Israel Akan Ajukan Banding terhadap Surat Perintah Penangkapan ICC untuk Netanyahu dan Gallant
PM Netanyahu mengatakan bahwa Senator Amerika Serikat, Lindsey Graham (R-S.C.) memberitahukan kepadanya tentang “serangkaian langkah yang ia promosikan di Kongres AS melawan ICC.”
ETIndonesia. Israel mengatakan kepada Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) bahwa akan mengajukan banding atas surat perintah penangkapan yang dikeluarkan minggu lalu terhadap Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant.
Pada 21 November, ICC yang berbasis di Den Haag mengeluarkan surat perintah untuk Netanyahu, Gallant, dan pemimpin militer Hamas, Ibrahim Al-Masri, yang dikenal sebagai Mohammed Deif, dengan tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan sejak konflik dimulai pada 7 Oktober 2023, ketika Hamas melintasi perbatasan dan menewaskan 1.200 warga Israel.
Pada 27 November, Netanyahu mengatakan, “Israel hari ini mengajukan pemberitahuan kepada Pengadilan Kriminal Internasional tentang niatnya untuk mengajukan banding ke pengadilan, bersama dengan permintaan untuk menunda pelaksanaan surat perintah penangkapan.”
Netanyahu juga mengatakan bahwa Senator Lindsey Graham (R-S.C.) telah memperbarui informasi kepadanya tentang “serangkaian langkah yang sedang ia promosikan di Kongres AS melawan Pengadilan Kriminal Internasional dan negara-negara yang akan bekerja sama dengannya.”
Pada Rabu, Menteri Luar Negeri Inggris, David Lammy, mengatakan ia tidak akan punya pilihan selain mematuhi permintaan ICC untuk menangkap Netanyahu jika ia memasuki Inggris.
Inggris, tidak seperti Israel dan Amerika Serikat, adalah penandatangan ICC.
Jaksa Agung ICC, Karim Khan, adalah seorang pengacara Inggris. Namun, Lammy mengatakan kepada komite urusan luar negeri parlemen bahwa ia akan terus berbicara dan bertemu dengan Netanyahu dan pejabat senior pemerintah Israel lainnya untuk menyelesaikan konflik di Gaza dan memberikan bantuan kepada warga sipil Palestina.
Lammy berkata, “Saya percaya ini adalah masalah penting yang membutuhkan keterlibatan dari kita yang berada di pemerintahan. Saya tidak melihat situasi di mana saya tidak akan berbicara dengan perwakilan terpilih dari pemerintah Israel.”
Menteri luar negeri itu mengatakan bahwa ia memiliki “kewajiban” untuk menyampaikan permintaan surat perintah tersebut ke pengadilan Inggris, seraya menambahkan: “Itu tidak memberi saya diskresi apa pun. Saya akan mengeluarkan itu, menyampaikannya ke pengadilan. Lalu pengadilan yang akan membuat keputusan.”
Jika Netanyahu mengunjungi London, atau negara Eropa lain yang merupakan anggota ICC, ini dapat memicu insiden diplomatik seperti kasus Pinochet.
Pada 1998, mantan pemimpin Chile, Jenderal Augusto Pinochet, ditahan di Inggris berdasarkan surat perintah dari hakim Spanyol, Baltasar Garzón, yang menyelidiki dugaan pelanggaran hak asasi manusia pada 1970-an. Pinochet, yang telah membantu Inggris dalam perang atas Kepulauan Falklands pada 1982, ditahan di bawah tahanan rumah selama 18 bulan sebelum diizinkan pulang.
Prancis Usulkan Kekebalan untuk Netanyahu
Prancis juga mengatakan pada hari Rabu bahwa mereka akan terus bekerja sama dengan Netanyahu.
Kementerian luar negeri Prancis mengeluarkan pernyataan pada 22 November yang mengatakan bahwa mereka akan menghormati kewajiban internasionalnya, tetapi Statuta Roma yang mendirikan ICC mengatakan sebuah negara tidak dapat bertindak dengan cara yang tidak sesuai dengan kewajibannya, “dalam kaitannya dengan kekebalan negara yang bukan pihak ICC.”
“Kekebalan semacam itu berlaku untuk Perdana Menteri Netanyahu dan menteri terkait lainnya dan harus dipertimbangkan jika ICC meminta penangkapan dan penyerahan mereka,” kata pernyataan tersebut.
Pada hari Rabu, Jaksa Agung ICC, Karim Khan, mengajukan permohonan surat perintah penangkapan untuk kepala rezim militer Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing, atas kejahatan yang dilakukan terhadap minoritas Muslim Rohingya di negara itu pada 2016 dan 2017.
Dalam pernyataan video, Khan mengatakan, “Setelah tinjauan cermat atas bukti, kantor saya menyimpulkan bahwa ada alasan yang masuk akal untuk percaya bahwa Min Aung Hlaing … bertanggung jawab atas kejahatan terhadap kemanusiaan berupa deportasi dan penganiayaan terhadap Rohingya yang dilakukan di Myanmar dan sebagian Bangladesh … pada 2017.”
Min Aung Hlaing kemudian merebut kekuasaan dari pemimpin terpilih Myanmar, Aung San Suu Kyi, dalam kudeta pada 2021.
Hampir sejuta orang melarikan diri ke Bangladesh untuk menghindari pembunuhan massal dan pemerkosaan oleh tentara dan kelompok sipil.
Partai Komunis Tiongkok adalah sekutu dekat rezim militer Myanmar, dan pada hari Kamis, kementerian luar negeri Tiongkok mendesak ICC untuk bersikap “adil dan netral” serta menjalankan tugasnya “dengan hati-hati.” Rezim Beijing bukanlah penandatangan ICC.
Laporan ini didukung oleh Associated Press dan Reuters.
Sumber : The Epoch Times
Serangan di Selatan Lebanon, Hizbullah dan Israel Saling Menyalahkan atas Pelanggaran
EtIndonesia. Israel pada Kamis (28/11) menyatakan bahwa telah terjadi pelanggaran terhadap perjanjian gencatan senjata yang dicapai dengan Hizbullah, sehingga pasukan Israel melepaskan tembakan. Sumber keamanan Lebanon lebih awal menyatakan bahwa tank-tank Israel telah menyerang enam area di selatan Lebanon. Israel dan Hizbullah saling menyalahkan atas pelanggaran perjanjian gencatan senjata tersebut.
