EtIndonesia. Jutaan orang di Tiongkok tersentuh oleh foto kelulusan khusus yang diambil sekelompok remaja bersama teman sekelas mereka di rumah sakit pada hari terakhir hidupnya.
Pada tanggal 17 Mei, lebih dari 50 siswa dari kelas kelulusan sekolah menengah pertama di Sekolah Menengah Yilong, di Provinsi Sichuan, Tiongkok barat daya, berjalan lebih dari dua kilometer dari sekolah ke Rumah Sakit Rakyat Yilong bersama guru-guru mereka.
Mereka berada di sana untuk mengambil foto kelulusan khusus dengan teman sekelas mereka yang terbaring di tempat tidur, Ren Junjie.
Ren, 15 tahun, didiagnosis menderita limfoma non-Hodgkin, kanker yang berkembang di sistem limfatik, tahun lalu dan berhenti sekolah agar dia dapat dirawat.
Dia pergi ke kota lain untuk perawatan yang lebih baik, dan baru-baru ini dipindahkan kembali ke rumah sakit di dekat rumahnya.
Meskipun hanya sebulan sebelum ujian masuk sekolah menengah atas, yang banyak dianggap sebagai ujian penentu hidup, ayah Ren mengatakan semua teman sekelas putranya datang saat guru mengusulkan ide foto bersama.
Beberapa siswa pergi ke bangsal, membantu Ren mengenakan seragam sekolah, dan mendorongnya ke halaman rumah sakit di tempat tidurnya.
Kelompok itu berpose di sekitar tempat tidur Ren untuk apa yang banyak dikatakan sebagai “foto kelulusan paling istimewa di dunia”.
Mereka juga membawa surat untuk Ren dengan pesan penyemangat dan harapan terbaik, dan hadiah termasuk bola basket yang telah mereka semua tandatangani dan di mana nama Ren juga ditulis.
“Saya berharap Anda bisa sembuh dan segera kembali kepada kami,” tulis seorang siswa.
“Saya mengagumi keberanian Anda untuk melawan penyakit. Cepat sembuh dan bermain gim komputer bersama kami,” tulis yang lain.
Seorang anggota keluarga Ren mengunggah foto bersama dan hadiah di media sosial, berterima kasih kepada para siswa dan guru karena peduli terhadap Ren, dan berharap mereka sukses dalam ujian mereka.
Sayangnya, keluarga Ren mengumumkan kematiannya keesokan harinya.
Dia meninggal pada pukul 4 pagi setelah foto bersama diambil, satu bulan sebelum ulang tahunnya yang ke-16.
Salah satu orangtua dari salah satu teman sekelas Ren mengatakan anaknya meneleponnya sambil menangis tentang kematiannya.
Lebih dari delapan juta pengamat daring telah menyaksikan kisahnya di media sosial, dan mengungkapkan kesedihannya.
Ayahnya mengatakan keluarga menghargai tindakan sekolah untuk mewujudkan mimpinya dan membiarkan keluarga menyimpan kenangan berharga tentang putra kesayangan mereka.
“Dalam foto bersama terakhir dalam hidupnya, di sekelilingnya ada teman sekelas dan guru terbaik di dunia,” kata seorang pengamat daring.
“Dia pergi ke surga keesokan harinya setelah foto bersama. Mungkin dia telah bertahan untuk momen berharga ini,” kata yang lain.
“Para siswa di kelasnya mendapat pelajaran terbaik yang tidak akan pernah bisa mereka pelajari dari buku teks,” kata yang ketiga.
“Di kehidupan selanjutnya, dia akan menjadi anak yang sehat dan bahagia,” komentar yang lain.(yn)
EtIndonesia. Oualata adalah salah satu dari empat kota kuno berbenteng atau “ksour” yang terdaftar di UNESCO, yang pada masa kejayaannya merupakan pusat perdagangan dan keagamaan dan kini menyimpan permata arsitektur yang berasal dari Abad Pertengahan.
Dari atapnya, Sidi Mohamed Lemine Sidiya mengamati kota abad pertengahan Oualata, sebuah harta karun yang menghilang di bawah pasir Gurun Mauritania.
“Ini kota yang luar biasa dan luar biasa,” kata Sidiya, yang berjuang untuk melestarikan tempat yang dikenal sebagai “Pantai Keabadian”.
Oualata adalah salah satu dari empat kota kuno berbenteng atau “ksour” yang terdaftar di UNESCO, yang pada masa kejayaannya merupakan pusat perdagangan dan keagamaan dan kini menyimpan permata arsitektur yang berasal dari Abad Pertengahan.
Pintu-pintu yang dibuat dari kayu akasia dan dihiasi dengan motif-motif tradisional yang dilukis oleh perempuan setempat masih menghiasi kota tersebut.
Naskah-naskah berusia berabad-abad, sumber warisan budaya dan sastra yang kaya yang diwariskan dari generasi ke generasi, juga disimpan di perpustakaan keluarga.
Namun, kota di tenggara dekat perbatasan dengan Mali rentan terhadap kerusakan akibat kondisi ekstrem Sahara.
Di tengah terik panas, tumpukan batu dan dinding yang terkoyak menjadi saksi dampak musim hujan terbaru yang sangat lebat.
“Banyak rumah runtuh karena hujan,” kata seorang warga bernama Khady, yang berdiri di samping rumahnya yang runtuh, yang diwarisinya dari kakek-neneknya.
Eksodus penduduk yang meninggalkan Oualata hanya memperparah masalah.
“Rumah-rumah menjadi reruntuhan karena pemiliknya meninggalkannya,” kata Sidiya, anggota yayasan nasional yang didedikasikan untuk melestarikan kota-kota kuno di wilayah tersebut.
Pasir yang Menyerang
Selama beberapa dekade, populasi Oualata telah berkurang karena penduduk pindah untuk mencari pekerjaan, sehingga tidak ada yang merawat bangunan bersejarah tersebut.
Konstruksi tradisionalnya dilapisi dengan lapisan batu bata lumpur kemerahan yang disebut banco dan dirancang untuk beradaptasi dengan kondisi.
Namun, setelah hujan berhenti, bangunan-bangunan tersebut memerlukan pekerjaan pemeliharaan.
Sebagian besar kota tua kini kosong, dengan hanya sekitar sepertiga bangunan yang dihuni.
“Masalah terbesar kami adalah penggurunan. Oualata tertutup pasir di mana-mana,” kata Sidiya.
Sekitar 80 persen wilayah Mauritania terkena penggurunan — bentuk degradasi lahan yang ekstrem — yang disebabkan oleh “perubahan iklim (dan) praktik pengoperasian yang tidak tepat”, menurut kementerian lingkungan hidup.
Lebih banyak tanaman dan pohon dulunya tumbuh di padang pasir, kata Boubacar Diop, kepala departemen Perlindungan Alam kementerian tersebut.
“Gurun mengalami periode hijau sebelum penggurunan besar-besaran tahun 1970-an menyebabkan terbentuknya bukit pasir,” kata Diop.
Pada tahun 1980-an, masjid Oualata tertutup pasir sehingga “orang-orang berdoa di atas masjid” daripada di dalamnya, kata Bechir Barick, yang mengajar geografi di Universitas Nouakchott.
Meskipun diterjang angin dan pasir, Oualata telah melestarikan peninggalan yang membuktikan kejayaan masa lalunya sebagai kota di jalur perdagangan karavan lintas-Sahara dan pusat pembelajaran Islam.
“Kami mewarisi perpustakaan ini dari para leluhur kami, pendiri kota ini,” kata Mohamed Ben Baty, sambil membalik halaman manuskrip berusia 300 tahun di sebuah bangunan beratap banco yang tetap sejuk meskipun suhu luarnya tinggi.
Seperti para leluhurnya, sang imam adalah gudang pengetahuan selama hampir 1.000 tahun, yang diturunkan dari garis keturunan panjang para ulama Al-Qur’an.
‘Berharga’ bagi para peneliti
Perpustakaan keluarga tersebut memiliki 223 manuskrip, yang tertua berasal dari abad ke-14, kata Ben Baty.
Di sebuah ruangan kecil yang berantakan, dia membuka setengah lemari untuk memperlihatkan isinya yang berharga: tulisan-tulisan berusia berabad-abad yang mungkin dulunya tampak diragukan keberadaannya.
“Buku-buku ini, dulunya, sangat tidak terawat dan mudah rusak,” kata Ben Baty, sambil menunjuk noda air pada lembaran yang dimasukkan ke dalam kantong plastik.
Dulu, buku-buku disimpan di dalam peti “tetapi saat hujan, air meresap dan dapat merusak buku-buku,” katanya.
Sebagian atap runtuh delapan tahun lalu saat musim hujan.
Pada tahun 1990-an, Spanyol membantu mendanai pendirian perpustakaan di Oualata yang menampung lebih dari 2.000 buku yang dipugar dan disalin secara digital.
Namun, karena kurangnya dana sekarang, pelestarian buku-buku ini bergantung pada niat baik beberapa penggemar, seperti Ben Baty, yang bahkan tidak tinggal di Oualata sepanjang tahun.
“Perpustakaan tersebut membutuhkan ahli yang berkualifikasi untuk memastikan pengelolaan dan keberlanjutannya karena perpustakaan tersebut berisi banyak sekali dokumentasi berharga bagi para peneliti di berbagai bidang: bahasa, ilmu Al-Qur’an, sejarah, astronomi,” tambahnya.
Oualata tidak memiliki pariwisata yang dapat diandalkan — tidak memiliki hotel dan kota terdekat berjarak dua jam perjalanan darat.
Kota ini juga berada di wilayah yang banyak negara sarankan untuk tidak dikunjungi karena ancaman kekerasan jihadis.
Menghadapi gurun yang semakin luas, pohon-pohon ditanam di sekitar kota tiga dekade lalu, tetapi itu tidak cukup, kata Sidiya.
Beberapa inisiatif telah berupaya menyelamatkan Oualata dan tiga kota kuno lainnya, yang tercantum dalam Daftar Warisan Dunia UNESCO pada tahun 1996.
Sebuah festival tahunan diadakan di salah satu dari empat kota tersebut untuk mengumpulkan uang guna merenovasi dan berinvestasi guna mengembangkan kota-kota tersebut dan mendorong orang-orang untuk tetap tinggal.
Begitu matahari terbenam di balik pegunungan Dhaar dan udara menjadi dingin, ratusan anak-anak keluar ke jalan-jalan dan Oualata menjadi hidup.(yn)
EtIndonesia. Squat sangat baik untuk kita, dan melakukan 20 squat setiap hari sudah pasti dapat meningkatkan kesehatan.
Squat adalah latihan seluruh tubuh yang kuat yang terutama menargetkan tubuh bagian bawah termasuk paha, pinggul, dan bokong, sekaligus melibatkan inti tubuh dan memperbaiki postur tubuh.
Melakukan 20 squat sehari mungkin tampak sederhana, tetapi bila dilakukan secara konsisten dengan bentuk yang tepat, hal itu dapat meningkatkan kekuatan, memperbaiki keseimbangan, dan mendukung kesehatan metabolisme secara keseluruhan. Gerakan gabungan ini juga merangsang kelompok otot utama yang membantu aktivitas sehari-hari seperti berjalan, menaiki tangga, dan mengangkat.
Di bawah ini kami membahas banyak manfaat melakukan 20 squat setiap hari.
