ETIndonesia. Kondisi di Suriah semakin memanas setelah pasukan pemberontak berhasil merebut kota terbesar kedua, Aleppo, pada 2 Desember 2024. Menurut laporan dari TVBS News, ledakan kembali terjadi di jalanan Aleppo, menandakan meningkatnya ketegangan dan kekerasan di wilayah yang kini dikuasai oleh kelompok oposisi.
Perebutan Aleppo dan Kekhawatiran Perang Saudara
Pasukan pemberontak menggunakan kendaraan lapis baja dan senjata berat, termasuk drone, untuk melakukan patroli dan serangan kilat di Aleppo. Mereka juga telah menduduki pangkalan udara utama kota tersebut, meningkatkan kemampuan militer mereka. Penggunaan drone dan senjata berat oleh kelompok oposisi menunjukkan peningkatan kapasitas mereka dalam melancarkan serangan terhadap posisi pemerintah.
Rusia, yang telah lama mendukung Presiden Bashar al-Assad, turut serta dalam konflik ini dengan melakukan serangan udara terhadap posisi pemberontak.
Bantuan militer Rusia diperkirakan akan memperpanjang dan memperdalam konflik, sehingga para analis memperkirakan kemungkinan pecahnya perang saudara penuh di Suriah.
Kudeta Militer dan Pelarian Presiden Assad
Dalam perkembangan terbaru, laporan dari akun media sosial AXE “Perang Israel” menyebutkan bahwa Presiden Assad telah melarikan diri dari ibu kota Damaskus ke Moskow bersama keluarganya pada 2 Desember 2024.
Foto-foto menunjukkan mereka menaiki penerbangan RFF7478, sementara video yang beredar di media sosial memperlihatkan patung Assad di Aleppo yang ditumbangkan oleh pasukan oposisi, menandakan simbolik kejatuhan rezimnya.
Seorang netizen mengungkapkan bahwa pasukan pemberontak yang masuk ke Aleppo termasuk dalam daftar organisasi ekstremis yang didukung oleh negara tertentu. Selain itu, akun resmi AXE melaporkan adanya rumor bentrokan sengit antara Garda Republik Suriah dan Divisi Keempat pemerintah di sekitar istana kepresidenan, dengan suara tembakan yang terus terdengar.
Analisis Pakar: Potensi Konflik Regional
Para pakar internasional memberikan pandangan bahwa jika pasukan pemberontak berhasil merebut Aleppo dan perang saudara penuh meletus, konflik ini bisa menjadi “tong mesiu” baru di Timur Tengah.
Lu De, seorang analis politik, berpendapat bahwa rezim Assad kemungkinan besar akan digulingkan, bersama dengan pengaruh Iran dan Rusia yang mungkin turut tersingkir dari kancah regional.
Lebih lanjut, Lu De menyebutkan bahwa jika Suriah, Turki, dan Irak sepakat memberikan wilayah bagi Kurdistan untuk merdeka, posisi Israel di Timur Tengah akan menjadi lebih kuat dan tidak lagi terisolasi. Turki, dengan posisinya yang strategis, dapat membentuk kekuatan segitiga yang mirip dengan NATO di kawasan tersebut. Di sisi lain, Tiongkok diprediksi akan semakin terpuruk dalam konflik Timur Tengah.
Keruntuhan Militer Pemerintah dan Reaksi Internasional
Dalam beberapa hari terakhir, kecepatan runtuhnya tentara pemerintah Suriah sangat mencengangkan. Pasukan oposisi telah menguasai Aleppo dengan cepat, dan laporan mengenai kudeta militer di Damaskus semakin menambah kekacauan.
Reuters melaporkan bahwa Moskow telah mencopot Jenderal Sergey Kisel, yang sebelumnya bertanggung jawab atas tentara Suriah, sebagai respons terhadap situasi yang semakin tidak terkendali.
Profesor Zhang Ping dari Departemen Studi Asia Timur di Universitas Tel Aviv membagikan video yang menunjukkan pertempuran di Damaskus. Meskipun tidak terlihat tentara yang bertempur, suara tembakan yang terus-menerus menunjukkan intensitas pertempuran yang sangat sengit. “Kali ini, Assad mungkin benar-benar akan jatuh,” ujar Zhang.
Kritik Terhadap Rezim Assad dan Harapan Penggulingan
Song Guocheng, peneliti dari Pusat Studi Hubungan Internasional Universitas Nasional Chengchi Taiwan, menjelaskan bahwa rezim otoriter keluarga Assad sangat mungkin menghadapi situasi yang kritis.
Rezim Assad telah lama menerapkan pemerintahan yang tidak manusiawi, termasuk penggunaan senjata biokimia terhadap oposisi, yang merupakan pelanggaran berat terhadap hukum internasional.
“Penggulingan rezim otoriter seperti Assad sebenarnya hanya masalah waktu,” kata Song. Ia juga menambahkan bahwa pembantaian panglima pasukan pemberontak akibat pengeboman Rusia akan semakin memperkuat dan menyatukan kekuatan oposisi dalam melawan Assad. “Rakyat dalam negeri dan masyarakat internasional telah mencapai titik di mana mereka tidak bisa lagi mentolerir rezim Assad.”
Hubungan Tiongkok dengan Assad dan Dampak Gejolak di Suriah
Xi Jinping, dikenal memiliki hubungan baik dengan Assad. Baru-baru ini, Tiongkok juga mengalami gejolak militer dan munculnya sentimen anti-Xi di dalam negeri. Terdengar suara tembakan di Suriah mungkin juga membuat Xi Jinping merasa khawatir. Di kalangan masyarakat, perbandingan antara Assad dan Xi Jinping mulai muncul, dengan beberapa pihak mengkhawatirkan kemungkinan Xi menghadapi nasib serupa.
Selain dukungan dari Partai Komunis Tiongkok, Rusia, Iran, dan Hizbullah, kelompok oposisi Suriah mendapatkan dukungan dari Turki, Arab Saudi, dan Amerika Serikat. Hal ini menunjukkan kompleksitas aliansi regional yang terlibat dalam konflik Suriah.
Dampak Gejolak di Suriah terhadap Konflik Regional Lainnya
Perang Suriah yang semakin membara diprediksi akan memberikan efek kupu-kupu terhadap konflik lain di kawasan tersebut, termasuk perang Rusia-Ukraina dan konflik Iran-Israel. Song Guocheng menilai dampaknya terhadap Israel sangat signifikan. “
Jika rezim Suriah runtuh, Israel dapat mengurangi tekanan dari negara-negara anti-Yahudi di Timur Tengah,” ujar Song. Ia menambahkan bahwa dengan berkurangnya dukungan terhadap Hizbullah dari pemerintah Lebanon dan rezim Assad, ancaman terhadap keamanan Israel akan berkurang.
Kesimpulan
Kondisi Suriah yang semakin kacau menggambarkan kompleksitas konflik yang melibatkan berbagai aktor regional dan internasional. Perebutan kembali Aleppo oleh pasukan pemberontak, pelarian Presiden Assad, serta kemungkinan pecahnya perang saudara penuh menandakan bahwa Suriah berada di ambang perubahan besar.
Dampak dari konflik ini tidak hanya dirasakan di dalam negeri, tetapi juga berpotensi memicu perubahan signifikan di seluruh kawasan Timur Tengah. (Kyr)
Sumber : Sound of Hope