Setelah 14 bulan pertempuran berlangsung, dan melalui mediasi Amerika dan Prancis, Israel dan kelompok bersenjata Lebanon, Hizbullah, akhirnya mencapai kesepakatan untuk menghentikan pertempuran pada hari Rabu, memungkinkan penduduk kedua negara untuk mulai kembali ke rumah mereka di area perbatasan.
Menurut laporan Reuters, militer Israel menyatakan bahwa tersangka (beberapa di antaranya menggunakan kendaraan) telah tiba di beberapa area di selatan Lebanon, melanggar perjanjian gencatan senjata, dan tentara Israel melepaskan tembakan ke arah mereka.
Anggota parlemen Hizbullah, Hassan Fadlallah, beberapa jam sebelumnya menuduh Israel menyerang penduduk yang kembali ke desa-desa di selatan Lebanon. Setelah perjanjian gencatan senjata diumumkan, militer Israel telah mendesak penduduk di zona perbatasan untuk tidak kembali demi keamanan mereka sendiri.
Media resmi Lebanon dan sumber keamanan mengatakan bahwa pada Kamis pagi, tank-tank Israel telah menembak dan menyerang enam area perbatasan termasuk Markaba. Seorang sumber keamanan menyatakan bahwa dua orang terluka di Markaba.
Baik Hizbullah yang didukung Iran maupun Israel belum memberikan komentar mengenai serangan dengan peluru artileri tank di selatan Lebanon tersebut.
Perjanjian gencatan senjata ini dianggap sebagai prestasi diplomatik yang jarang terjadi di Timur Tengah, mengakhiri konfrontasi terburuk antara Israel dan kelompok bersenjata Hizbullah dalam beberapa tahun terakhir. Namun, Israel masih terlibat dalam pertempuran di Jalur Gaza dengan musuh utama lainnya—kelompok radikal Palestina, Hamas.
Menurut ketentuan gencatan senjata, tentara Israel memiliki waktu hingga 60 hari untuk mundur dari selatan Lebanon, tetapi kedua belah pihak tidak diizinkan melakukan serangan. Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, telah menginstruksikan militer untuk tidak mengizinkan warga kembali ke desa-desa dekat perbatasan.
Ketua parlemen Lebanon, Nabih Berri, yang ikut serta dalam negosiasi gencatan senjata, sebagai perwakilan negosiasi tertinggi negara tersebut, mengatakan pada hari Rabu bahwa penduduk dapat kembali ke rumah mereka.
Hizbullah menyatakan bahwa para pejuangnya “masih lengkap dengan peralatan senjata” dan siap menghadapi serangan Israel.
Hizbullah mulai berperang dengan Israel untuk mendukung sekutunya yang juga didukung Iran, Hamas. Karena korban jiwa dan kematian pemimpinnya, Sayyed Hassan Nasrallah, dan beberapa komandan lainnya dalam pertempuran dengan Israel, kekuatan Hizbullah telah melemah. (jhn/yn)
Rubel Rusia Terjun Bebas, Tekanan Ekonomi Bertambah
EtIndonesia. Pada Rabu (27/11), Rubel Rusia terdepresiasi hingga mencapai titik terendah sejak konflik dimulai karena pengaruh dari serangkaian sanksi baru oleh Amerika terhadap perusahaan Rusia, harga minyak yang rendah, serta investasi besar-besaran Putin dalam perang. Beberapa oligarki Rusia berpendapat bahwa ekonomi negara itu telah masuk dalam kondisi yang tidak normal.
Pada tanggal 27 November, Rubel mengalami penurunan harian lebih dari 6%, dengan nilai tukar jatuh di bawah 110 Rubel untuk satu Dolar AS.
Bank Sentral Rusia (CBR) segera mengumumkan bahwa mereka akan menghentikan pembelian mata uang asing di pasar domestik hingga akhir tahun untuk meredakan tekanan terhadap Rubel dan menstabilkan nilai tukar. Tahun lalu, setelah pemberontakan oleh grup tentara bayaran Wagner yang memicu krisis kepercayaan, Bank Sentral juga mengambil langkah serupa untuk menstabilkan pasar.
Menurut data dari Investing.com, nilai tukar Rubel terhadap Dolar AS sempat turun ke 114.75, yang merupakan level terendah sejak Rusia memulai perang melawan Ukraina pada Maret 2022. Pada penutupan pasar sore di Moskow, Rubel berhasil naik ke 113.15, namun tetap mengalami penurunan lebih dari 7% pada hari itu.
Pada tanggal 21 November, Pemerintah AS mengumumkan sanksi terhadap 50 bank Rusia, termasuk Gazprombank yang mengurus pembayaran internasional untuk ekspor gas alam Rusia. Sanksi juga menambahkan lebih dari 40 institusi registrasi sekuritas Rusia, serta 15 pejabat keuangan Rusia.
Sejak tanggal 21, nilai tukar Rubel terhadap Dolar AS telah turun sekitar 11%. Dari awal tahun hingga sekarang, depresiasi Rubel terhadap Dolar AS telah mencapai 25%.
Harga minyak, komoditas ekspor utama Rusia, turun karena permintaan yang lemah dari Tiongkok dan Eropa, serta peningkatan pasokan yang cepat dari AS, Brasil, dan Guyana.
Minggu ini saja, harga minyak Brent turun hampir 4% karena dampak mereda dari perjanjian gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah.
Grzegorz Drozdz, analis pasar dari Conotoxia, mengatakan bahwa sanksi ini mempercepat resesi ekonomi Rusia, yang akan terlihat dari inflasi tinggi, peningkatan biaya hidup, dan kenaikan harga yang signifikan, menambah tekanan ekonomi pada masyarakat.
Bulan lalu, Bank Sentral Rusia telah menaikkan suku bunga menjadi 21%, tetapi gubernur bank, Elvira Nabiullina, tidak menutup kemungkinan untuk menaikkan suku bunga lagi dalam pertemuan berikutnya. Sejak awal tahun, Bank Sentral telah menaikkan suku bunga sebesar 500 basis poin, tetapi langkah ini masih belum mampu menghentikan penurunan Rubel hampir 25%.
Alexey Mordashov, chairman Severstal, dalam sebuah pertemuan di Saint Petersburg kepada RBC mengatakan, situasi ekonomi domestik saat ini “sangat tidak normal”, di masa lalu, Bank Sentral akan melawan inflasi dengan menaikkan suku bunga. Namun, kali ini, suku bunga Bank Sentral lebih tinggi 2.5 kali dari inflasi, namun inflasi masih belum terkendali.