10 Manfaat kesehatan dari melakukan 20 squat setiap hari
Memperkuat otot tubuh bagian bawah
Squat menargetkan otot-otot utama tubuh bagian bawah: paha depan, paha belakang, bokong, dan betis. Melakukan 20 squat setiap hari dapat meningkatkan kekencangan dan kekuatan otot, membantu meningkatkan kemampuan Anda untuk berjalan, berlari, atau menaiki tangga dengan mudah dan mengurangi risiko cedera kaki.
Meningkatkan kekuatan dan stabilitas inti
Squat terutama melatih kaki, tetapi juga mengaktifkan otot inti untuk menjaga keseimbangan dan postur tubuh. Squat secara teratur meningkatkan kekuatan perut dan punggung bawah, yang berkontribusi pada stabilitas keseluruhan yang lebih baik dan mengurangi nyeri punggung.
Meningkatkan fleksibilitas dan mobilitas
Melakukan squat memerlukan gerakan pinggul, lutut, dan pergelangan kaki, yang dapat meningkatkan fleksibilitas dan mobilitas sendi dari waktu ke waktu. Ini membantu gerakan sehari-hari, mengurangi kekakuan, dan mendukung postur dan keselarasan yang lebih baik.
Meningkatkan metabolisme
Karena squat melibatkan kelompok otot besar, squat merangsang lebih banyak pembakaran kalori daripada latihan isolasi. Melakukan 20 squat setiap hari meningkatkan massa otot, yang pada gilirannya meningkatkan laju metabolisme istirahat Anda, membantu tubuh Anda membakar lebih banyak kalori sepanjang hari.
Membantu dalam manajemen berat badan
Jika dikombinasikan dengan diet sehat, squat yang konsisten membantu pembakaran lemak dan pembentukan tubuh. Peningkatan massa otot ramping meningkatkan komposisi tubuh, membuatnya lebih mudah untuk mengelola atau menurunkan berat badan.
Meningkatkan keseimbangan dan koordinasi
Squat melatih tubuh Anda untuk bergerak dengan cara yang terkendali dan seimbang. Hal ini meningkatkan koordinasi neuromuskular, yang tidak hanya meningkatkan kinerja latihan tetapi juga mengurangi risiko terjatuh dan cedera dalam kehidupan sehari-hari.
Memperkuat tulang dan sendi
Tekanan ke bawah selama squat membantu memperkuat tulang, terutama di pinggul dan kaki. Jongkok secara teratur meningkatkan kepadatan tulang dan kesehatan sendi, sehingga menurunkan risiko osteoporosis seiring bertambahnya usia.
Meningkatkan postur tubuh yang lebih baik
Squat membutuhkan tulang belakang yang tegak dan inti tubuh yang aktif. Melakukannya setiap hari memperkuat kebiasaan postur tubuh yang baik, memperkuat otot punggung, dan mengurangi membungkuk, yang sangat penting bagi orang yang duduk dalam waktu lama.
Meningkatkan sirkulasi darah dan pencernaan
Pergerakan otot-otot besar di tubuh bagian bawah meningkatkan sirkulasi darah, yang mendukung kesehatan kardiovaskular. Jongkok juga dapat memijat organ perut dengan lembut, membantu pencernaan dan mengurangi kembung atau sembelit.
Meningkatkan rasa percaya diri dan kekuatan mental
Menetapkan tujuan kecil dan konsisten seperti 20 squat setiap hari akan membangun disiplin dan kesadaran tubuh. Melihat peningkatan fisik dan merasa lebih kuat dapat meningkatkan harga diri, kepercayaan diri, dan kesejahteraan mental secara keseluruhan.(yn)
Setelah Kongres Nasional ke-20 Partai Komunis Tiongkok (PKT), konflik internal dan perpecahan di tingkat elit telah menjadi terang-terangan. Serangkaian pejabat tinggi seperti Qin Gang, Li Shangfu, dan He Weidong dilaporkan “menghilang” atau terdepak. Sejak tahun lalu, kabar tentang runtuhnya kekuasaan Xi Jinping merebak luas, dengan loyalisnya di militer satu per satu disingkirkan
EtIndonesia. Sejak Juli 2023, banyak jenderal senior militer Tiongkok telah diselidiki. Pada tahun 2024, pengawas militer Xi Jinping, yaitu Zhong Shaojun (saat itu menjabat sebagai Direktur Kantor Komisi Militer Pusat dan Kantor Ketua CMC), serta Chen Guoqiang, Wakil Sekretaris Disiplin Khusus CMC, telah dipindahkan dari posisinya.
Sejak tahun lalu, loyalis militer Xi seperti Miao Hua, Direktur Departemen Politik Komisi Militer Pusat, diselidiki. Setelah Kongres Dua Sesi tahun ini, loyalis lainnya, Wakil Ketua CMC He Weidong, juga dikabarkan sedang diselidiki, dan baru-baru ini beredar kabar bahwa ia telah meninggal dunia. He Hongjun, Wakil Direktur Eksekutif Departemen Kerja Politik CMC, dilaporkan bunuh diri saat dalam tahanan.
Di sisi lain, sejumlah pejabat tinggi yang diangkat langsung oleh Xi Jinping seperti Komandan Pasukan Polisi Bersenjata Wang Chunning, Komandan Pasukan Roket Wang Houbin, Komisaris Politik Angkatan Laut Yuan Huazhi, dan mantan Komisaris Politik Angkatan Darat Qin Shutong, semuanya dikabarkan sedang diselidiki. Otoritas belum memberikan klarifikasi atau bantahan resmi atas rumor-rumor ini.
Pada April lalu, Yuan Hongbing, seorang ahli hukum liberal yang tinggal di pengasingan, mengatakan kepada media New Tang Dynasty bahwa informan dari dalam sistem PKT menyebut Miao Hua dan tiga sekretarisnya telah menyebut lebih dari 1.300 perwira militer dalam penyelidikan mereka, memicu ketakutan besar di kalangan militer.
Pada 27 Mei, pengamat independen Cai Shenkun dalam program medianya menyatakan bahwa setelah Sidang Pleno Ketiga tahun lalu, Xi Jinping menunjukkan tanda-tanda kehilangan kekuasaan, dan kondisi kesehatannya memburuk. Saat itu juga terjadi perubahan besar dalam struktur kekuasaan partai dan militer, yang menunjukkan adanya pertempuran internal yang sangat sengit.
Baru-baru ini, sumber terpercaya mengungkapkan bahwa Xi Jinping telah kehilangan kekuasaan pada April 2024. Meskipun sempat mencoba melakukan serangan balik, termasuk dengan menggunakan senjata, upaya tersebut berakhir dengan kegagalan.
Komentator politik Zhong Yuan dalam artikelnya di Epoch Times menyatakan bahwa rumor politik di Beijing semakin panas, dan apakah Xi akan mundur sepenuhnya atau hanya sebagian telah menjadi topik publik. Laporan mengenai loyalis Xi di militer yang disingkirkan atau dipaksa bunuh diri terus bermunculan, menggambarkan hasil dari kegagalan upaya balasan Xi. Dalam sejarah PKT, konflik internal selalu bersifat “hidup atau mati”.
Penulis menyebut bahwa Komandan Polisi Bersenjata Wang Chunning dan Komisaris Politik Zhang Hongbing—keduanya orang kepercayaan Xi—dilaporkan telah ditangkap. Alasan penangkapan bukan hanya karena korupsi atau kesetiaan terhadap Xi, tetapi karena mereka diam-diam menggerakkan pasukan untuk mencoba menjatuhkan musuh politik Xi—namun gagal dan akhirnya dikendalikan pihak lain.
Analisis menunjukkan bahwa setelah Xi kehilangan kendali atas militer, Zhang Youxia dan kelompoknya mengambil alih kendali de facto atas Komisi Militer Pusat, dan seluruh pergerakan pasukan harus melalui mereka. Jika Wang dan Zhang menggerakkan pasukan tanpa izin CMC, maka hal itu dianggap kudeta militer atau pemberontakan bersenjata, yang akan langsung ditumpas—bahkan bisa terjadi baku tembak dalam prosesnya.
Jika Xi benar mencoba menggunakan polisi bersenjata untuk balas menyerang namun gagal, dan jika para loyalisnya masih belum menyerah, maka tokoh seperti He Weidong mungkin nekat mencoba serangan terakhir, namun hasilnya tampak lebih tragis dan menyeluruh. Setelah Kongres Dua Sesi PKT, He Weidong pun hilang dari pandangan publik.
Baru-baru ini juga muncul laporan bahwa Miao Hua dan He Weidong membentuk “kelompok politik”, dan kasus ini telah diumumkan ke seluruh jajaran militer.
Cai Shenkun juga menyebut bahwa pada paruh kedua tahun lalu, kampanye anti-korupsi dalam militer menyasar para loyalis Xi dari Divisi ke-31, dan bahwa Xi sempat ingin menggunakan Miao Hua dan He Weidong untuk menggulingkan Zhang Youxia, namun justru diserang balik oleh Zhang dan para veteran senior partai.
Cai meyakini bahwa Zhang Youxia dan para veteran militer telah membahas berbagai kebijakan Xi dan akhirnya memutuskan untuk mengambil tindakan terhadapnya.
Sidang Pleno Keempat Komite Sentral ke-20 PKT, yang seharusnya diadakan pada musim gugur 2024, masih tertunda hingga kini. Di tengah memburuknya situasi ekonomi Tiongkok, rumor dan spekulasi tentang kemungkinan lengsernya Xi Jinping terus beredar.
Du Zheng, komentator independen, dalam artikelnya di media Taiwan Up Media pada 26 Mei menulis bahwa jika benar telah terjadi “kudeta Beidaihe” oleh para veteran partai, maka Sidang Pleno Keempat bisa berubah menjadi forum pertanggungjawaban atas kepemimpinan Xi. Dalam skenario ini, sistem pemerintahan PKT akan runtuh bersamaan dengan jatuhnya Xi, dan kekuasaan dapat bertransisi secara damai menuju sistem demokrasi, sehingga tidak akan ada lagi konsep “penerus Xi.” (Hui)
Sumber : NTDTV.com
Zhongnanhai : Kantor Pusat dan Komplek Partai Komunis Tiongkok di Beijing
EtIndonesia. Setelah pemerintah Trump melarang Universitas Harvard menerima mahasiswa internasional, hubungan jangka panjang Harvard dengan Partai Komunis Tiongkok (PKT) dalam bidang akademik dan pendanaan kembali mencuat ke permukaan, memicu kekhawatiran tentang keamanan nasional AS, infiltrasi akademik, serta pencurian teknologi.
“Kami ingin mendapatkan daftar mahasiswa asing itu, kami akan menyelidiki apakah mereka bermasalah. Saya mengasumsikan banyak dari mereka tidak bermasalah, tapi saya juga berasumsi banyak orang di Harvard bermasalah. Dan satu hal lagi, mereka sangat anti-Semit, semua orang tahu itu, dan situasi ini harus segera dihentikan,” ujar Presiden AS Donald Trump pada 25 Mei 2025.
Pemerintah Trump melarang Harvard menerima mahasiswa internasional bukan hanya karena dituding memicu kekerasan dan anti semitisme yang menciptakan lingkungan kampus yang tidak aman, tetapi juga karena universitas elit ini dianggap “terlalu pro-PKT”.
