Oleh Robert Burns
Selama bertahun-tahun, penderitaan etnis minoritas Turkistan Timur (Xinjiang), kelompok terbesar suku Uyghurs, sudah hampir seluruhnya terkubur oleh Tibet dan warganya. Hal itu tampaknya hanya dikarenakan kekerasan baru-baru ini dan propaganda rezim Tiongkok tentang ancaman terorisme yang mereka atur untuk mengelabui perhatian media dan publik.
Akibatnya, jika kita bertanya kepada orang-orang tentang Xinjiang beberapa tahun yang lalu, sebagian besar pasti sangat sedikit atau sama sekali tidak mengetahui apapun tentang hal itu (Xinjiang), kecuali jika mereka memiliki minat khusus.
Bahkan sekarang, dalam percakapan saya sendiri dengan berbagai orang, banyak orang yang menunjukkan tanda-tanda tidak tahu sama sekali tentang Xinjiang, sampai waktu belakangan baru-baru ini, mereka tidak tahu sama sekali tentang Xinjiang atau bahwa kelompok-kelompok etnis Xinjiang bahkan eksis-banyak orang Australia mungkin masih berpikir bahwa hanya ada satu.
Mereka menganggap masalah ini meluas setelah media baru-baru ini memberi perhatian.
Mungkin masih layak ditegaskan kembali secara singkat bahwa, setelah perjuangan untuk kemerdekaan dan dua kali upaya pembentukan Negara republik kecil yang tidak berumur panjang di dalam wilayah Xinjiang pada paruh pertama abad lalu, Xinjiang berada di bawah kontrol PKT saat PLA (TPR) memasuki Xinjiang pada tahun 1949.
Sebuah peristiwa yang banyak orang menganggap hal itu sebagai invasi dan sesuatu yang damai tanpa pertumpahan darah. Eksploitasi sumber kekayaan alam di daerah Xinjiang, meliputi cadangan minyak dan gas alam yang signifikan, dimulai segera setelah aneksasi di wilayah ini.
Hal itu bermula pada tahun 1955 dimana Xinjiang menjadi apa yang disebut sebagai Daerah Otonomi.
Akan tetapi, sama seperti semua daerah di Tiongkok – termasuk Mongolia Dalam, yang didirikan setelah merampas tanah orang-orang lokal pada pertengahan abad 19. Meskipun syarat otonomi dituangkan ke dalam hukum, daerah-daerah ini menerima haknya sangat kurang dari apa yang seharusnya layak mereka terima secara hukum, dengan konsekuensi serius.
Sekarang orang di dunia lebih mengenal orang-orang Xinjiang. Mereka telah menderita banyak kesengsaraan yang serupa dengan warga Tibet sebagai akibat langsung dari penghinaan yang ditunjukkan oleh kebijakan dan pandangan negatif rezim Komunis Tiongkok yang diabadikan terus-menerus, pada akhirnya semuanya hanya berfungsi memperburuk ketegangan.
Selain itu, jika Anda pergi ke wilayah timur Tiongkok, Anda akan menemukan migran dari Xinjiang.
Mereka mencoba bertahan hidup dalam kondisi sulit, mendapatkan reputasi sebagai sebagai orang yang tidak dapat dipercaya, penjahat kelas teri.
Mereka menderita diskriminasi tak berperasaan oleh banyak dari mayoritas orang Han yang menunjukkan sedikit minat dalam memahami stereotip menjadi orang yang dipekerjakan dan penyebab dari kesulitan orang-orang Xinjiang.
Sayangnya bagi orang Xinjiang, Tibet memiliki beberapa keuntungan yang mendukungnya. Sejauh ini agama menjadi perhatian, bagi masyarakat Internasional. Buddhisme Tibet memiliki banyak hal yang atraktif, penuh warna dan elemen eksotis yang sangat menarik perhatian orang.
Seperti kisah tentang pencarian terhadap Dalai Lama dan keyakinan mengenai statusnya. Kisah ini menyediakan narasi yang menarik, bahkan dengan tanpa berbagi kepercayaan Buddha. Sedangkan Uyghur memiliki perbedaan menjadi Islam, dengan semua syarat yang dibawanya secara historis dan saat ini.
Meskipun Rebiya Kadeer telah menyatakan tertarik untuk menjadi sesuatu seperti Dalai Lama, karena Budaya dan Agama yang signifikan berbeda antara dua daerah otonom, hal itu akan menjadi perjuangan yang berat baginya untuk mengangkat isu-isu Xinjiang untuk mendapat simpati dan pengakuan Internasional yang sama seperti orang Tibet.
Selanjutnya, mengingat catatan sejarah tiongkok, kita tidak boleh menipu diri sendiri tentang apa yang dapat dicapai oleh Tiongkok dalam kampanye politik dan mencoba meningkatkan kesadaran isu internasional.
Pihak berwenang Tiongkok baru saja membuktikan bahwa sejak tahun 1949 mereka akan melakukan apa yang mereka inginkan tanpa memperhatikan pendapat dari komunitas internasional yang lebih luas. Memang, cara PKT memperlakukan lawan politiknya tak ubahnya seperti seorang tawanan yang mengenakan jaket pengikat (yang biasanya digunakan untuk mengikat orang gila yang sering berontak).
Jika mereka tidak suka memakainya dan berusaha melawan, hal itu hanya akan menariknya lebih erat/ketat.
Apabila Rebiya Kadeer akhirnya tidak mengikuti jalur Dalai Lama, mungkin sekarang ini kita mempunyai sedikit informasi tentang Xinjiang yang mungkin hanya berupa sebuah rangkaian tur promosi internasional dan siklus perhatian media selama rentang dekade ini.
Sangat sedikit atau bahkan tidak ada kemajuan nyata yang dibuat dalam negeri Tiongkok, kecuali, tentu saja, apakah mungkin terjadi perubahan substantif di Beijing.(lsn)
Robert Burns adalah seorang pengamat masalah sosial Internasional yang bermukim di Australia.