Dia menyatakan, “Ini mungkin situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah dunia modern, ketika suku bunga Bank Sentral 2.5 kali dari inflasi, namun tetap tidak dapat memperlambatnya.” (jhn/yn)
Perdana Menteri Albania Pertimbangkan Melarang TikTok dan Snapchat
EtIndonesia. Pada awal bulan ini, sebuah kasus yang mengejutkan masyarakat terjadi di Albania, di mana seorang bocah lelaki berusia 14 tahun dibunuh oleh teman sekelasnya, dan pelaku bahkan memamerkan foto dirinya yang terluka di platform media sosial setelah kejadian tersebut, serta memposting gambar dirinya dengan pisau beberapa hari sebelum kejadian. Insiden ini memicu kemarahan di kalangan masyarakat Albania dan memicu protes massal.
Pada Rabu (27/11), Perdana Menteri Albania, Edi Rama, berkonsultasi di Tirana dengan guru dan orangtua dari sekolah negeri untuk membahas kemungkinan melarang TikTok dan Snapchat guna mengurangi risiko yang ditimbulkan platform media sosial tersebut terhadap kesehatan mental, privasi, dan keselamatan anak-anak.
Insiden pembunuhan dengan pisau ini menarik perhatian serius dari otoritas dan masyarakat, mempertanyakan apakah media sosial ikut berperan dalam memperburuk prilaku kekerasan.
Rama menyatakan bahwa melarang anak-anak menggunakan TikTok dan Snapchat bukanlah solusi tunggal, tetapi merupakan cara untuk menghindari “kekerasan, intimidasi, dan perilaku bodoh”. Dia menyatakan bahwa semua platform media sosial saat ini “bermasalah,” khususnya Snapchat dan TikTok, yang sering “menyebarkan kekacauan.”
“TikTok, di luar Tiongkok, seperti kampanye yang dirancang dengan baik yang bertujuan untuk menyebabkan kekacauan global,” kata Rama, yang juga memiliki akun TikTok terverifikasi dengan sekitar 136.100 pengikut.
Rama menambahkan bahwa meskipun sekolah-sekolah di Albania telah melarang penggunaan ponsel oleh siswa selama bertahun-tahun, kini saatnya untuk menerapkan metode baru. Dia menekankan bahwa pemerintah akan mendengarkan semua pendapat dengan seksama, melakukan konsultasi lebih lanjut dengan guru dan orangtua di seluruh negeri, dan mengambil pendekatan cermat dan bijaksana dalam membuat keputusan tanpa mengambil “langkah-langkah ketat” terlebih dahulu.
Para orangtua yang hadir dalam pertemuan itu menyatakan kekhawatiran mereka tentang dampak media sosial terhadap anak-anak dan secara bulat setuju bahwa perlu ada intervensi dalam beberapa bentuk. Khususnya, konten kekerasan atau provokatif di platform ini dapat memiliki dampak negatif pada anak-anak di bawah umur, mendorong mereka untuk meniru atau mendukung perilaku kekerasan.
Namun, beberapa video TikTok menunjukkan bahwa beberapa anak di bawah umur menyatakan dukungan atas insiden penyerangan dengan pisau di sekolah atau tindakan kekerasan lainnya.(jhn/yn)
Gelombang Penutupan Rumah Sakit di Tiongkok, Lebih dari 500 Rumah Sakit Tutup di Tahun 2024
ETIndonesia. Seiring dengan penurunan ekonomi Tiongkok, berbagai sektor industri mengalami kesulitan untuk bertahan, termasuk rumah sakit yang mengalami gelombang penutupan. Menurut laporan, lebih dari 500 rumah sakit di Tiongkok telah tutup pada tahun 2024. Kabar tentang banyak rumah sakit pemerintah yang menunggak gaji sudah beredar sebelumnya.
“Liberty Times” mengutip laporan media daratan Tiongkok mengatakan, bahwa baru-baru ini, Rumah Sakit Anak Suqian di Jiangsu dilelang, termasuk aset tetap, bangunan, dan peralatan medisnya, dengan harga awal lelang 480 juta yuan RMB. Karena aset rumah sakit tidak mencukupi untuk menutupi hutangnya, para pemegang saham mengajukan likuidasi paksa.
Sebelum pelelangan Rumah Sakit Anak Suqian, sudah ada tiga rumah sakit swasta di Suqian yang melakukan likuidasi pailit dan dilelang. Mengenai alasan utang, pihak terkait mengatakan bahwa ini berkaitan dengan penurunan tingkat kelahiran, yang mempengaruhi pasar rumah sakit pediatrik.
Menurut survei dari Xinglinyuan, pada tahun 2024, lebih dari 500 rumah sakit di Tiongkok telah tutup. Baik penutupan maupun penunggakan gaji menunjukkan bahwa beberapa rumah sakit dalam kondisi yang tidak menggembirakan. “Badai besar” tentang penutupan rumah sakit sudah tiba. Era “penyaringan” industri lembaga medis tampaknya sudah dimulai.
Pasien lebih apes lagi karena banyaknya rumah sakit yang tutup. Sebuah artikel di situs Tencent pada 21 November menyebutkan bahwa tahun 2024, bagi orang Tiongkok tampaknya seperti terjebak dalam bencana besar, dengan lebih dari 500 rumah sakit tutup, angka ini seperti gunung berat yang membuat staf medis kelelahan dan pasien-pasien terperangkap dalam siksaan batin dan keluhan ekstrim.
Seorang kakek bermarga Sun yang menderita penyakit paru-paru serius, terus-menerus dirawat di sebuah rumah sakit, tetapi setelah rumah sakit itu tutup, dia harus pindah ke rumah sakit lain. Rumah sakit baru mengubah skema pengobatannya, yang akhirnya memperburuk kondisi kesehatan Sun.
Seorang pemuda bermarga Zhao yang mengalami patah tulang kaki karena kecelakaan olahraga, awalnya pulih dengan baik pasca-operasi, tetapi dipaksa pindah rumah sakit dan metode rehabilitasi yang berbeda menyebabkan atrofi otot, membuatnya sangat tertekan sepanjang hari.
Lingkungan ekonomi Tiongkok yang semakin memburuk, aksi protes masyarakat dan tuntutan upah oleh staf medis di rumah sakit pemerintah menjadi semakin sering terjadi.
Pada 16 Oktober lalu, ratusan staf medis di Rumah Sakit Rakyat Shanwei, yang berada di bawah pemerintah kota Shanwei di Guangdong, menuntut upah mereka. Mereka mengangkat spanduk bertuliskan “Kami ingin hidup” dan “Kami ingin makan” di dalam rumah sakit, dan meneriakkan slogan “Kepala rumah sakit, keluar dan kembalikan bonus kami.”