“Tiongkok (PKT) ingin belajar teknologi dan pengetahuan tercanggih dari universitas papan atas AS seperti Harvard. Tapi di sisi lain, mereka juga ingin menyusup dan memanfaatkan universitas ini untuk kepentingan propaganda, dengan berbagai cara seperti menyumbang dana agar lebih banyak mahasiswa dari Tiongkok bisa diterima di Harvard. Bahkan, mereka menggunakan Harvard sebagai batu loncatan ke universitas lain atau lembaga pemerintah AS. Jadi, motifnya bukan sekadar menuntut ilmu, tetapi juga untuk infiltrasi, propaganda, dan menjadikan universitas ini basis perang kognitif atau perang teknologi di AS,” kata peneliti dari Institut Riset Pertahanan dan Keamanan Nasional Taiwan, Shen Mingshi.
Departemen Keamanan Dalam Negeri AS (DHS) baru-baru ini menuduh Harvard bekerja sama dengan PKT dalam jangka panjang dan melakukan berbagai pelanggaran.
Tuduhan mencakup kerjasama Harvard dengan pihak PKT dalam proyek yang didanai oleh agen intelijen Iran, serta kolaborasi dengan universitas di Tiongkok yang memiliki latar belakang militer, menggunakan dana dari Departemen Pertahanan AS untuk penelitian dirgantara dan optik.
“Melalui kasus Harvard, kita bisa melihat pola dasar infiltrasi PKT ke luar negeri—mengatasnamakan kerja sama pendidikan, pertukaran budaya, dan saling menguntungkan. Namun kenyataannya, ini adalah bentuk penggerogotan, pencurian, dan ekspansi pengaruh,” ujar Li Yuanhua, mantan dosen Universitas Normal Ibu Kota Beijing.
Menurut laporan, kerja sama Harvard dengan PKT juga membuahkan donasi dalam jumlah besar. Misalnya, taipan properti asal Hong Kong, Chen Qizong, melalui yayasan keluarganya, menyumbang USD 350 juta kepada Harvard pada tahun 2014. Chen merupakan anggota China-United States Exchange Foundation, organisasi yang berbasis di Hong Kong dan telah diklasifikasikan sebagai agen asing oleh AS.
“Hubungan Harvard dengan Tiongkok mencerminkan strategi infiltrasi global PKT. Melalui kerja sama pendidikan dan donasi atas nama individu yang sebenarnya bermuatan politik, PKT berusaha menarik atau menyusup ke universitas terkemuka AS. Tujuannya adalah mencuri hasil riset teknologi negara maju, menyebarkan pandangan politik mereka, dan menjadikan kampus-kampus ini basis propaganda luar negeri PKT,” kata Li Yuanhua.
Para ahli mengingatkan bahwa negara-negara Barat harus waspada terhadap bahaya infiltrasi PKT.
Li Yuanhua menyimpulkan: “Barat seharusnya mengambil pelajaran dari kasus infiltrasi PKT ke Harvard. Jangan hanya menilai dari sisi ekonomi atau kepentingan universitas semata, tapi harus memandangnya sebagai ancaman nyata komunisme terhadap kemanusiaan.”
Menurut laporan dari The Epoch Times yang mengutip data dari Administrasi Layanan Umum AS, pemerintahan Trump tengah bersiap mengakhiri semua kontrak federal tersisa dengan Harvard, yang totalnya diperkirakan mencapai 100 juta dolar AS. (Hui/asr)
Laporan oleh Tang Rui dan reporter khusus Luo Ya, New Tang Dynasty Television
EtIndonesia. Konflik Rusia-Ukraina kembali memasuki babak baru setelah serangkaian peristiwa dramatis di penghujung Mei 2025. Setelah peringatan keras dari Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, terhadap Vladimir Putin, Moskow secara tiba-tiba mengajukan proposal perundingan damai berikutnya dengan Ukraina yang rencananya digelar pada 2 Juni 2025 di Istanbul, Turki. Di saat yang sama, sekutu-sekutu utama Barat seperti Jerman, Inggris, dan Prancis mengambil langkah bersejarah dengan mencabut batasan jangkauan senjata yang boleh digunakan Ukraina, sehingga membuka peluang bagi Kyiv untuk menyerang langsung ke wilayah Rusia.
Langkah Rusia yang secara mendadak mengusulkan putaran perundingan damai di Istanbul langsung menarik perhatian dunia internasional. Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov, menyampaikan bahwa pihaknya telah menyiapkan dokumen memorandum yang akan dibawa oleh delegasi yang dipimpin Vladimir Medinsky. Delegasi ini, menurut Lavrov, tidak hanya membawa proposal perdamaian, tetapi juga klarifikasi dan dokumen resmi lain yang dinilai penting untuk proses negosiasi.
Medinsky sendiri, lewat kanal Telegram, menyebut bahwa dia telah menghubungi Menteri Pertahanan Ukraina, Rustem Umerov, untuk menyampaikan rincian proposal Rusia, termasuk tanggal dan lokasi perundingan berikutnya. Saat ini, Moskow mengaku masih menanti respons resmi dari pihak Ukraina.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova, menambahkan bahwa sesuai konsensus yang telah tercapai sebelumnya, kedua belah pihak kini tengah menyiapkan visi dan solusi masing-masing terkait penghentian perang. Visi tersebut akan dipertukarkan dalam forum perundingan yang disiapkan di Istanbul.
Syarat Keras dari Kremlin
Sejumlah sumber diplomatik Rusia mengungkapkan bahwa syarat utama yang diajukan Presiden Putin untuk mengakhiri perang sangat tegas dan berat. Syarat itu di antaranya:
Jaminan tertulis dari negara-negara Barat bahwa NATO tidak akan melakukan ekspansi ke arah Timur.
Pencabutan sanksi ekonomi terhadap Rusia sebagai bagian dari kesepakatan damai.
Penolakan eksplisit bagi Ukraina, Georgia, Moldova, dan negara-negara eks-Uni Soviet lainnya untuk bergabung dengan NATO.
Netralitas Ukraina secara permanen dan perlindungan bagi warga Rusia yang berada di wilayah Ukraina.
Pengakuan atas wilayah Donbas dan Ukraina Timur sebagai bagian dari wilayah yang berada di bawah pengaruh Rusia.
Putin juga menegaskan bahwa jika syarat-syarat tersebut tidak bisa dipenuhi, dia siap menempuh jalur militer yang lebih keras, bahkan mendorong garis depan perang semakin jauh ke wilayah Ukraina, untuk memaksa Kyiv dan Eropa merasakan “pahitnya perdamaian” versi Kremlin.
Kremlin juga meyakini, seberat apa pun sanksi ekonomi dari Barat, Rusia akan tetap mampu bertahan dan melanjutkan operasi militer dalam jangka panjang.
Trump Beri Peringatan, Barat Ubah Aturan Main
Pada 27 Mei 2025, Donald Trump melalui media sosial “Truth Social” melontarkan peringatan tajam bahwa Putin sedang “bermain api”. Trump menegaskan perlunya upaya serius untuk mencari solusi damai, namun menyoroti kerasnya posisi Rusia yang tetap mengutamakan kepentingan nasionalnya di atas segalanya.
Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, sehari setelahnya mengakui bahwa pemerintah Trump memang tengah melakukan berbagai upaya besar guna menemukan jalan damai atas konflik Rusia-Ukraina. Meski demikian, dia menegaskan bahwa Rusia tetap memprioritaskan kepentingan strategis dan keamanan nasional.
Di sisi lain, sumber CNN mengungkapkan bahwa Pemerintah AS telah menyiapkan sejumlah opsi untuk meningkatkan tekanan terhadap Moskow. Trump, dalam salah satu pernyataan publiknya, menyebut kemungkinan diberlakukannya sanksi baru terhadap Rusia serta pencabutan seluruh pembatasan senjata era Biden bagi Ukraina. Hal ini membuka jalan bagi Ukraina untuk memakai amunisi presisi buatan AS dalam menyerang sasaran penting di wilayah Rusia, termasuk pangkalan militer.
Barat Longgarkan Batasan Senjata: Ukraina Bebas Serang Wilayah Rusia
Pada forum Eropa tanggal 26 Mei, Kanselir Jerman, Friedrich Merz menegaskan bahwa Jerman, Inggris, Prancis, dan Amerika Serikat telah sepakat menghapus batas jangkauan senjata yang diperbolehkan untuk Ukraina. Artinya, Ukraina kini secara legal dapat menggunakan sistem senjata jarak jauh untuk menghantam target militer di jantung Rusia.
Langkah berani ini segera direspons oleh Jerman yang pada 28 Mei mengumumkan paket bantuan militer baru senilai 5,7 miliar dolar AS, termasuk bantuan untuk produksi rudal jelajah jarak jauh bagi Ukraina.
Serangan Drone Ukraina ke Jantung Rusia: Moskow Lumpuh Sementara
Tak lama setelah keputusan tersebut diumumkan, Kementerian Pertahanan Rusia melalui Telegram mengumumkan terjadinya serangan drone Ukraina paling masif sepanjang sejarah perang. Dalam kurun tiga jam sebelum tengah malam, sebanyak 112 drone Ukraina menyerang enam wilayah Rusia. Seluruh drone, menurut militer Rusia, berhasil dihancurkan atau diintersep. Walikota Moskow, Sergei Sobyanin, menyebutkan 33 drone berhasil ditembak jatuh di sekitar ibu kota.
Serangan beruntun seperti ini sangat jarang terjadi di Moskow. Penerbangan sipil di tiga bandara utama Moskow pun terpaksa ditunda atau dialihkan ke lokasi lain demi alasan keamanan. Hampir 300 drone Ukraina dikabarkan diluncurkan hanya dalam satu malam, khusus menargetkan wilayah Moskow dan sekitarnya, meski otoritas Rusia memastikan tidak ada kerugian besar yang terjadi.
Zelenskyy Bongkar Strategi Rusia: 50.000 Pasukan Dikerahkan ke Perbatasan Sumy
Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, menyampaikan bahwa Rusia kini telah mengerahkan lebih dari 50.000 pasukan ke wilayah dekat perbatasan Sumy, timur laut Ukraina. Tidak hanya tentara biasa, namun juga pasukan elit, sebagai bagian dari upaya membentuk “zona penyangga” untuk melindungi Rusia dari serangan balik Ukraina.
Menurut Zelenskyy, Rusia kini mencoba memaksa pasukan Ukraina mundur dari perbatasan Kursk dan sedang mempersiapkan operasi besar-besaran ke wilayah Sumy. Namun, dia menegaskan bahwa pasukan Ukraina akan tetap bertahan dan tidak akan mundur dari Kursk hingga tercapai gencatan senjata yang permanen.
Kesimpulan: Babak Baru Perang, Perdamaian atau Eskalasi Lebih Lanjut?
Gelombang peristiwa dalam sepekan terakhir memperlihatkan bahwa perang Rusia-Ukraina tengah memasuki fase kritis. Dengan Rusia yang kini menawarkan perundingan di Istanbul sambil mengajukan syarat keras, dan Barat yang semakin berani melepas batasan dukungan militer bagi Ukraina, situasi bisa berubah drastis—menuju perdamaian atau justru eskalasi konflik lebih besar.
Apakah perundingan damai di Istanbul benar-benar bisa menjadi titik balik? Ataukah ini hanya awal dari babak baru konflik yang makin tidak terkendali? Dunia menahan napas menanti, sementara langit Eropa Timur masih dipenuhi suara drone dan dentuman artileri.
