang perbatasan Tiongkok-India pada tahun 1962. Neville Maxwell menulis bahwa rezim Komunis  Tiongkok telah melancarkan serangan balasan di perbatasan Tiongkok-India setelah India meningkatkan provokasi militer di wilayah tersebut. Komunis  Tiongkok  berusaha untuk mendapatkan wilayah dengan paksa.

Penulis militer Tiongkok, Jin Hui juga mengingat perang tersebut dan mengungkapkan kekecewaannya bahwa Tiongkok gagal mendapatkan keuntungan dari kemenangannya pada tahun 1962 dalam bukunya, “The Charm of Tibet’s Medog,” yang diterbitkan pada tahun 1995.

Nah untuk konflik Tiongkok-India pada tahun 2020 ini, sejarah selalu menjadi suatu cermin realitas. Konflik tersebut pecah lagi pada tahun ini. Wilayah konflik dekat bagian barat perbatasan Tiongkok-India dekat Nepal. Ini adalah daerah yang sepi, dataran tinggi, dan sangat dingin. 

Cuaca sangat tidak bersahabat, medannya curam, dan transportasi tidak nyaman. Kedua pihak tidak memiliki warga di sana dan tidak ada sumber daya untuk diperebutkan. 

Di masa lalu, para petugas patroli perbatasan sering membentangkan spanduk secara langsung di zona penyangga untuk mengekspresikan proposisi perbatasan masing-masing, dan kemudian berjalan pergi berlalu. 

Dalam beberapa tahun terakhir, India telah mencatat ratusan insiden di mana Tiongkok melintasi Garis Kendali Aktual setiap tahun. Tiongkok bahkan melewati Garis Kendali Aktual India, mendirikan kamp, ​​dan kemudian terjadi konfrontasi selama beberapa minggu. Namun, konfrontasi saat itu tidak menyebabkan kematian, perkelahian, atau permusuhan.

Belakangan, patroli India menemukan beberapa bunker yang dibangun oleh tentara Tiongkok di daerah penyangga. Saat tentara India berusaha menghancurkan bunker ini, tentara India diserang oleh patroli Tiongkok.  Konflik antara kedua pasukan itu berkembang menjadi pertarungan tangan kosong. Pasalnya Tiongkok dan India memiliki perjanjian tanpa senjata. Dengan kata lain, kedua belah pihak tidak membawa senjata dengan tujuan menghindari konflik militer. 

Dalam bentrokan pada akhir bulan Mei, menurut media India, tentara Partai Komunis Tiongkok melukai 72 tentara India dan menangkap lima orang.

Pertempuran kecil pecah lagi pada malam hari tanggal 15 Juni 2020 lalu, di Lembah Galwan di Ladakh. Pertempuran berlangsung selama beberapa jam. Kedua belah pihak menggunakan batu dan tongkat, sementara pihak Tiongkok  menggunakan batang berpaku. Setidaknya ada 20 tentara India tewas terbunuh.

Karena pihak Tiongkok menyiapkan senjata yang tidak meledak untuk menyerang, konflik kedua belah pihak pada tahun ini dapat dilihat sebagai serangan tiba-tiba untuk menduduki oleh Partai Komunis Tiongkok. 

Tidak ada prajurit yang dapat melakukan serangan besar-besaran sendiri tanpa menerima perintah. Dapat dikatakan bahwa di balik serangan tiba-tiba oleh tentara Tiongkok adalah keputusan provokatif Partai Komunis Tiongkok. Jika rezim Komunis  Tiongkok ingin menciptakan gesekan, maka para prajurit diperintahkan untuk bertindak. 

Saat ini, kedua belah pihak untuk sementara meninggalkan tempat konflik, tetapi masing-masing pihak telah memobilisasi sejumlah besar pasukan dan alat berat ke garis depan. Masih harus dilihat bagaimana situasi yang akan terjadi di masa depan.

Sejak kebuntuan dimulai, media resmi Partai Komunis Tiongkok menyatakan mekanisme komunikasi bilateral yang  efektif dibentuk setelah konflik tahun 1962, dan bahwa kedua belah pihak akan bekerja untuk “menyelesaikan perbedaan.”

Akankah Partai Komunis Tiongkok Menang Lagi?

Selain alasan mengapa Partai Komunis Tiongkok memprovokasi India, ada juga penyebab langsung konflik tersebut. Partai Komunis Tiongkok merasa terkendala di mana-mana di masyarakat internasional setelah dimulainya perang dagang Amerika Serikat-Tiongkok. Itu mencakup penolakan India untuk bekerja sama dalam upaya Partai Komunis Tiongkok  meringankan tekanan ekonomi yang diluncurkan oleh Amerika Serikat. 