Situasi serupa juga terjadi di Rumah Sakit Rakyat Keempat Xinxiang di Henan yang juga menunggak gaji. Berita pada 11 Oktober menyebutkan bahwa staf medis rumah sakit itu berkumpul di gerbang rumah sakit, mengangkat spanduk bertuliskan “Kami ingin hidup”, dan melakukan aksi protes tuntutan gaji. Diketahui bahwa “rumah sakit menunggak gaji staf medis hingga delapan bulan.”
Faktanya, banyak rumah sakit pemerintah di daratan sudah tidak mampu menutupi pengeluaran. Berita pada 11 Januari 2023, staf medis di Rumah Sakit Rakyat Pertama Yancheng di Jiangsu melakukan pemogokan karena tidak hanya harus bekerja berlebihan tapi juga upah mereka belum dibayar.
Pada 4 Januari 2023, perawat di Rumah Sakit Rakyat Ketiga Datong di Shanxi juga menuntut gaji karena mereka harus bekerja setidaknya 15 jam sehari dan gaji tidak dibayar.
Pada 16 Januari 2023, staf medis di Rumah Sakit Kabupaten Luochuan di Shaanxi juga melakukan pemogokan kolektif karena penunggakan gaji.
Pada 30 Oktober, seorang karyawan BUMN di Chaozhou, Guangdong, bermarga Li, mengatakan kepada Radio Free Asia, bahwa karena subsidi pemerintah yang terbatas, sebagian besar rumah sakit pemerintah harus mengumpulkan pendapatan sendiri untuk bertahan. Dengan pengurangan subsidi pemerintah, banyak rumah sakit sudah kesulitan untuk mempertahankan operasi dasar.
Li mengatakan, “Sekarang banyak perusahaan yang tutup, rumah sakit bahkan tidak bisa membayar gaji pokok, karena subsidi pemerintah tidak memadai dan pengajuan biaya pengeluaran juga tidak bisa dilakukan dengan lancar. Keuangan dan jaminan kesehatan di Tiongkok menghadapi risiko kehancuran.” (Jhon)
Sumber : Secretchina.com
Dua Tahun Peringatan “Gerakan Kertas Putih” Menyuarakan dalam Hening dan Respon Penguasa
ETIndonesia. Pada 24 November 2022 lalu, kebakaran di sebuah gedung apartemen di Urumqi, Xinjiang menyebabkan setidaknya sembilan belas orang tewas atau terluka karena penanganan yang tertunda oleh langkah-langkah lockdown pemerintah saat itu. Kejadian ini memicu ketidakpuasan nasional terhadap kebijakan pencegahan pandemi. Para mahasiswa menggunakan kertas putih sebagai simbol dalam aksi protes diam mereka, menyerukan penghapusan pembatasan terhadap kebebasan berbicara.
Dua tahun berlalu, “Gerakan Kertas Putih” terus mengekspresikan ketidakpuasan terhadap kekuasaan melalui cara damai, tenang dan non-kekerasan, meninggalkan dampak sosial dan politik yang mendalam. Ini tidak hanya merupakan seruan atas hak individu, tetapi juga menandai kebangkitan dan tantangan generasi muda Tiongkok dalam menghadapi kekuasaan yang otoriter.
Seorang seniman Tiongkok yang kini tinggal di Chiang Mai, Thailand, Du Yinghong, menyebutkan dalam wawancara pada 26 November 2024 dengan Radio Free Asia (RFA) bahwa ia telah menyelesaikan mural tentang seorang mahasiswi Nanjing, Li Kangmeng, yang melakukan protes diam dengan kertas putih, di dinding resor tempatnya berlibur, dengan harapan orang-orang yang datang ke resor itu akan mengingatnya: “Saat Revolusi Kertas Putih baru mulai, saya mendukung dari luar dan sengaja membeli selembar kertas putih yang paling besar untuk menunjukkan dukungan saya. Gambar mahasiswi dengan kertas hitam adalah mural yang saya lukis di dinding resor seni Thai Hao di Chiang Mai, Thailand.”
“Selain kekhawatiran saya terhadap Li Kangmeng dan kaum muda, saya juga berharap lebih banyak orang melihat simbol-simbol ini.”
Du Yinghong baru-baru ini menerima kunjungan dari beberapa pemuda yang terlibat dalam “Gerakan Kertas Putih” tahun itu: “Beberapa hari yang lalu, seorang pemuda yang terlibat dan mengorganisir ‘Gerakan Kertas Putih’ datang ke sini. Kami berbicara tentang banyak kejadian yang mendebarkan waktu itu.
Dua tahun lalu, aparat setempat dengan cepat menangani aksi protes
Pada 26 November 2022, mahasiswa di kampus-kampus di Shanghai, Beijing, Nanjing, Jinan, dan tempat lain memasang spanduk dengan tulisan “Kami tidak ingin lockdown, kami ingin kebebasan”, “Kami tidak ingin tes PCR, kami ingin makan”, dan “Dynamic zero adalah kebohongan”.
Mereka juga berkumpul di kampus untuk berduka atas korban kebakaran besar di Urumqi. Malam itu, banyak orang berkumpul di Urumqi Middle Road di Shanghai, bersorak-sorai dan menggelar aksi protes massal, kemudian polisi segera mulai membubarkan kerumunan dan melakukan penangkapan.
Di toko buku Chinese Enclave di Chiang Mai, Thailand, seorang mahasiswa dari Zhejiang yang diwawancarai oleh stasiun radio ini mengatakan bahwa dia datang ke toko buku Enclave di Chiang Mai untuk mencari penyebab dari “Gerakan Kertas Putih”: “Mereka mengatakan toko buku ini memiliki beberapa konten yang menarik, mungkin beberapa buku yang tidak bisa dilihat di toko buku di daratan Tiongkok, setelah datang dan melihat memang ada banyak buku yang sangat menarik. Saya benar-benar menyukainya, jadi saya datang beberapa kali ke toko ini.
Buku ‘Tidak Mengerti’ (transliterasi-red) ini adalah yang sangat diperhatikan oleh anak muda terkait dengan (Gerakan Kertas Putih). Saya lebih penasaran tentang dunia luar. Untuk memahami gambaran penuh tentang sesuatu, mungkin perlu melewati firewall untuk melihat lebih banyak.”