Dunia ini saat ini sedang kacau. Dalam waktu bersamaan, perang terjadi di berbagai belahan dunia: perang Rusia-Ukraina, konflik Timur Tengah, sebelumnya juga perang India-Pakistan, tampaknya tidak saling berkaitan. Namun jika dilihat lebih dalam, akar masalahnya berkaitan dengan dua hal: sisa-sisa komunisme dan tangan hitam ekstremis.
Trump: Kita Harus Melawan Komunis dan Fasis di Mana Pun!
Beberapa hari lalu adalah Hari Peringatan Prajurit Gugur di AS. Penulis sempat melewatkan satu unggahan penting dari Trump, yang sangat berapi-api. Ia pertama-tama menuding “musuh dalam negeri” yang berupaya menghancurkan Amerika, lalu pada bagian akhir menyampaikan inti dari pesannya: “Kita harus melawan komunis, Marxis, dan babi fasis di mana pun, agar Amerika kembali hebat!”
Walau tampak sebagai penghormatan kepada prajurit, ini sebenarnya pernyataan politik Trump yang sangat terang-terangan.
Menurut penulis, sebutan “komunis” dan “Marxis” ini tidak hanya ditujukan ke luar negeri seperti Partai Komunis Tiongkok (PKT), tetapi juga ke dalam negeri Amerika. Banyak orang tidak menyadari bahwa selain negara-negara seperti PKT yang masih mengusung komunisme, kaum kiri ekstrem di AS—seperti Bernie Sanders dan AOC dari Partai Demokrat—secara terbuka menyebut diri mereka sebagai penganut sosialisme.
Israel Beri Ultimatum dan Gempur Pasukan Perdamaian PKT
Saat Trump mengecam kaum komunis, Israel justru benar-benar menembaki pasukan “perdamaian” PKT. Menurut media Israel, pada 21 Mei, Israel mengeluarkan ultimatum kepada pasukan perdamaian PKT di Tepi Barat dan Lebanon agar segera mundur. Bahkan, Israel juga sempat melepaskan tembakan peringatan ke arah diplomat PKT.
Biasanya negara lain akan berhenti pada ancaman saja, tapi Israel terkenal serius jika soal militer. Maka, pada 25 Mei, karena tidak mendapat respons dari pihak PKT, Israel langsung melancarkan serangan artileri ke posisi pasukan perdamaian PKT di Lebanon. Akibatnya, 4 tentara “serigala perang” tewas di tempat dan fasilitas misi perdamaian rusak berat!
Masalahnya bertambah pelik karena pasukan perdamaian PKT bernaung di bawah PBB. Israel dikonfirmasi PBB sebagai pihak yang melempar bom. Namun Israel berdalih ini adalah salah sasaran karena kesalahan peta, dan menolak meminta maaf. Intinya, selama peta masih salah, bisa saja salah sasaran lagi.
Yang katanya pemberani dan sanggup angkat bendera merah PKT seperti di film-film Wu Jing, ternyata di dunia nyata justru lembek. Wu Jing sendiri terlalu sibuk untuk datang ke Timur Tengah dan “menakuti” tentara Israel dengan paspor PKT-nya. Akhirnya, pada 27 Mei, media mengungkap bahwa karena tekanan internasional, PKT mulai menarik pasukan dari Lebanon. Bahkan, kabarnya PKT juga mulai mengevakuasi warganya dari Israel. Netizen di PKT bertanya-tanya dengan sedih:
“Benarkah Israel menembak pasukan perdamaian kita? Ada korban jiwa? Kenapa kita tidak gugat mereka?”
Krisis di Rusia: Chechnya Makin Panas
Tahun ini sepertinya sial bagi Putin. Tak hanya perang Ukraina yang mandek, situasi dalam negeri Rusia pun memanas. Baru-baru ini, Putin mengirim tiga brigade motor ke Chechnya, menguatkan rumor bahwa Chechnya akan memberontak!
Awal Mei lalu, Presiden Chechnya Ramzan Kadyrov menyatakan ingin mundur. Tadinya diduga alasan pribadi, namun setelah itu, Kadyrov dua kali menolak menghadiri rapat penting di Moskow. Pada 26 Mei, bocoran dari dalam menyebutkan Putin mengirim tambahan pasukan ke Chechnya.
Kadyrov dikabarkan sudah memindahkan keluarganya dan hartanya ke Qatar. Ini membuat Putin murka. Chechnya memang punya sejarah pemberontakan: dua kali berusaha merdeka namun ditekan Putin. Meski Kadyrov tampaknya setia, dia seperti raja daerah dengan pasukan sendiri. Jika benar terjadi pemberontakan, daerah lain yang juga anti-Putin bisa ikut bergerak.
Jika itu terjadi, Putin bisa terjebak di dua front: perang luar dan krisis dalam negeri. Kekuasaan Putin bisa terguncang hebat!
NATO Buka Batasan Senjata Jarak Jauh untuk Ukraina
Di saat Putin sibuk dengan Chechnya, medan perang Ukraina makin panas. Pada 26 Mei malam, kabar besar muncul: NATO mencabut semua batasan senjata jarak jauh untuk Ukraina! Kini Ukraina bisa menyerang lebih jauh ke wilayah Rusia.
Salah satu senjata yang disebut sangat mengerikan bagi Rusia adalah rudal Taurus dari Jerman dengan jangkauan 500 km. Ini memungkinkan Ukraina menyerang 38 pangkalan udara Rusia, termasuk pangkalan angkatan laut di Novorossiysk, bahkan seluruh wilayah Moskow!
Rudal ini sangat presisi dan kuat, efektif menghancurkan target militer. Jika digunakan, ancaman bagi militer Rusia akan sangat besar.
Komandan Elit Rusia Tewas, Moral Jatuh
Di sisi lain, Rusia juga mengalami pukulan berat: Komandan Divisi Lintas Udara ke-76, Shikhabidov, tewas terbunuh. Ini adalah salah satu unit elite Rusia. Akibatnya, perayaan Hari Kemenangan di Krimea pun dibatalkan. Ini jelas merusak moral pasukan Rusia.
Trump Akan Keluarkan Sanksi Baru untuk Rusia
Menurut Wall Street Journal, Trump kemungkinan akan keluarkan sanksi baru untuk Rusia pekan ini, seperti sanksi keuangan dan tarif sekunder, jika Rusia tidak hentikan agresinya. Trump mengatakan: “Putin tidak menyadari, kalau bukan karena saya, Rusia mungkin sudah mengalami hal-hal yang sangat buruk. Dia sedang bermain api!”
Ledakan Hebat di Pabrik Pestisida Shandong, Seperti Zona Perang
Di tengah kekacauan dunia, PKT juga dilanda bencana besar. Pada 27 Mei pukul 11:57 pagi, terjadi ledakan hebat di sebuah pabrik kimia di Gaomi, Shandong. Pabrik ini bukan sembarangan, melainkan produsen terbesar pestisida chlorpyrifos (dikenal di Taiwan sebagai Taurusong) di dunia, dengan kapasitas produksi 11.000 ton per tahun!
Ledakan menewaskan 5 orang, melukai 19 orang dan 6 orang masih hilang. Asap ledakan membumbung tinggi. Warga sekitar mengatakan rumah mereka bergetar hebat, bahkan bingkai kaca terlempar, peralatan rumah tangga terpental keluar rumah! Video memperlihatkan balkon rusak akibat gelombang kejut.
Siapa di Balik Pabrik Ini?
Pabrik ini dimiliki oleh Youdao Chemical, di mana saham mayoritas (97.375%) dimiliki oleh Haomai Chemical, yang sepenuhnya dikendalikan oleh Haomai Group. Pendiri dan ketua Haomai Group adalah Zhang Gongyun, juga anggota tetap legislatif Gaomi, dan tokoh terkemuka di kota tersebut.
Zhang memulai bisnisnya saat privatisasi BUMN di PKT tahun 1994. Dengan hanya RMB. 40.000 yuan dan dukungan penuh dari pemerintah daerah, ia membeli aset pabrik bernilai RMB. 1 juta , yang saat itu berutang RMB.960.000 . Dengan “dukungan partai”, inilah cara banyak konglomerat PKT bangkit—mengambil alih aset negara dengan harga murah.
Kini, 30 tahun kemudian, Zhang Gongyun memiliki kekayaan sebesar RMB.11,869 miliar , menjadi orang terkaya nomor satu di Gaomi dan peringkat ke-7 di Shandong. Perusahaannya mendominasi pasar dunia dalam empat bidang: cetakan ban, katup udara, peralatan eksplorasi dasar laut, dan komponen gearbox turbin angin . Memiliki pangsa pasar nomor satu di dunia dalam empat segmen pasar, perusahaan ini disebut sebagai Raja Juara Tersembunyi Tiongkok.” (Hui/asr)
EtIndonesia. Berdasarkan surat-surat yang diperoleh oleh The Epoch Times edisi bahasa Inggris, Badan Layanan Umum Federal AS (GSA) pada Senin (27 Mei) telah memberitahukan kepada semua lembaga federal bahwa mereka bersiap untuk mengakhiri sekitar 30 kontrak yang telah ditandatangani dengan Universitas Harvard, dengan total nilai sekitar 100 juta dolar AS. Beberapa kontrak ini dianggap sebagai proyek tidak penting dan bisa langsung dibatalkan, sedangkan yang tergolong proyek penting akan dialihkan ke kontraktor lain.
Dalam surat kepada lembaga-lembaga federal, GSA menekankan bahwa menerima dana federal adalah privilege (hak istimewa), bukan hak. Kepala Badan Pengadaan Federal GSA, Josh Gruenbaum, menyatakan bahwa pemerintah federal sebagai pengelola dana pembayar pajak memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa dana pengadaan hanya mengalir ke mitra yang benar-benar mendukung prinsip anti-diskriminasi dan kepentingan nasional.
Akhir-akhir ini, Harvard menghadapi banyak masalah, mulai dari isu data mahasiswa asing, insiden anti-Yahudi di kampus, hingga kebijakan DEI (diversity, equity, and inclusion / keberagaman, kesetaraan, dan inklusi), yang membuat kampus ini bentrok total dengan pemerintahan Trump.
Menurut Fox News, kontrak-kontrak yang akan dibatalkan mencakup proyek lisensi perangkat lunak senilai 527.000 dolar AS, serta kerja sama penelitian di bidang kesehatan nutrisi dan program pascasarjana.
Dalam pemberitahuannya, Gruenbaum melontarkan kritik keras terhadap Harvard. Ia menuduh universitas tersebut terus melakukan “diskriminasi rasial” dalam proses penerimaan mahasiswa, perekrutan pegawai, penggajian, promosi jabatan, dan pengelolaan publikasi internal. Ia menyebutkan bahwa meskipun Mahkamah Agung telah memutuskan bahwa Harvard melakukan diskriminasi dalam proses penerimaan mahasiswa, universitas ini masih belum menunjukkan tanda-tanda melakukan perbaikan.
Tak hanya itu, surat pemberitahuan tersebut juga menyoroti seringnya terjadi insiden anti-Yahudi di kampus Harvard, serta ketidakmampuan pihak kampus untuk menghentikan peristiwa tersebut dan melindungi mahasiswa Yahudi secara memadai, yang berdampak pada terganggunya proses belajar mereka.