Selama lebih dari setahun, India menolak untuk berpartisipasi dalam Perjanjian Komprehensif dan Progresif untuk Kemitraan Trans-Pasifik yang dipimpin oleh Jepang, dan juga menolak untuk bergabung dengan “Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional. Penolakan India untuk tunduk pada keinginan Partai Komunis Tiongkok dapat menyebabkan konflik perbatasan ini.

Dibandingkan dengan Perang Tiongkok-India pada tahun 1962, skala dan keparahan konflik ini adalah jauh lebih kecil, dan kedua belah pihak belum menggunakan senjata otomatis.

Namun, makna internasional dari konflik tahun ini adalah mirip dengan konflik tahun 1962. Partai Komunis Tiongkok juga menghadapi isolasi diplomatik dalam konflik ini. 

Tampaknya tidak ada negara secara terbuka menyatakan dukungan untuk Partai Komunis Tiongkok dalam insiden ini. Namun, situasi internasional saat ini adalah sangat berbeda dibanding situasi internasional tahun 1962. 

Pertama, Perserikatan Bangsa-Bangsa secara bertahap telah didominasi oleh anti-negara berkembang Barat. Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak hanya menjadi boneka Partai Komunis Tiongkok, tetapi juga lawan Amerika Serikat. Oleh karena itu, Partai Komunis Tiongkok dapat tidak lagi mengawasi keadilan internasional, dan tentu saja tidak lagi menjadi pendamai yang efektif dari konflik Tiongkok-India ini. 

Kedua, setelah Partai Komunis Tiongkok bergabung dalam ekonomi global, Partai Komunis Tiongkok telah memikat banyak negara melalui minat ekonomi. Oleh karena itu, Partai Komunis Tiongkok tidak takut jika dikenakan sanksi internasional untuk konflik skala kecil ini.

Status internasional dan kekuatan ekonomi India telah meningkat dalam beberapa dekade sejak tahun 1962. Saat ini, dengan kekuatannya sendiri, India mampu melawan Partai Komunis Tiongkok di bidang ekonomi dan politik tanpa bantuan internasional.

Menurut analisis Deutsche Welle, setelah konflik perbatasan, India akan dengan cepat mengubah kebijakan luar negeri dan ekonominya untuk melawan Tiongkok. Metode utama adalah sebagai berikut:

1) Tolak teknologi 5G Huawei.

2) Boikot produk Tiongkok. Secretary general of Confederation of All India Traders (CAIT) atau Konfederasi Semua Pedagang India, Ashwani Mahajan mengatakan 70 juta pebisnis India memutuskan untuk meningkatkan kampanye nasional untuk memboikot barang-barang Tiongkok.

3) Terus menekan Tiongkok untuk menyelidiki sumber pandemi virus Komunis TIongkok atau COVID-19.

4) Membentuk sekutu melawan Tiongkok. The South China Morning Post menyebutkan bahwa kini New Delhi dapat mempertimbangkan untuk menyesuaikan hubungan geopolitik. Konflik yang terbaru dengan Tiongkok dapat mendorong India untuk menerima lobi Amerika Serikat  dan selanjutnya berpartisipasi dalam strategi Indo-Pasifik yang dipimpin Amerika Serikat guna mengekang ekspansi dan kegiatan militer Tiongkok di Laut Tiongkok Selatan.

5) Memperluas partisipasi dalam organisasi internasional, dan secara aktif berpartisipasi dalam masyarakat akademik dan sektor swasta.

6) Meningkatkan kekuatan militer.

Partai Komunis Tiongkok tidak mencapai apa pun dari Perang Tiongkok-India 1962 silam. 

Jika demikian Partai Komunis Tiongkok juga cenderung tidak akan mendapatkan apapun dari konflik dengan India, baru-baru ini. 

Demikian berita kali ini, kita tunggu perkembangan konflik Tiongkok dengan India ini. Sampai jumap. 

vivi/rp  

Cheng Xiaonong adalah seorang sarjana politik dan ekonomi Tiongkok yang berbasis di New Jersey. Cheng adalah seorang peneliti kebijakan dan ajudan mantan pemimpin Partai Zhao Ziyang, ketika Zhao menjadi perdana menteri. Dia juga menjabat sebagai pemimpin redaksi jurnal Modern China Studies.

Keterangan Gambar:Tentara Pasukan Keamanan Perbatasan India (BSF) menjaga jalan raya menuju Leh, yang berbatasan dengan China, di Gagangir, India, pada 17 Juni 2020. (Tauseef Mustafa / AFP via Getty Images)

Video Rekomendasi