Pengawasan dan Penangkapan
Menghadapi protes sosial yang mendadak, pemerintah Tiongkok menanggapinya dengan sikap keras yang biasa mereka lakukan.
Seorang guru pensiunan, Mr. Zhou, mengatakan kepada stasiun Radio ini bahwa selama dua tahun, para partisipan gerakan telah mengalami penindasan mulai dari pengawasan intensif hingga penangkapan terbuka. Sekarang, banyak kamera baru terpasang di universitas: “Pengawasan individual dilakukan dengan akurat melalui teknologi pengenalan wajah. Sementara itu, diskusi tentang ‘kertas putih’ di platform media sosial dengan cepat disensor dan dihapus untuk mencegah publik berkumpul kembali.”
Menurut seniman Du Yinghong, “Gerakan Kertas Putih” layak dijadikan contoh oleh para pencari kebebasan di Tiongkok dan seluruh dunia. Dia mengatakan, “Banyak orang yang terlibat dalam gerakan ini telah dibungkam hingga saat ini. Berbicara tentang gerakan ini, sebagian orang yang pergi ke luar negeri masih takut untuk berbicara tentang fakta sebenarnya. Ketakutan terhadap pemerintah dan masalah-masalah ini telah mencapai titik ekstrim. Namun, saya mengenal era ini, hati nurani orang-orang telah mencapai titik kritis dan pasti akan memicu aksi besar lainnya.”
Belakangan ini, kepolisian Tiongkok di berbagai tempat menerapkan kebijakan ‘nol toleransi’. Setiap kali ada tanda-tanda akan ada kumpul-kumpul, mereka langsung mengerahkan sejumlah besar aparat untuk membubarkan kerumunan dan menahan para partisipan dengan tuduhan “membuat ulah”.
Terhadap mahasiswa, pihak berwenang meningkatkan pengawasan dan panduan ideologi. Beberapa universitas secara diam-diam membentuk tim pemantauan, bahkan menggunakan konselor dan psikolog untuk mempengaruhi pandangan mahasiswa.
Mr. Zhou, seorang akademisi, mengatakan kepada Radio Free Asia, “Otoritas telah mengubah cara mereka mengontrol sekolah. Saya telah melihatnya di universitas dan sekolah menengah selama bertahun-tahun, yang semuanya sangat tertutup. Beberapa universitas terkenal, Anda bahkan tidak diizinkan masuk untuk berkunjung. Gerakan Kertas Putih dua tahun lalu adalah pemberontakan oleh masyarakat, pemberontakan oleh semua orang.”
Sejumlah aktivis di Hunan mengatakan kepada stasiun (RFA-Radio Free Asia) ini bahwa baru-baru ini, polisi keamanan publik setempat menggunakan pemantauan online, penyadapan telepon, seruan peringatan, dan metode kontrol lainnya, serta melalui petugas jaringan masyarakat untuk mengawasi perilaku dan tindakan mereka secara ketat. Seorang sumber anonim mengatakan kepada reporter, “Sekarang, yang diawasi tidak hanya aktivis, aktivis hak asasi manusia, dan pelapor, tetapi semua orang.”
Mr. Zhou menuturkan, bahwa selama dua tahun, karena penurunan ekonomi yang menyebabkan pengurangan pendapatan penduduk, perasaan putus asa masyarakat semakin meningkat: “Itulah mengapa banyak terjadi insiden, khususnya beberapa hari terakhir ini secara berturut-turut terjadi peristiwa tabrakan massal dengan mobil. Kemarin atau sehari sebelumnya, ada dua atau tiga insiden dalam satu hari. Para pejabat setempat juga tegang sekarang, karena keluarga mereka juga hidup di tengah masyarakat.”
Makna Mendalam dari Gerakan Kertas Putih
Du Yinghong menyebutkan bahwa meskipun pihak berwenang Tiongkok bersiaga penuh selama peringatan dua tahun “Gerakan Kertas Putih” untuk mencegah kejadian serupa terjadi lagi, “Saat hati nurani manusia dirusak dan kemudian terhubung kembali, mereka selalu akan menemukan cara untuk berbicara. Baik itu Revolusi Kertas, Revolusi Korek Api, Revolusi Proyeksi, atau Revolusi Drone, orang-orang yang cerdas dan berani akan selalu menemukan cara yang sesuai untuk memberontak, dan ini memiliki makna positif bagi masyarakat dan Tiongkok.”
Penulis wanita Tiongkok generasi “80-an”, Tong Tianyao, dalam wawancaranya dengan RFA, mengutip misionaris Amerika dari akhir dinasti Qing, Ming Enpu (Arthur Henderson Smith), dalam bukunya “Chinese Characteristics”: “Mengapa perubahan politik yang dialami negara lain hampir tidak pernah terjadi di Tiongkok? Seseorang membangun tembok batu setebal enam kaki, tetapi tingginya hanya empat kaki. Tujuannya adalah: jika suatu hari nanti tembok itu tertiup angin dan runtuh, tembok itu malah menjadi lebih tinggi dari sebelumnya.”
Dia mengatakan, “Dunia yang kita lihat hari ini adalah dunia yang dibentuk oleh tembok ini. Berbeda dengan era yang disaksikan oleh Arthur Henderson Smith, tembok ini lebih tebal, lebih tinggi, bahkan di bagian atasnya dipasang jaring kawat yang sangat rapat. Tembok ini tampaknya tidak akan pernah runtuh. Pemerintah menggunakan tembok untuk memisahkan orang-orang dari masa lalu dan masa depan, sehingga membuat lupa menjadi norma bagi generasi ini. Namun, tragedi aktual di dunia nyata dengan gigih mencoba mencegah orang-orang dari generasi ini untuk terus lupa. Orang-orang menahan kerusakan oleh kekuasaan terhadap mereka dengan teriakan, dengan kertas putih, dan dengan ingatan. Kerapuhan mereka adalah senjata mereka.”
Tong Tianyao sependpaat dengan pernyataan John Berger: “Di antara sifat-sifat manusia, kerapuhan yang tidak pernah absen adalah yang paling berharga.”
Seniman He Sanpo mengatakan bahwa “Gerakan Kertas Putih” adalah seruan dalam diam: “Lebih dari seratus tahun yang lalu, Lu Xun menulis novel untuk ‘New Youth’, yang kemudian dinamakan ‘Call to Arms’.
Gerakan Kertas Putih’ adalah Seruan. Hanya saja ini lebih putus asa, lebih tidak berdaya, lebih getir, karena ini adalah seruan tanpa suara.”