Menteri Keamanan Dalam Negeri, Kristi Noem, pekan lalu menyatakan bahwa Harvard tidak kooperatif dalam menyediakan data pelanggaran yang dilakukan oleh mahasiswa asing. Pemerintah telah meminta universitas tersebut untuk menyerahkan enam jenis informasi dalam waktu 72 jam—termasuk catatan disiplin dan rekaman protes selama lima tahun terakhir—namun hingga kini belum ada tanggapan.
Gedung Putih juga meminta Harvard untuk menghentikan penerimaan mahasiswa internasional yang dianggap “memusuhi nilai-nilai Amerika.” Pemerintah juga mengkritik Harvard dan universitas sejenis yang “terlalu condong ke arah liberal,” dan menekankan pentingnya menjamin keberagaman pandangan dan keseimbangan dalam kebebasan berpendapat.
Presiden Harvard, Alan Garber, bulan lalu menyatakan, “Universitas ini tidak akan melepaskan independensinya, dan juga tidak akan menyerahkan hak-hak yang dijamin oleh Konstitusi.”
Harvard telah mengajukan gugatan terhadap pemerintahan Trump pada April untuk menantang keputusan pembekuan dana federal senilai 2,2 miliar dolar AS. Setelah itu, pemerintah kembali membekukan dana tambahan sebesar 450 juta dolar AS.
Pekan lalu, pemerintahan Trump mencabut kelayakan Harvard untuk menerima mahasiswa internasional, namun keputusan ini untuk sementara dibekukan oleh hakim federal, dan kasusnya masih dalam proses hukum. Harvard menuduh langkah pemerintah ini sebagai aksi balasan terhadap penolakan universitas tersebut atas tekanan politik.
Pada Senin pekan ini, Trump kembali memperingatkan bahwa ia mempertimbangkan untuk mencabut subsidi federal senilai 3 miliar dolar AS kepada Harvard, dan mengalihkan dana tersebut ke sekolah-sekolah vokasi di seluruh negeri.
Sebelumnya, Trump juga pernah menyatakan bahwa ia mempertimbangkan untuk mencabut status bebas pajak Universitas Harvard. (Hui)
Ketika ekonomi Tiongkok terhuyung-huyung, gelombang protes buruh meledak di berbagai penjuru negeri. Puluhan ribu pekerja menuntut gaji yang belum terbayar atau tertunda selama berbulan-bulan. Beberapa pekerja yang diwawancarai oleh The Epoch Times mengaku pabrik tempat mereka bekerja ditutup mendadak, sementara yang lain menyebut tak digaji berbulan-bulan.
Sepanjang April hingga awal Mei, puluhan unjuk rasa mewarnai sejumlah provinsi, menunjukkan kemarahan pekerja yang belum dibayar atau digaji tak sesuai. Sebagian besar dari mereka menuntut pembayaran upah dan tunjangan yang menjadi haknya. Ada pula yang menuding pengusaha sengaja menutup pabrik dan menghilang, atau menahan gaji dan tunjangan selama berbulan-bulan.
Blog Yesterday, sebuah pusat informasi tentang protes di Tiongkok, mencatat lebih dari 60 video protes dan mogok kerja terkait upah antara 1 April hingga 21 Mei. Aksi-aksi ini tersebar di 21 provinsi dan kota, termasuk di lokasi proyek konstruksi Tiongkok di Indonesia.
Para pekerja yang terlibat dalam perselisihan ini berasal dari berbagai sektor, antara lain otomotif, konstruksi, properti, pertambangan, elektronik, farmasi, medis, tekstil, hiburan, hingga sektor pemerintahan.
Dalam gambar kolase ini, pekerja dari berbagai sektor di Tiongkok menggelar protes di berbagai wilayah, termasuk Mongolia Dalam, Hong Kong, dan provinsi Sichuan, Guangdong, Zhejiang, Henan, Jiangsu, Shandong, Chongqing, dan Shanxi pada bulan April dan awal Mei, menuntut pembayaran gaji dan tunjangan yang belum dibayarkan. Screenshot via The Epoch Times, Courtesy of yesterdayprotests.com
Sektor Otomotif Tersengat
Neta Auto, produsen kendaraan listrik yang sempat menjadi bintang di industri otomotif Tiongkok, dikabarkan hanya membayar separuh gaji karyawan sejak September 2024. Seorang pekerja yang enggan disebut namanya demi menghindari pembalasan dari pihak berwenang, mengungkapkan bahwa gajinya dipotong sepihak.
“Saya hanya menerima separuh gaji untuk September dan Oktober [2024], dan mulai November, saya menerima separuh dari gaji yang sudah diturunkan,” kata pekerja tersebut. “Saya digaji 2.690 yuan [sekitar $373] per bulan, itu gaji minimum di Shanghai. Sekitar 2.000 yuan jelas tidak cukup, dan sulit mencari pekerjaan sekarang.”
Pekerja dari berbagai sektor di Tiongkok menggelar puluhan aksi protes pada April dan awal Mei, menuntut gaji dan tunjangan yang belum dibayarkan. Puluhan ribu pekerja mengaku telah berbulan-bulan tidak menerima gaji penuh. Screenshot via The Epoch Times, Courtesy of yesterdayprotests.com
Dia menambahkan, “Di industri otomotif, setidaknya di Shanghai, semua pabrik melakukan PHK—tidak ada yang merekrut.” Karyawan, katanya, tidak menyetujui pemotongan gaji atau penundaan pembayaran, dan manajemen terus menekan mereka untuk mengundurkan diri.
Sebuah surat terbuka dari 6.000 karyawan Neta Auto, yang beredar di media sosial Cina WeChat pada 30 April, menyebutkan bahwa perusahaan berutang kepada setiap pekerja rata-rata lebih dari 100.000 yuan (sekitar $13.850). Surat itu menuding Neta Auto berbohong kepada otoritas lokal dengan mengaku membayar gaji penuh demi mengklaim dukungan keuangan. Manajemen juga dituduh mendorong karyawan membeli saham perusahaan namun kemudian menggelapkan dana tersebut.
Para pekerja menuntut pembayaran penuh gaji plus kompensasi, serta penyelidikan terhadap perusahaan oleh pihak berwenang di Zhejiang.
Neta adalah merek mobil listrik dari Hozon Auto, perusahaan mobil yang berbasis di Shanghai. Pada 2022, Neta menjadi merek terlaris di antara “kekuatan baru” di industri otomotif Tiongkok, dengan lebih dari 152.000 mobil terjual. Namun, Anhui Business Daily melaporkan bahwa strategi harga rendah Neta membuat perusahaan merugi 18,3 miliar yuan antara 2021 dan 2023. Penjualan Neta anjlok pada 2024, dan pada Januari 2025, kurang dari 200 unit mobil terjual.
Dealer-dealer dari seluruh Tiongkok berkumpul untuk hari ketujuh berturut-turut di pabrik Neta Auto, menuntut perusahaan untuk memenuhi tanggung jawab korporasinya di Tongxiang, Provinsi Zhejiang, pada 14 April. Sejak kuartal ketiga 2024, basis produksi utama Neta Auto dilaporkan telah ditutup, meninggalkan dealer tanpa kendaraan untuk dikirimkan selama tujuh bulan dan menghadapi kekurangan suku cadang untuk layanan purna jual. Rumor menyebutkan CEO Zhang Yong telah melarikan diri ke Inggris, sementara netizen mengklaim karyawan hanya menerima setengah gaji mereka selama enam bulan. Screenshot via The Epoch Times, Courtesy of yesterdayprotests.com
Pada 15 April, Yesterday mengunggah video di X yang menunjukkan dealer Neta dari seluruh Tiongkok berkumpul di pabriknya di Zhejiang selama setidaknya seminggu, mendesak pembuat mobil itu memenuhi kewajibannya. Media Tiongkok juga melaporkan bahwa dealer menuntut kompensasi karena tidak menerima mobil yang sudah dipesan dan dibayar, serta tidak bisa mendapatkan suku cadang untuk layanan purna jual.
Pertengahan Mei, agen periklanan Shanghai Yuxing mengajukan permohonan peninjauan kepailitan terhadap Hozon Auto. The Epoch Times tidak dapat menghubungi Hozon untuk dimintai komentar.
Pabrik Mainan Tutup Mendadak
Sekitar 400 pekerja memprotes Weilixing Toys Ltd. setelah perusahaan mendadak mengumumkan pada 6 Mei akan menghentikan produksi tanpa kompensasi. Produsen mainan yang berbasis di Shenzhen, Provinsi Guangdong, ini mengekspor mainan ke Jepang, Amerika Serikat, dan negara lain.
Sebuah pemberitahuan di video yang diunggah Yesterday menyebut Weilixing Toys tidak mampu lagi mempertahankan produksi karena penurunan perdagangan internasional dan kliennya menghentikan kemitraan. Pemberitahuan itu menyatakan pemerintah setempat akan turun tangan menyelesaikan sengketa upah, utang, dan masalah pengangguran, serta perusahaan akan “patuh pada instruksi pemerintah dan peraturan kepailitan.”
Sekitar 400 pekerja melakukan protes selama dua hari berturut-turut, menuntut gaji yang belum dibayarkan dan kompensasi, di Weilixing Toys Ltd. di Shenzhen, Provinsi Guangdong, Tiongkok, pada 7 Mei 2025. Perusahaan tersebut menyatakan bangkrut pada 6 Mei, namun dilaporkan belum membayar gaji atau memberikan kompensasi kepada karyawan. Didirikan pada 1995, produsen mainan yang didanai Hong Kong ini terutama mengekspor produknya ke Jepang, Amerika Serikat, dan negara-negara lain. Screenshot via The Epoch Times, Courtesy of yesterdayprotests.com
Seorang pekerja mengatakan kepada The Epoch Times bahwa pemilik perusahaan terlilit utang 23 juta yuan. Ia menambahkan, pabrik di Shenzhen akan ditutup untuk memindahkan produksi ke fasilitas di Heyuan, kota lapis keempat di provinsi yang sama, sekitar 110 mil dari Shenzhen.
“Gaji pokok dibayar, tapi bonus tidak,” kata pekerja tersebut. “Beberapa pekerja telah bekerja di pabrik selama lebih dari 10 atau 20 tahun—tidak ada kompensasi,” katanya, menambahkan bahwa perusahaan tidak akan membawa karyawan ke pabrik baru.
Selain sekitar 200 pekerja pabrik, subkontraktor dan pemasok yang belum dibayar juga terkena dampaknya. Para demonstran memblokir pemindahan peralatan dari pabrik. Yesterday juga mempublikasikan video yang menunjukkan pekerja berkumpul pada 11 dan 13 Mei di pabrik pemilik yang sama di Heyuan, menuntut pembayaran.
The Epoch Times tidak dapat menghubungi Weilixing Toys untuk dimintai komentar. Sebelumnya, pada April, pekerja pabrik mengatakan kepada The Epoch Times bahwa ekspor sangat terpengaruh oleh perang tarif rezim Tiongkok dengan Amerika Serikat. Seorang karyawan pemerintah setempat di Shenzhen juga menyebut banyak pabrik di wilayahnya pindah ke provinsi lain di mana biaya tenaga kerja lebih murah.
