Trump menaikkan tarif terhadap Tiongkok hingga 145 persen, sementara negara-negara lain mendapat penangguhan selama 90 hari atas tarif retaliasi
EtIndonesia. Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese, menolak tawaran dari Duta Besar Tiongkok untuk Australia, Xiao Qian, untuk “bergandengan tangan” dengan Beijing dalam menghadapi tarif yang diberlakukan oleh Presiden AS, Donald Trump.
Dalam konferensi pers di Cairns, saat ia sedang berkampanye menjelang pemilu federal 3 Mei, Albanese menyatakan bahwa Australia akan mengambil sikapnya sendiri dalam negosiasi.
“Kami akan berbicara untuk diri kami sendiri. Posisi Australia adalah bahwa perdagangan bebas dan adil adalah hal yang baik,” ujarnya kepada para wartawan.
Sementara itu, pemimpin oposisi Peter Dutton juga mendapat pertanyaan serupa saat berkampanye di Melbourne.
“Hubungan dagang yang kuat antara Australia dan Tiongkok penting untuk kepentingan bersama. Saya ingin pabrik-pabrik berkembang agar kita bisa mengekspor ke seluruh dunia,” kata Dutton kepada media.
“Saat Koalisi memerintah, kami menandatangani 11 perjanjian perdagangan bebas. Tahukah Anda berapa banyak yang ditandatangani oleh pemerintah saat ini? Hanya satu perjanjian perdagangan bebas. Maka dari itu, saya ingin industri kita di sini terus berkembang.”
Duta Besar Xiao menyerukan kepada Canberra untuk menjaga hubungan dagang yang terbuka dan kooperatif, serta menyatakan bahwa Beijing siap “bergandengan tangan” dengan Australia dan negara-negara lain dalam menanggapi perubahan kebijakan, merujuk pada tarif Trump.
Wakil Perdana Menteri Richard Marles mengatakan bahwa Australia akan tetap fokus pada kepentingannya sendiri.
Trump menaikkan tarif terhadap Tiongkok menjadi 145 persen setelah negara itu sebelumnya memberlakukan tarif balasan sebesar 84 persen. Sebelumnya tarif AS atas barang-barang Tiongkok sempat disebut naik 125 persen.
Sembari menaikkan tarif terhadap Beijing, Trump mengumumkan pada 9 April bahwa ia akan menghentikan penerapan tarif balasan global selama 90 hari.
“Berdasarkan kurangnya rasa hormat yang ditunjukkan Tiongkok terhadap pasar dunia, saya dengan ini menaikkan tarif yang dikenakan terhadap Tiongkok oleh Amerika Serikat menjadi 125 persen, berlaku segera,” tulis Trump di Truth Social.
“Pada titik tertentu—mudah-mudahan dalam waktu dekat—Tiongkok akan menyadari bahwa masa-masa mengambil keuntungan dari AS dan negara-negara lain tidak lagi bisa dipertahankan atau diterima.”
Penurunan tarif terhadap semua negara selain Tiongkok berarti bahwa tarif 10 persen yang dikenakan terhadap Australia kini tidak lagi lebih menguntungkan dibandingkan negara lain.
Sebelumnya, Albanese menyatakan bahwa tidak ada negara lain yang mendapat kesepakatan lebih baik dari tarif Trump dibandingkan Australia.
Menanggapi berita global ini dan kenyataan bahwa kini sebagian besar negara berada dalam posisi yang sama dengan Australia—yaitu dikenakan tarif 10 persen untuk ekspor ke Amerika Serikat—Perdana Menteri berjanji akan terus memperjuangkan kesepakatan yang lebih baik.
“Kesepakatan terbaik adalah nol persen: itulah sebabnya kami terus mendorongnya di setiap kesempatan yang tersedia,” ujar Albanese kepada wartawan pada 10 April.
“Perubahan yang terjadi dari hari ke hari menunjukkan pentingnya memiliki posisi yang matang, terukur, dan jelas dalam bernegosiasi terkait isu-isu internasional seperti ini.”
Pasar Australia bereaksi positif terhadap jeda tarif balasan global dari Trump pada 10 April, dengan harga saham dan nilai tukar dolar Australia mengalami pemulihan.
Indeks acuan S&P/ASX 200, yang mencakup 200 perusahaan terbesar di Australia, naik kembali sebesar 4,7 persen sejak pembukaan perdagangan pada 10 April.
Dolar Australia kini bernilai 61,83 sen AS, setelah sebelumnya sempat turun di bawah 60 sen pada 9 April. (asr)
Sumber : Theepochtimes.com