Pada 22 November, kawula muda di area Teluk San Francisco di Universitas California, Berkeley berkumpul untuk berkabung atas korban kebakaran besar di Urumqi. Setelah itu, warga di kota-kota seperti London, Paris, dan tempat lain juga mengadakan acara penghormatan lilin untuk mendoakan orang-orang yang ditahan di Tiongkok karena mengejar kebebasan. (jhon)
Sumber : Epochtimeis.com
Ribuan Orang Kembali ke Lebanon Saat Gencatan Senjata Israel-Hizbullah Dimulai
Perdana Menteri Lebanon, Najib Mikati, mendesak Israel mematuhi ketentuan gencatan senjata, yang mengharuskan mereka meninggalkan wilayah Lebanon dalam waktu 60 hari
Chris Summers
Ribuan warga kota dan desa di Lebanon selatan mulai kembali ke rumah mereka setelah gencatan senjata antara Israel dan kelompok bersenjata yang didukung Iran, Hizbullah, mulai berlaku.
Gencatan senjata ini berlaku mulai pukul 04.00 pagi waktu setempat pada 27 November ( 21.00 ET pada 26 November). Dampaknya, dalam beberapa jam ratusan mobil mulai bergerak kembali ke Lebanon selatan, meskipun ada peringatan dari militer Israel untuk menjauhi wilayah yang telah dievakuasi.
Israel menyatakan akan menyerang jika Hezbollah melanggar kesepakatan gencatan senjata.
Pada Rabu pagi, Perdana Menteri Lebanon, Najib Mikati, menggelar konferensi pers di mana ia mendesak Israel mematuhi ketentuan gencatan senjata.
Berdasarkan ketentuan kesepakatan, Israel akan mengosongkan seluruh wilayah Lebanon dalam 60 hari, dan tentara Lebanon akan masuk untuk mengamankan daerah tersebut.
Lebanon berkomitmen untuk melanjutkan penghancuran benteng-benteng Hizbullah di dekat perbatasan Israel, termasuk terowongan yang dirancang untuk serangan lintas batas.
Konflik antara Israel dan Hizbullah dimulai tak lama setelah sekutu kelompok Lebanon itu, Hamas, meluncurkan serangan terhadap Israel pada 7 Oktober 2023, yang menewaskan 1.200 orang dan menawan 250 lainnya.
Setelah hampir setahun serangan roket oleh Hizbullah, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) meluncurkan invasi darat pada 1 Oktober untuk menjauhkan pelaku teror dari perbatasan dan menghancurkan terowongan serta benteng lainnya.
Pemimpin Hizbullah, Sheikh Hassan Nasrallah, tewas dalam serangan udara Israel di Beirut pada 27 September, tetapi kelompok itu, yang didukung Iran, terus melancarkan serangan dan menembakkan roket ke Israel.
Pada Selasa, Hizbullah menembakkan roket ke Israel utara, tetapi tidak ada laporan korban jiwa.
Pihak berwenang Lebanon melaporkan 42 orang tewas akibat serangan udara Israel di seluruh negara itu pada 26 November.
Iran Menyambut Gencatan Senjata
Iran menyambut gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah. Namun, juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Esmail Baghaei, mengatakan Iran masih menginginkan gencatan senjata di Jalur Gaza, di mana Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas melaporkan 44.000 orang tewas sejak 7 Oktober 2023.
Baghaei juga menyerukan agar “penjahat dari rezim pendudukan” diadili di Pengadilan Kriminal Internasional (ICC).
Pekan lalu, ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan internasional untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan menteri pertahanannya Yoav Gallant.
Surat perintah juga dikeluarkan untuk pemimpin Hamas, Mohammed Deif, yang diyakini Israel telah tewas.
Pada Rabu, juru bicara Hamas Sami Abi Zuhri mengatakan, “Hamas menghargai hak Lebanon dan Hizbullah untuk mencapai kesepakatan yang melindungi rakyat Lebanon dan kami berharap kesepakatan ini membuka jalan untuk menghentikan perang genosida terhadap rakyat kami di Gaza.”
Gencatan senjata ini tidak disambut baik oleh semua pihak di Israel.
The Times of Israel melaporkan sebuah jajak pendapat cepat oleh Channel 12, yang menemukan hanya 20 persen pendukung koalisi Netanyahu mendukung gencatan senjata dengan Hizbullah.
Pemerintah Lebanon mengatakan sekitar 1,2 juta orang telah mengungsi akibat konflik antara Israel dan Hizbullah.
Itamar Ben-Gvir, pemimpin partai Otzma Yehudit (Kekuatan Yahudi), menulis di X pada Selasa malam, “Keputusan kabinet malam ini adalah kesalahan serius.”
Ben-Gvir, yang merupakan menteri keamanan nasional Israel, menambahkan, “Gencatan senjata pada tahap ini tidak akan mengembalikan penduduk utara ke rumah mereka, tidak akan membuat Hizbullah jera, dan sebenarnya akan melewatkan kesempatan bersejarah untuk menghancurkan mereka dengan keras dan membuat mereka menyerah.”
IDF Memperingatkan untuk Tidak Kembali
Juru bicara militer Israel, Avichay Adraee, menulis dalam bahasa Arab di X, “Peringatan mendesak kepada warga Lebanon selatan … Anda dilarang menuju desa-desa yang telah diperintahkan IDF untuk dievakuasi atau mendekati pasukan IDF di daerah tersebut.”
“Demi keselamatan Anda dan keluarga Anda, hindari bergerak ke daerah tersebut,” tambahnya.
Namun, peringatan tersebut sebagian besar diabaikan, dengan tembakan perayaan terdengar di bundaran utama di kota selatan Tyre.
Salah satu yang kembali ke rumahnya, Ahmad Husseini, mengatakan bahwa kembali ke Lebanon selatan adalah “perasaan yang tak terlukiskan” dan ia memuji Ketua Parlemen Lebanon, Nabih Berri, yang memimpin tim negosiasi Lebanon.
“Dia membuat kami dan semua orang bangga,” kata Husseini.
Berri, yang berusia 86 tahun, adalah politisi Syiah veteran yang gerakan Amal-nya tersaingi oleh Hizbullah pada 1990-an.
Namun, warga Tyre Hussein Sweidan mengatakan bahwa gencatan senjata ini adalah kemenangan bagi Hizbullah.
“Ini adalah momen kemenangan, kebanggaan, dan kehormatan bagi kami, umat Syiah, dan bagi seluruh Lebanon,” katanya.
Laporan ini juga didukung oleh Associated Press dan Reuters.