Sektor Barang Elektronik
Di Guangdong, ratusan pekerja Yuangao, produsen peralatan elektronik milik perusahaan Taiwan, mendapati diri mereka terkunci di luar pabrik pada 5 Mei. Yuangao telah meminta pekerja untuk mengambil cuti dua bulan pada April, yang memicu protes selama sebulan karena pekerja merasa dipaksa pergi. Setahun sebelum demonstrasi, Yuangao telah memindahkan sebagian produksinya ke pabrik lain, mengurangi waktu lembur pekerja.
Seorang pekerja yang baru saja meninggalkan perusahaan mengatakan kepada The Epoch Times bahwa karyawan telah dibayar gaji pokok, dan perselisihan adalah tentang kekurangan pembayaran asuransi dan dana jaminan perumahan. Ia mengatakan pemilik Yuangao telah memulai produksi di Vietnam dan ingin menutup pabrik-pabrik di Tiongkok.
Setelah disuruh cuti, “pekerja masih mencatat kehadiran setiap hari, menuntut bonus dan tunjangan,” katanya. “Pemilik kemudian membongkar mesin pencatat waktu di kelima pabrik dan menutup kantin, meningkatkan konflik.” Menurut pekerja tersebut, lima pabrik perusahaan itu awalnya mempekerjakan hingga 6.000 orang, namun kini hanya sekitar 2.000 karyawan, semuanya disuruh cuti. Banyak pekerja sudah paruh baya atau mendekati pensiun, dengan sedikit prospek mencari pekerjaan lain.
Ratusan pekerja melakukan protes terhadap pemutusan hubungan kerja (PHK) di Yuangao, sebuah perusahaan manufaktur peralatan elektronik milik Taiwan, di Huizhou, Provinsi Guangdong, Tiongkok, pada 7 Mei 2025. Sebuah spanduk yang dipegang oleh para demonstran bertuliskan, “Pekerja berjuang untuk mengajukan keluhan, sementara bos yang tak berbelas kasih menghindari tanggung jawab—bagaimana mereka bisa hidup dengan hati nurani mereka?” Screenshot via The Epoch Times, Courtesy of yesterdayprotests.com
The Epoch Times tidak dapat menghubungi perusahaan-perusahaan tersebut untuk dimintai komentar.
Seorang karyawan Sengled Optoelectronics Co., Ltd., produsen lampu di Zhejiang, mengatakan kepada The Epoch Times bahwa lebih dari 1.000 pekerja memprotes pihak berwenang setempat karena pabrik tersebut tidak membayar upah selama berbulan-bulan dan berutang sejumlah besar uang kepada mereka. “Pabrik seharusnya sudah ditutup sejak lama,” katanya.
Menurut Yesterday, produsen yang terlibat dalam protes dan mogok kerja terkait upah dalam tujuh minggu terakhir termasuk pembuat gigi palsu di Chengdu, Provinsi Sichuan; pabrik pakaian dan pembuat sepatu di Guangdong; pembuat sepatu di Chongqing; Leader Tech Electronics di Sichuan dan Hubei; produsen kertas di Shandong dan Guangdong; pabrik tepung di Henan; Ruiying Pharmaceutical di Shandong; dan Changqing Biology Science and Technology di Shanxi.
Proyek Konstruksi di Indonesia Terpukul
Seorang pekerja agen Tiongkok yang sementara tinggal di zona ekonomi Kalimantan Utara, Indonesia, mengatakan ia masih menunggu gaji untuk Januari dan April. Ia bekerja pada proyek pembangunan pabrik aluminium di bawah perusahaan milik negara China Nonferrous Metals Industry’s 12th Metallurgical Construction Co., Ltd.
“Tidak banyak pekerjaan sekarang, jadi perusahaan ingin memberhentikan orang,” katanya. Pekerja konstruksi itu menambahkan, agen mengada-ada tentang pekerjaan buruh dan mengatakan mereka tidak lagi diinginkan. “Enam atau tujuh orang telah pergi, dan biaya penerbangan serta pemrosesan visa dipotong dari gaji mereka,” katanya. “Misalnya, jika Anda diberhentikan setelah satu bulan, mereka akan memotong 11 bulan biaya visa.”
Awal bulan ini, ketika ia dan rekan-rekannya menghalangi seorang manajer untuk menuntut gaji, manajer mengancam akan menabrak mereka. Pada 7 Mei, Yesterday melaporkan di X bahwa pekerja konstruksi Tiongkok di zona ekonomi Kalimantan Utara melakukan mogok kerja pada 6 Mei terkait upah yang belum dibayar oleh China Nonferrous Metals Industry’s 12th Metallurgical Construction Co., Ltd.
Video menunjukkan pekerja Tiongkok dan Indonesia dari China’s 19th Metallurgical Group Corp., Ltd. melakukan aksi mogok kerja untuk memprotes gaji yang belum dibayarkan di Indonesia pada tanggal 16 dan 18 April 2025. Screenshot via The Epoch Times, Courtesy of yesterdayprotests.comVideo menunjukkan pekerja Tiongkok dan Indonesia dari China’s 19th Metallurgical Group Corp., Ltd. melakukan aksi mogok kerja untuk memprotes gaji yang belum dibayarkan di Indonesia pada tanggal 16 dan 18 April 2025. Screenshot via The Epoch Times, Courtesy of yesterdayprotests.com
Pada pernyataan 14 Januari, perusahaan tersebut menyoroti proyeknya di Kalimantan Utara, senilai 410 juta yuan, sebagai contoh sukses dari Inisiatif Sabuk dan Jalan (Belt and Road Initiative) rezim Tiongkok. The Epoch Times tidak dapat menghubungi perusahaan tersebut untuk dimintai komentar.
Menurut Yesterday, pekerja di enam lokasi konstruksi lain milik berbagai perusahaan juga telah melakukan aksi menuntut gaji, termasuk di Inner Mongolia, Sichuan, Guangdong, Hunan, dan Hong Kong.
Seorang pekerja di Laizhou, Provinsi Shandong, yang merupakan bagian dari kru yang mengerjakan proyek fotovoltaik yang dijalankan oleh China Construction Eighth Engineering Division Corp., Ltd., mengatakan bahwa pekerja belum dibayar sama sekali tahun ini. Pekerja tersebut, yang dipekerjakan oleh subkontraktor, mengatakan kepada The Epoch Times bahwa bosnya dari desa yang sama telah melakukan pekerjaan untuk korporasi selama lebih dari 10 tahun.
“Bos mengatakan China Construction Eighth Engineering Division belum membayarnya,” katanya. “Kami bekerja untuk perusahaan di Laizhou pada 2023; pembayaran mereka bagus, dan kami dibayar 100 persen setiap bulan. Saya tidak tahu apa yang terjadi tahun ini.” The Epoch Times menghubungi China Construction Eighth Engineering Division Corp., Ltd., untuk dimintai komentar tetapi tidak menerima tanggapan hingga berita ini diterbitkan.
Yesterday melaporkan bahwa pekerja Tiongkok dan Indonesia memprotes dua perusahaan BUMN TIongkok lainnya yang menjalankan proyek Belt and Road terpisah di Indonesia, di mana perusahaan-perusahaan tersebut membangun dan melengkapi pabrik peleburan nikel.
Pekerja Tiongkok dan Indonesia dari China 19th Metallurgical Group Corp., Ltd., melakukan mogok kerja masing-masing pada 16 dan 18 April. Pada 12 Mei, pekerja China National Chemical Engineering Sixth Construction Co., Ltd., juga melakukan mogok kerja, menurut unggahan Yesterday.
The Epoch Times menghubungi China National Chemical Engineering Sixth Construction Co., Ltd., untuk dimintai komentar tetapi tidak menerima tanggapan hingga waktu publikasi. The Epoch Times tidak dapat menghubungi China 19th Metallurgical Group Corp., Ltd.
Di Beijing, seorang karyawan di taman hiburan Visionland Liuzhou mengatakan kepada The Epoch Times bahwa pekerja belum digaji selama lima bulan. The Epoch Times tidak dapat menghubungi Visionland untuk dimintai komentar.
Seorang guru di Jinan, Provinsi Shandong, mengatakan kepada publikasi tersebut bahwa guru tidak tetap di sekolahnya belum digaji selama empat atau lima bulan karena otoritas lokal tidak memiliki dana untuk membayar mereka. (asr)
EtIndonesia. Ukraina dan Rusia baru saja menyelesaikan pertukaran tahanan perang terbesar sejak pecahnya perang pada tahun 2022. Kedua pihak masing-masing membebaskan 270 personel militer dan 120 warga sipil, dengan total mencapai 390 orang. Pertukaran ini merupakan satu-satunya kesepakatan yang tercapai dalam pertemuan bilateral di Istanbul, Turki. Diperkirakan akan ada lebih banyak pertukaran dalam beberapa hari mendatang—menunjukkan bahwa meski perang terus berlanjut, masih ada celah untuk negosiasi antara kedua belah pihak.
Menurut laporan BBC, Pemerintah Rusia dan Ukraina menyatakan bahwa serah terima tahanan dilakukan di perbatasan antara Ukraina dan Belarus. Para tahanan ini berasal dari berbagai zona konflik di Ukraina timur dan utara, termasuk Kyiv, Chernihiv, Sumy, Donetsk, Kharkiv, dan Kherson. Pihak Ukraina menegaskan bahwa di antara mereka yang dibebaskan terdapat sejumlah veteran perang dan tiga orang perempuan yang telah ditahan sejak tahun 2022.
Sementara itu, Kementerian Pertahanan Rusia menyebutkan bahwa di antara tahanan yang dibebaskan juga terdapat tentara dan warga sipil yang ditangkap dalam operasi militer terbaru Ukraina di wilayah Kursk, Rusia. Mereka kini telah dipindahkan ke dalam wilayah Belarus, dan akan menerima pemeriksaan kesehatan serta perawatan medis oleh pihak Rusia.
Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy dalam unggahan di media sosial menegaskan, “Kami sedang membawa orang-orang kami pulang.”
Dia menambahkan bahwa Pemerintah Ukraina akan memverifikasi identitas seluruh individu yang dibebaskan satu per satu. Kantor Koordinasi Tahanan Perang Ukraina juga menyatakan bahwa operasi ini memiliki dampak psikologis yang sangat positif bagi warga sipil dan militer.
Pertukaran ini menarik perhatian internasional. Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menyampaikan ucapan selamat melalui platform Truth Social dan bahkan mengisyaratkan bahwa pertukaran tahanan ini “mungkin menjadi awal dari kemajuan yang lebih besar.”
Perdana Menteri Italia, Giorgia Meloni turut mendukung usulan Trump agar Vatikan memainkan peran sebagai mediator dalam negosiasi gencatan senjata. Namun, Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, menanggapi dengan pesimisme. Dia menyebut keterlibatan Vatikan sebagai hal yang “tidak realistis.” Lavrov kembali menyuarakan sikap kerasnya dengan mengatakan bahwa Presiden Zelenskyy tidak lagi memiliki legitimasi, dan menyatakan bahwa pemilu baru harus digelar di Ukraina sebelum pembicaraan damai dapat dilakukan.
Yang juga patut dicatat, pertemuan di Istanbul ini adalah kontak langsung pertama antara Rusia dan Ukraina sejak Maret 2022. Meskipun pertemuan hanya berlangsung dua jam dan belum membuahkan kesepakatan konkret mengenai gencatan senjata, kedua pihak menyatakan kesediaan untuk melanjutkan dialog. Delegasi Rusia bahkan mengumumkan akan menyerahkan sebuah “memorandum” kepada pihak Ukraina dalam waktu dekat.
Sementara itu, rakyat Ukraina tetap hidup dalam ketegangan dan harapan. Banyak keluarga dari tentara yang ditawan berkumpul di wilayah utara Ukraina, berharap nama orang yang mereka cintai termasuk dalam daftar pertukaran. Meski sebagian besar masih belum mengetahui nasib kerabat mereka, pertukaran tahanan ini jelas memberi sinyal bahwa jalan menuju dialog dan ruang kemanusiaan tetap terbuka, meski hanya sedikit. (jhn/yn)
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan varian baru COVID-19 ini belum menunjukkan ancaman serius bagi kesehatan global.
EtIndonesia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan varian baru COVID-19 dengan kode NB.1.8.1 sebagai variant under monitoring (varian dalam pemantauan), di tengah laporan lonjakan kasus di daratan Tiongkok.
Dalam dokumen yang diunggah ke situs resmi WHO pada 23 Mei, disebutkan bahwa varian NB.1.8.1 saat ini dianggap memiliki risiko rendah terhadap kesehatan masyarakat di tingkat global.
“Vaksin COVID-19 yang telah disetujui saat ini diperkirakan tetap efektif terhadap varian ini, baik untuk gejala ringan maupun penyakit berat,” tulis WHO dalam pembaruan tersebut. Meski di sejumlah negara yang melaporkan penyebaran varian ini terdapat peningkatan kasus dan perawatan di rumah sakit, WHO menegaskan bahwa data yang tersedia tidak menunjukkan varian ini menyebabkan gejala yang lebih parah dibanding varian lain yang beredar saat ini.
WHO mengklasifikasikan variant under monitoring sebagai varian yang memerlukan perhatian dan pemantauan lebih lanjut, namun belum masuk dalam kategori variant of interest (varian yang menjadi perhatian) atau variant of concern (varian yang menjadi perhatian serius).
Dalam pembaruan 23 Mei, WHO menyebut bahwa varian NB.1.8.1 menunjukkan pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan varian lain yang beredar secara bersamaan. Meski terdapat laporan peningkatan kasus dan perawatan di rumah sakit dari beberapa negara, tidak ada data yang menunjukkan bahwa tingkat keparahan penyakit meningkat akibat varian ini. WHO tidak menyebutkan secara spesifik negara-negara mana yang tengah melaporkan penyebaran varian tersebut.
“Data yang tersedia terkait NB.1.8.1 tidak menunjukkan risiko tambahan terhadap kesehatan masyarakat dibanding garis keturunan varian Omicron lainnya yang saat ini beredar,” tulis WHO.
Pembaruan ini disampaikan di tengah laporan para pakar kesehatan yang menyebutkan adanya peningkatan kasus COVID-19 di Tiongkok dalam beberapa pekan terakhir. Sejumlah pasien dilaporkan mengalami gejala sakit tenggorokan parah yang terasa seperti terbakar.
Salah satu pejabat medis, Dr. Li Tongzeng, Direktur Departemen Penyakit Menular di Rumah Sakit You’an Beijing, mengatakan kepada media pemerintah bahwa lonjakan kasus COVID-19 yang dimulai sejak Maret diperkirakan akan mencapai puncaknya pada akhir Mei.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Menular Tiongkok (CDC) dalam laporan terbarunya pada 23 Mei menyatakan bahwa varian NB.1.8.1 adalah jenis virus yang dominan saat ini di negara tersebut.
Sejak awal pandemi COVID-19 pada 2020, pemerintah Pemerintahan partai komunis Tiongkok kerap dituding menutupi data terkait virus ini, terutama soal angka kematian. Virus corona pertama kali muncul di Wuhan, Tiongkok, pada akhir 2019. Pada April lalu, pemerintahan Trump mengubah situs resmi mereka untuk mencantumkan dugaan bahwa virus ini berasal dari sebuah laboratorium virologi berkeamanan tinggi di Wuhan—sebuah klaim yang telah lama mencuat.
Dr. Jonathan Liu, profesor di Canadian College of Traditional Chinese Medicine dan Direktur Klinik Kang Mei TCM, menyuarakan keraguannya terhadap data resmi dari CDC Tiongkok. Ia menyoroti laporan resmi untuk Maret yang hanya mencatat tujuh kematian akibat COVID-19.
“Angka tersebut tidak masuk akal jika dilihat dari pola epidemi normal,” kata Liu kepada The Epoch Times pekan lalu.
“Kanada, dengan kepadatan penduduk yang rendah dan sanitasi yang baik, mencatat 1.915 kematian akibat COVID dari Agustus tahun lalu hingga Mei tahun ini—lebih dari 200 kematian per bulan. Bagaimana mungkin Tiongkok, dengan kepadatan penduduk yang tinggi, hanya melaporkan tujuh kematian per bulan?”
The Epoch Times telah menghubungi Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) terkait laporan WHO serta keberadaan varian NB.1.8.1 di Amerika Serikat.
Juru bicara CDC, dalam keterangan kepada beberapa media pada 24 Mei, menyatakan bahwa “hingga saat ini, baru ditemukan kurang dari 20 sekuens NB.1.8.1 dalam data pemantauan dasar di AS, sehingga belum memenuhi ambang batas untuk dimasukkan dalam dasbor pelacakan data COVID-19.” (asr)
EtIndonesia. Profesor emeritus dari Universitas Kyoto, Kamada Hiroki, dalam wawancara eksklusif dengan media MINKABU, memperingatkan bahwa gempa besar di Palung Nankai (Nankai Trough) diperkirakan akan mengguncang Jepang pada dekade 2030-an. Dia juga mengkhawatirkan bahwa gempa ini bisa memicu letusan Gunung Fuji, dan membawa dampak begitu besar hingga standar hidup modern di Jepang bisa kembali ke tingkat “Zaman Edo”.
Dampak Gempa 2011: Gunung Fuji Dalam “Status Siaga Letusan”
Profesor Kamada menjelaskan bahwa Gempa Besar Jepang Timur pada 11 Maret 2011 telah merusak kestabilan ruang magma Gunung Fuji, menyebabkan gunung berapi tersebut kini berada dalam “mode siaga meletus”, artinya letusan bisa terjadi kapan saja.
Mengulang Sejarah: Bencana Ganda Tahun 1707
Sebagai pembanding, Kamada mengulas bencana beruntun tahun 1707:
· Pada 28 Oktober 1707, terjadi “Gempa Hoei”, yang memicu aktivasi tiga zona gempa sekaligus—Nankai, Tokai, dan Tonankai.
· Kekuatan gempa diperkirakan berkisar antara magnitudo 8,6 hingga 9,3, menyebabkan lebih dari 60.000 bangunan hancur atau tersapu tsunami. Korban jiwa diperkirakan mencapai 5.000 hingga 20.000 orang.
· 49 hari kemudian, Gunung Fuji meletus hebat dalam peristiwa yang dikenal sebagai “Letusan Hoei”. Abu vulkanik menyebar hingga ke wilayah Edo (kini Tokyo), dengan ketebalan mencapai 5 cm meski jaraknya lebih dari 100 km dari pusat letusan.
Para ahli menilai bahwa dua bencana tersebut memiliki hubungan sebab-akibat, dan mengingatkan bahwa skenario serupa berisiko besar terulang kembali.
Konsekuensi Letusan: Infrastruktur Modern Lumpuh Total
Kamada memperingatkan bahwa jika Gunung Fuji kembali meletus dengan skala seperti pada masa lalu, abu vulkanik dapat menyebabkan kerusakan masif terhadap infrastruktur vital:
· Sistem listrik, air bersih, dan gas akan lumpuh
· Transportasi dan komunikasi akan terputus total
· Aktivitas ekonomi dan kehidupan perkotaan akan berhenti, menjadikan kota-kota modern Jepang kembali hidup seperti era Zaman Edo
Pemerintah Jepang sebelumnya telah mengeluarkan estimasi bahwa jika letusan Gunung Fuji sebanding dengan letusan Hoei terjadi, kerugian minimal akan mencapai 2,5 triliun yen. Namun, para ahli menyebut angka sebenarnya bisa jauh lebih besar, terutama jika letusan disertai gempa besar di Palung Nankai, dengan total kerugian bisa mencapai beberapa triliun yen.
Gunung Fuji: Diam Selama 300 Tahun, Ancaman Energi Terpendam
Secara historis, interval letusan Gunung Fuji berkisar antara 50 hingga 100 tahun. Namun, sejak letusan terakhir tahun 1707, gunung ini telah tertidur selama hampir 300 tahun. Para ahli menyebut, energi vulkanik yang terakumulasi selama 3 abad bisa sangat besar, dan apabila dilepaskan, dampaknya akan sangat dahsyat dan sulit dibayangkan.
Frekuensi Gempa Global Meningkat: Apakah Kita Mendekati “Siklus Gempa Abad Ini”?
Beberapa waktu terakhir, dunia menyaksikan peningkatan frekuensi gempa bumi dengan kekuatan di atas magnitudo 6. Fenomena ini memicu spekulasi bahwa siklus gempa besar dalam skala seabad sedang mendekat.
Kekhawatiran publik di Jepang juga semakin diperburuk oleh prediksi kontroversial dari Ryuuju Ryou, penulis manga “Yang Kulihat di Masa Depan”, yang meramalkan akan terjadi gempa bumi dan tsunami besar pada 5 Juli 2025.
Meski sang penulis telah meminta masyarakat untuk bersikap rasional terhadap ramalan tersebut, prediksi ini tetap menyebar luas dan meningkatkan keresahan masyarakat. Sementara itu, para pakar gempa menegaskan bahwa hingga kini belum ada indikasi ilmiah yang jelas bahwa gempa besar akan terjadi dalam waktu dekat, namun tingkat kewaspadaan masyarakat tetap sangat tinggi.
Kesimpulan: Jepang Di Ambang Krisis Multibencana?
Dengan sejarah yang penuh luka, posisi geografis yang rawan bencana, dan ketidakpastian ilmiah mengenai waktu pasti bencana berikutnya, Jepang sekali lagi berdiri di ambang potensi bencana berantai yang bisa mengguncang fondasi kehidupannya.
Apakah Jepang siap menghadapi kemungkinan terburuk? Dan apakah dunia bersiap untuk menghadapi efek domino jika ekonomi terbesar ketiga dunia mengalami stagnasi akibat bencana besar? (jhn/yn)
Jumlah Korban Sebenarnya Mungkin Jauh Lebih Tinggi karena Rezim Tiongkok Sering Menyembunyikan atau Mengubah Informasi
EtIndonesia. Sebuah ledakan besar mengguncang pabrik kimia di Tiongkok bagian timur sekitar tengah hari pada 27 Mei 2025. Menurut media pemerintah Xinhua, ledakan tersebut menewaskan sedikitnya lima orang, melukai 19 orang lainnya, dan menyebabkan enam orang hilang.
Ledakan terjadi di Shandong Youdao Chemical Co., Ltd., yang terletak di kota Gaomi, Provinsi Shandong. Rekaman video yang beredar secara daring menunjukkan asap tebal membumbung ke langit, debu putih keabu-abuan mengepul puluhan meter, serta pipa-pipa yang menyemprotkan gas ke segala arah. Terlihat orang-orang melarikan diri dari lokasi kejadian, beberapa dengan wajah dan tubuh berlumuran darah.