Sumber : The Epoch Times
Di Balik Aliansi Rusia–Korea Utara
Antonio Graceffo
Uji coba rudal terlarang Korea Utara dan pengiriman pasukan ke Ukraina menjadi sorotan yang tidak diinginkan oleh Tiongkok dan berisiko menyebabkan sanksi tambahan—sesuatu yang ingin dihindari oleh Partai Komunis Tiongkok (PKT) dan Xi Jinping, mengingat kini sedang bergulat dengan kondisi perekonomian Tiongkok.
KTT BRICS baru-baru ini di Kazan, Rusia, menyoroti ketegangan yang muncul dalam aliansi anti-Barat antara Tiongkok, Rusia, Korea Utara, dan Iran. Selama acara tersebut, Xi Jinping secara mencolok meninggalkan Presiden Rusia Vladimir Putin menunggu sendirian sebelum sesi foto yang dijadwalkan, berdiri di depan bendera Rusia dan Tiongkok. Insiden ini terjadi ketika Putin berusaha menunjukkan ketahanan terhadap sanksi Barat dengan menjadi tuan rumah KTT tersebut.
Tindakan Xi tampaknya menegaskan posisi dominan Tiongkok dalam hubungan bilateral mereka. Sikap ini mungkin terkait kekhawatiran Beijing semakin kuatnya hubungan antara Pyongyang dan Moskow, yang mana dapat melemahkan pengaruh PKT terhadap Korea Utara.
Baru-baru ini, Korea Utara mengirimkan sekitar 11.000 pasukan ke Rusia, dengan beberapa di antaranya sudah terlibat dalam pertempuran dengan pasukan Ukraina. Departemen Luar Negeri AS memperkirakan bahwa pasukan ini mungkin langsung terlibat dalam konflik di Ukraina. Awal tahun ini, Rusia dan Korea Utara mempererat hubungan bilateral mereka, dengan Pyongyang memasok amunisi ke Moskow dalam kesepakatan yang melanggar embargo senjata PBB. Sebagai pendukung ekonomi utama bagi Korea Utara dan Rusia, Tiongkok umumnya dianggap diajak berkonsultasi sebelum kedua negara tersebut mengambil langkah kebijakan luar negeri secara signifikan. Namun, tidak jelas apakah PKT menyetujui penjualan amunisi Korea Utara ke Rusia atau penguatan kerja sama militer mereka.
Hubungan yang semakin erat antara Korea Utara dan Rusia tampaknya merupakan langkah strategis untuk mengurangi ketergantungan Korea Utara pada Tiongkok, sehingga mengurangi pengaruh Beijing atas Pyongyang.
Kemitraan ini dapat meningkatkan program senjata nuklir Korea Utara, mungkin mendapatkan dukungan Rusia dalam pengembangan misilnya. Selain itu, Korea Utara mungkin mengupayakan komitmen militer Rusia jika terjadi konflik di Semenanjung Korea.
Perjanjian pertahanan bersama Rusia–Korea Utara tahun 2024 menunjukkan, terlepas dari sikap Tiongkok terhadap konflik tersebut, Korea Utara mungkin mengharapkan bantuan militer dari Rusia. Korea Utara jelas sedang mengatur ulang aliansinya dengan Tiongkok.
Sejak Perang Dunia II, dan terutama sejak runtuhnya Uni Soviet, Korea Utara hampir tidak memiliki pilihan selain menjaga hubungan yang kuat dengan Tiongkok. Hubungan ini memungkinkan PKT memiliki sedikit kendali atas program misil Kim Jong Un, meskipun pada akhirnya Beijing gagal mencegah Korea Utara memperoleh senjata nuklir—perkembangan yang kemungkinan besar dianggap bertentangan dengan kepentingan PKT. Namun, kini Moskow tampaknya menawarkan Pyongyang mitra alternatif, dan poros baru Korea Utara ke Rusia mungkin menimbulkan masalah bagi Xi dan PKT pada saat yang tak tepat.
Saat Xi berupaya memperbaiki hubungan dengan Eropa dan Amerika Serikat, tindakan Korea Utara justru menarik perhatian negatif yang tidak diinginkan, termasuk mengingatkan dunia akan perang Ukraina—konflik yang melibatkan sekutu dekat Tiongkok, Rusia. Dengan perekonomian Tiongkok yang stagnan, Xi menerapkan stimulus terbesar yang menurut sebagian besar pakar kemungkinan besar akan gagal mendorong pertumbuhan dan hanya menambah utang negara. Di tengah tantangan ini, Xi berfokus untuk menarik lebih banyak perdagangan dan investasi asing—bukan memprovokasi sanksi lebih lanjut. Xi ingin mendorong perdagangan dan investasi asing, bukan memicu sanksi.
Sebagai hasilnya, Tiongkok baru-baru ini mengambil sikap lebih hati-hati dalam mendukung Rusia, berbeda dengan Korea Utara yang tampak acuh tak acuh terhadap sanksi. Pada akhir Oktober, Korea Utara menggelar uji coba rudal jarak jauh, melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB. Korea Utara sudah berada di bawah sanksi yang luas dan hampir tidak memiliki hal lain untuk dirugikan, tetapi Xi dan PKT memiliki banyak kepentingan yang dipertaruhkan. Sementara Rusia dan Korea Utara sebagian besar sudah terlepas dari ekonomi Barat, Tiongkok masih bergantung kepada perdagangan dan investasi dari Amerika Serikat serta Uni Eropa. Ketergantungan ini semakin ditekankan pada Oktober ketika Amerika Serikat menjatuhkan sanksi kepada Tiongkok atas dukungan tidak langsungnya terhadap perang Rusia di Ukraina.
Otonomi Korea Utara yang semakin meningkat kini menjadi tantangan strategis bagi Beijing, mengganggu upaya Xi untuk menstabilkan ekonomi Tiongkok dan posisinya di dunia. Keterlibatan pasukan Korea Utara di Ukraina merupakan momen bersejarah—ini akan menjadi pertama kalinya dalam kurun waktu lebih dari 70 tahun tentara Korea Utara membunuh warga Eropa. Meskipun Ukraina bukan bagian dari NATO, negara itu adalah bagian dari Eropa, dan memberikan citra yang mengkhawatirkan: Dua sekutu terdekat Tiongkok, Korea Utara dan Rusia, kini terlibat dalam membunuh warga Eropa.
Perkembangan ini dapat mempercepat diskusi tentang pembentukan “NATO Asia.” Pasalnya, tindakan Korea Utara dapat dianggap sebagai pembenaran untuk koalisi semacam itu. Secara historis, negara-negara Eropa—kecuali Prancis dan Inggris—cenderung enggan mendukung militerisasi yang dipimpin AS di Indo-Pasifik, menganggap kepentingan mereka di wilayah tersebut sangat terbatas. Namun, dengan negara Indo-Pasifik kini secara langsung terlibat dalam konflik di dataran Eropa, perhitungan ini dapat berubah. Bagi Xi, peningkatan militerisasi Eropa di Indo-Pasifik adalah tak diinginkan, terutama saat PKT berusaha menghindari sanksi tambahan dan mendorong investasi asing ke Tiongkok.
Pandangan yang diungkapkan dalam artikel ini adalah opini penulis dan tidak mencerminkan pandangan The Epoch Times.
Antonio Graceffo, Ph.D., adalah seorang analis ekonomi Tiongkok yang telah menghabiskan lebih dari 20 tahun di Asia. Graceffo adalah lulusan Universitas Olahraga Shanghai, meraih gelar MBA Tiongkok dari Universitas Jiaotong Shanghai, dan saat ini belajar pertahanan nasional di Universitas Militer Amerika. Ia adalah penulis buku “Beyond the Belt and Road: China’s Global Economic Expansion” (2019).
Pakistan Akhiri Penutupan Ibu Kota Setelah Polisi Membubarkan Pendukung Imran Khan
Kementerian Dalam Negeri Pakistan mengonfirmasi bahwa setidaknya enam orang tewas selama aksi protes berlangsung
ETIndonesia. Penutupan kota selama empat hari di ibu kota Pakistan, Islamabad, berakhir pada Rabu setelah tindakan keras polisi terhadap para demonstran yang menuntut pembebasan mantan Perdana Menteri Imran Khan.
Pihak berwenang membuka kembali jalan-jalan yang menghubungkan ibu kota dengan wilayah lain pada Rabu pagi, setelah sebelumnya ditutup dengan kontainer untuk mencegah demonstran masuk, menurut pejabat setempat.
Laporan menyebutkan bahwa polisi menggunakan gas air mata dan penangkapan massal untuk membubarkan ribuan demonstran yang berkumpul.
Menteri Dalam Negeri Mohsin Naqvi mengonfirmasi berakhirnya penutupan dalam sebuah pernyataan.
“Semua jalan telah dibuka kembali, dan para demonstran telah dibubarkan,” kata Naqvi.
Kementerian Dalam Negeri negara Pakistan mengonfirmasi bahwa setidaknya enam orang—termasuk empat tentara paramiliter dan dua demonstran—tewas dalam demonstrasi yang dimulai akhir pekan lalu setelah seruan dari partai Imran Khan, Pakistan Tehreek-e-Insaf (PTI).
Partai tersebut mendesak para pendukung Khan untuk bergabung dalam gerakan yang sebut sebagai “long march” dari wilayah barat laut yang bergolak menuju Islamabad untuk menuntut pembebasannya.
Khan, yang tetap menjadi tokoh oposisi populer, dipenjara sejak Agustus 2023 terkait lebih dari 150 kasus pidana yang mencakup tuduhan korupsi hingga memicu kekerasan.
Mantan pemain kriket yang beralih menjadi politisi itu, bersama partainya, mengklaim tuduhan tersebut bermotif politik untuk menggagalkan upayanya kembali dalam pemilu umum tahun ini.
Pada Selasa, ribuan demonstran, yang dipimpin oleh istrinya, Bushra Bibi, berkumpul di ibu kota meski mendapat peringatan dari pemerintah bahwa mereka akan dihadapi dengan kekerasan.
Sejumlah demonstran menerobos berbagai barikade dan memasuki zona keamanan tinggi yang berisi gedung-gedung pemerintah dan kedutaan sebelum bentrok dengan pasukan keamanan.
Tindakan Polisi Dianggap “Pembantaian,” Klaim PTI
Bushra Bibi dan pemimpin PTI lainnya melarikan diri ke Mansehra di Provinsi Khyber Pakhtunkhwa, tempat partai tersebut masih berkuasa, saat polisi mendorong mundur para demonstran.
Stasiun TV Geo News melaporkan pada Rabu bahwa partai tersebut mengumumkan “penangguhan sementara” aksi protes.
Dalam sebuah pernyataan di platform media sosial X pada Selasa, partai tersebut menuduh pasukan keamanan negara melakukan “pembantaian” saat menindak dengan keras terhadap demonstran,. PTI menyatakan bahwa negara itu sedang “tenggelam dalam darah.”
“Hari ini, pasukan keamanan bersenjata melancarkan serangan brutal terhadap demonstran damai PTI di Islamabad, menembakkan peluru tajam dengan tujuan membunuh sebanyak mungkin orang,” tulis partai tersebut. “Dunia harus mengutuk kekejaman ini dan erosi demokrasi serta kemanusiaan di Pakistan.”
Partai itu juga mendesak komunitas internasional untuk “mengambil sikap tegas terhadap tindakan brutal ini.”
Liputan media tentang demonstrasi di Pakistan sebagian besar berhenti dalam beberapa hari terakhir. Pihak berwenang memberlakukan pemadaman internet di beberapa bagian negara sebagai upaya mencegah PTI menyebarkan informasi dan merencanakan aksi protes, meskipun akses internet kini telah dipulihkan.
Dalam pernyataan sebelumnya pada Selasa, Perdana Menteri Pakistan Shehbaz Sharif, yang menggantikan Khan setelah digulingkan melalui mosi tidak percaya di parlemen pada 2022, mengatakan bahwa protes tersebut bukanlah aksi damai, melainkan “ekstremisme” dan “desain politik jahat.”
Menteri Dalam Negeri Pakistan Mohsin Naqvi mengatakan kepada wartawan bahwa para demonstran menggunakan senjata melawan pasukan keamanan dan bersenjata lengkap. Mereka juga melanggar larangan berkumpul di kota.
Kandidat yang didukung partai Khan memenangkan sebagian besar kursi dalam pemilu parlemen pada Februari, tetapi Sharif berhasil membentuk koalisi untuk mempertahankan kekuasaan.
Khan dan partainya menuduh adanya kecurangan pemilu yang dilakukan melalui tindakan keras militer untuk menjauhkan dirinya dari kekuasaan. Militer membantah tuduhan manipulasi pemilu tersebut.
Guy Birchall, The Associated Press, dan Reuters turut berkontribusi dalam laporan ini.
Sumber : The Epoch Times