Menurut media lokal, sejumlah korban luka dilarikan ke setidaknya dua rumah sakit, termasuk Rumah Sakit Rakyat Kota Gaomi dan Rumah Sakit Umum Kota Gaomi.
Hingga pukul 17:35 waktu setempat pada 27 Mei, media pemerintah Tiongkok belum mengungkapkan penyebab ledakan maupun memberikan rincian lebih lanjut mengenai korban.
Jumlah korban sebenarnya dari kejadian seperti ini mungkin jauh lebih tinggi. Angka sebenarnya sulit diverifikasi karena rezim Tiongkok secara rutin menyembunyikan atau mengubah informasi.
Gelombang kejut dari ledakan yang dahsyat itu menyebabkan kerusakan signifikan hingga sejauh 5 kilometer. Seorang pemilik toko bernama Zhang mengatakan kepada sebuah akun berita di platform media sosial Tiongkok Weibo bahwa toko kendaraan listrik miliknya mengalami langit-langit runtuh dan kaca pecah. Bingkai pintu toko sampai bengkok sehingga pintu tak bisa dibuka.
Seorang pemilik restoran yang juga berlokasi sekitar 5 kilometer dari lokasi ledakan mengatakan kepada media lokal YCWB bahwa ia dengan jelas mendengar ledakan tersebut. Demi keselamatan, ia dan keluarganya mengungsi ke tempat sekitar 15 kilometer jauhnya.
Menurut media lokal, warga di beberapa pemukiman terdekat, termasuk Komunitas Fenghuang, telah dievakuasi. Ledakan tersebut memecahkan kaca jendela sekolah-sekolah di sekitar lokasi, menyebabkan penghentian sementara kegiatan belajar, dan beberapa siswa terluka akibat serpihan kaca.
“Hampir semua kaca bangunan di sekitar lokasi hancur. Saya bahkan tak berani melepas masker karena bau menyengat,” ujar seorang pemilik toko di dekat lokasi.
Pemilik toko lainnya, yang berada sekitar 3 kilometer dari lokasi ledakan, melaporkan bahwa suara ledakan sangat keras hingga memecahkan jendela yang menghadap ke arah ledakan. “Sepertinya ada kabel tegangan tinggi yang terputus, dan wilayah sekitar kini mengalami pemadaman listrik,” tambahnya, serta mengatakan bahwa pihak berwenang segera menutup area setelah ledakan.
Shandong Youdao Chemical Co., Ltd., didirikan pada tahun 2019, merupakan anak perusahaan dari Shandong Haomai Group. Perusahaan ini mengkhususkan diri dalam produksi pestisida berkinerja tinggi dan beracun rendah serta bahan antara (intermediates) pestisida.
Menurut situs web perusahaan, pabrik ini menempati lahan seluas lebih dari 114 hektare di taman kimia Gaomi Renhe dan mempekerjakan lebih dari 300 orang.
EtIndonesia. Sebuah laporan baru memperingatkan bahwa kemajuan teknologi Tiongkok di bidang kecerdasan buatan (AI) dan pengumpulan data—termasuk kemunculan model bahasa besar seperti DeepSeek—dapat memperluas kontrol sosial Beijing terhadap masyarakat dalam negeri. Tak hanya itu, ekspor teknologi tersebut juga berpotensi menyediakan alat baru bagi rezim otoriter di seluruh dunia untuk menindas oposisi dan kebebasan berekspresi.
“Kita hidup di era otoritarianisme berbasis data yang semakin menguat. Teknologi kecerdasan buatan dan sistem pengumpulan serta analisis data digital tengah mengubah cara para diktator membungkam perbedaan pendapat,” tulis laporan tersebut.
“Saat ini, Republik Rakyat Tiongkok menonjol dalam hal pengumpulan dan pemanfaatan data dalam skala serta jenis yang belum pernah terjadi sebelumnya, mencakup sektor publik dan swasta, baik di dalam negeri maupun di luar negeri—semua demi mencapai kendali sosial,”lanjutnya.
Laporan ini diterbitkan oleh International Forum for Democratic Studies, lembaga riset dari National Endowment for Democracy (NED) Amerika Serikat, dan ditulis oleh Valentin Weber, peneliti senior di German Council on Foreign Relations.
Empat Bidang Teknologi yang Patut Diwaspadai
Dalam laporannya, Weber mengidentifikasi empat kemajuan teknologi di Tiongkok yang sangat perlu diwaspadai:
1. Aplikasi AI dalam sistem pengawasan
2. Teknologi imersif dan neuroteknologi
3. Komputasi kuantum yang dapat memecahkan enkripsi data
4. Mata uang digital yang dikendalikan secara terpusat
Tiongkok kini menjadi salah satu pemimpin dunia dalam pengembangan sistem pengawasan berbasis AI. Teknologi ini dapat menganalisis ekspresi wajah, gaya berjalan, dan bahkan mengenali suara, untuk mengidentifikasi perilaku yang dianggap “tidak normal”—semua ini digunakan oleh otoritas untuk mendeteksi potensi gangguan sosial sedini mungkin. Contohnya adalah sistem “Otak Kota” (City Brain), yang sempat digunakan selama pandemi COVID-19 untuk memantau pergerakan warga. Teknologi serupa juga dilaporkan digunakan di wilayah Xinjiang.
“Jika kita membagi pengawasan gaya Tiongkok menjadi tiga tahap: tahap pertama adalah membangun infrastruktur—memasang kamera di mana-mana,” jelas Dr. Weber kepada Voice of America (VOA). “Tahap kedua adalah dukungan pengambilan keputusan, di mana sistem bisa memberi peringatan seperti, ‘akan ada aksi protes di sini’, dan memungkinkan tindakan preventif.”
Tahap ketiga kini diperkuat oleh munculnya model AI seperti DeepSeek, yang dapat menjalankan tugas-tugas yang sebelumnya dilakukan oleh aparat, seperti secara otomatis membatalkan reservasi hotel milik aktivis atau mencegah mereka berpindah lokasi untuk berunjuk rasa.
Teknologi Imersif dan Neuro: Pengawasan Lewat Pikiran
Teknologi imersif mencakup perangkat seperti virtual reality headset dan kacamata pintar, yang dapat mengumpulkan data seperti pergerakan pupil mata atau reaksi tubuh yang sulit diamati. Sementara itu, teknologi saraf (neurotechnology), termasuk chip otak, memungkinkan pengumpulan data langsung dari otak pengguna.
Teknologi semacam ini bisa digunakan untuk menyebarkan propaganda politik yang disetujui negara, bahkan dimanfaatkan dalam proses interogasi oleh aparat keamanan. Di Tiongkok, hukum mewajibkan penyedia perangkat semacam itu menyerahkan data pengguna kepada aparat jika diminta.
Komputasi Kuantum dan Risiko Dekripsi Global
Tiongkok juga menjadi negara terdepan dalam komputasi kuantum dan komunikasi kuantum. Jika terus berkembang, teknologi ini secara teoritis dapat memecahkan enkripsi yang saat ini melindungi komunikasi pribadi maupun data perusahaan di internet.
“Jika suatu negara berhasil membangun komputer kuantum yang cukup kuat, dia akan mampu mendekripsi data digital terenkripsi yang tersimpan di internet—baik itu komunikasi pribadi maupun data korporasi,” tulis Weber.
Digital Yuan: Alat Kendali Finansial
Sebagian besar mata uang digital yang beredar saat ini bersifat terdesentralisasi dan tidak berada di bawah kendali pemerintah. Namun Tiongkok telah meluncurkan versi digital dari yuan, yang disebut Digital Renminbi. Laporan menyatakan bahwa penggunaan mata uang ini memungkinkan pemerintah mengakses data keuangan pribadi pengguna, termasuk pola pengeluaran dan lokasi geografis.
“Mata uang ini memungkinkan pemerintah memantau aktivitas pengguna secara relatif mudah dan menjadikannya alat untuk menghukum perilaku yang dianggap tidak pantas—misalnya dengan membatasi atau memutus akses pembelian,” sebut laporan tersebut.
Ekspor Teknologi Pengawasan Gaya Otoriter
Tiongkok telah lama mengekspor teknologi pengawasan ke berbagai negara. Perusahaan seperti Hikvision dan Dahua Technology menguasai sekitar 34% pasar kamera pengawas global. Laporan juga menyebut bahwa teknologi kuantum Tiongkok kemungkinan besar akan diekspor ke Rusia. Negara-negara BRICS seperti Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan, bahkan tengah mempertimbangkan untuk membangun jaringan komunikasi kuantum bersama.
Laporan mengungkap bahwa sejak pertengahan 2000-an, Tiongkok sudah mulai mengekspor teknologi pengawasan. Misalnya, pemerintah Beijing dilaporkan pernah mengirimkan perangkat pengganggu sinyal radio ke Zimbabwe, yang kemudian digunakan untuk menyadap percakapan jarak jauh antarwarga.
Kini, ekspor teknologi pengawasan Tiongkok dilakukan secara lebih sistematis—melalui skema “uji coba gratis”, subsidi, atau ditukar dengan sumber daya alam—terutama ditujukan kepada negara-negara berpenghasilan rendah atau sedang.
Tak hanya negara otoriter, Tiongkok juga menjual teknologinya ke negara-negara “abu-abu” atau swing states—negara demokrasi lemah yang rentan terjerumus ke arah otoritarianisme. Selain menjual perangkat keras, perusahaan Tiongkok juga memberikan pelatihan dan dukungan teknis kepada negara pembeli.
“Tiongkok secara tidak proporsional mengekspor sistem pengawasan berbasis AI ke negara-negara otoriter dan demokrasi rapuh, yang cenderung membeli teknologi ini saat mengalami ketidakstabilan domestik atau sedang meningkatkan penindasan,” tulis laporan.
Ekspor teknologi ini juga memperluas kapasitas represif lintas negara milik Beijing. Misalnya, lembaga penegak hukum asing yang menggunakan teknologi Tiongkok dapat lebih efisien memantau atau bahkan menangkap individu yang dianggap tidak disukai oleh Pemerintah Tiongkok. Laporan menyoroti kasus Thailand, yang kerap memulangkan para pembangkang Tiongkok yang melarikan diri ke sana—disebut sebagai konsekuensi langsung penggunaan sistem pengawasan asal Tiongkok.
“Setiap kali sebuah negara baru mengadopsi alat dan strategi ala Tiongkok untuk menindas warganya, dunia pun sedikit demi sedikit mulai menyerupai Tiongkok,” tulis laporan tersebut.
Perangkat Lunak dan Aplikasi Sebagai Alat Pengawasan Global
Perangkat lunak buatan perusahaan Tiongkok juga berfungsi sebagai saluran untuk mengumpulkan data pengguna asing. Contohnya adalah aplikasi TikTok milik ByteDance dan WeChat milik Tencent. Bahkan platform belanja Temu dari Pinduoduo pernah diturunkan dari Google Play Store karena ketahuan mengakses dan menganalisis data pribadi pengguna tanpa izin.
Rekomendasi: Perlu Aksi Bersama dari Negara Demokratis
Laporan ini menyarankan agar pemerintah negara-negara demokratis dan masyarakat sipil:
· Mengembangkan teknologi yang melindungi privasi,
· Membangun ekosistem teknologi berbasis nilai-nilai demokrasi, dan
· Terlibat aktif dalam menetapkan standar teknologi internasional, agar praktik otoriter gaya Tiongkok tidak menjadi norma global.(jhn/yn)