Sejak naik ke tampuk kekuasaan, pemimpin Partai Komunis Tiongkok (PKT) Xi Jinping telah membawa politik dan ekonomi Tiongkok ke dalam krisis serius. Penolakan terhadap Xi dari kalangan birokrat maupun masyarakat terus bermunculan. Menurut sumber terpercaya, Xi sebenarnya telah kehilangan kekuasaan sejak April tahun lalu. Kini, mantan Perdana Menteri Wen Jiabao dan Wakil Ketua Komisi Militer Zhang Youxia yang memegang kendali atas situasi politik Tiongkok.
EtIndonesia. Baru-baru ini, Epoch Times mendapatkan informasi dari sumber terpercaya bahwa meskipun Xi Jinping masih tampak menjabat secara formal, pada kenyataannya ia sudah kehilangan kekuasaan. Wen Jiabao, Zhang Youxia, dan tokoh-tokoh lainnya kini menjadi faktor kunci yang menentukan arah politik Tiongkok.
Informasi menyebutkan bahwa sejak April tahun lalu, Xi mulai kehilangan pengaruh. Ia sempat mencoba melakukan perlawanan, bahkan melibatkan senjata, namun semuanya berujung kegagalan. Saat ini, Xi hanya “berakting” sesuai naskah. Apa pun yang diperintahkan kepadanya, ia lakukan—termasuk kunjungan ke Rusia. Namun, elite partai belum punya arah jelas untuk langkah berikutnya.
Mantan pejabat di Komisi Pusat Disiplin PKT, Wang Youqun, menulis dalam Epoch Times pada 27 Mei bahwa setelah Xi tiba-tiba jatuh sakit dan dirawat pada Juli tahun lalu, terjadi gejolak dalam lingkaran kekuasaan. Kabar mengenai hilangnya pengaruh Xi terus bermunculan. Disebutkan bahwa karena Xi terus-menerus “membersihkan” lawan politiknya, ia telah memusuhi hampir semua faksi dalam PKT. Kepemimpinannya telah menyebabkan kekacauan dalam urusan dalam negeri dan luar negeri, memperparah krisis ekonomi, sosial, dan politik.
Beberapa tokoh senior PKT serta sejumlah jenderal berpangkat tinggi, bersama Zhang Youxia, dikabarkan mengambil langkah tegas untuk melemahkan kekuasaan Xi, khususnya dalam bidang militer.
Penulis artikel tersebut menyimpulkan bahwa kehilangan kendali atas militer berarti Xi juga kehilangan kekuatan untuk menentukan arah kebijakan dalam negeri dan luar negeri, serta kekuasaan dalam pengangkatan pejabat tinggi.
Statusnya sebagai “inti kepemimpinan” PKT pun lenyap, menjadikannya seorang tokoh yang terisolasi. Kini, Xi yang masih melakukan kegiatan di dalam dan luar negeri hanyalah seorang “aktor” yang menjalankan peran sesuai skenario yang telah ditulis.
Sejak naik ke tampuk kekuasaan pada 2012, Xi Jinping melakukan kompromi dengan faksi Jiang menjelang Kongres Nasional PKT ke-19 pada 2017 demi mempertahankan kekuasaan dan partai. Hal ini menyebabkan politik Tiongkok bergerak tajam ke kiri dan menjerumuskan masyarakat Tiongkok ke dalam bencana besar.
Selama masa pemerintahan Xi, terlalu banyak keputusan besar yang salah dalam bidang dalam negeri dan diplomasi. Ketidakpuasan terhadap Xi meluas ke semua lapisan masyarakat. Saat ini, ekonomi Tiongkok terus memburuk dan faksi dalam elit PKT pun tercerai-berai. Selama beberapa tahun terakhir, banyak loyalis yang dipromosikan oleh Xi di pemerintahan, partai, dan militer telah tersingkir.
Sebelumnya, kebijakan “zero-COVID” selama tiga tahun yang dijalankan langsung oleh Xi merusak ekonomi Tiongkok dan memicu “Revolusi Kertas Kosong.” Rakyat menyerukan slogan politik seperti “Turunkan Partai Komunis” dan “Turunkan Xi Jinping.” Sejak Desember 2024, surat terbuka yang menuntut pengunduran diri Xi terus menyebar luas di internet.
Berbagai tanda menunjukkan bahwa posisi Xi semakin terancam. Pada 2 April 2025, anggota Politbiro dan Menteri Departemen Front Persatuan, Shi Taifeng, dipindahkan menjadi Menteri Departemen Organisasi. Sementara itu, Li Ganjie—yang dikenal sebagai loyalis Xi—dipindahkan dari posisi Menteri Organisasi menjadi Menteri Front Persatuan. Pergeseran ini dianggap sebagai bukti bahwa Xi telah kehilangan kendali atas penempatan pejabat penting.
Pada 14 April, pengamat politik keturunan Tionghoa yang berkewarganegaraan Jepang, Shi Ping, menulis di Modern Finance bahwa setelah rapat rutin politik bulanan PKT pada 31 Maret, terdapat kejanggalan dalam halaman utama People’s Daily pada 1 April. Dalam pemberitaan rapat, muncul lima kali frasa “Komite Sentral Partai,” namun ungkapan khas “Komite Sentral Partai dengan Xi Jinping sebagai inti” tiba-tiba hilang.
Shi Ping menilai, hal ini merupakan sinyal bahwa PKT mulai secara bertahap “menghilangkan sentralitas” Xi melalui perubahan bahasa, dan berupaya menurunkannya dari posisi “inti partai” menjadi hanya salah satu anggota dari kepemimpinan kolektif.
Pada 15 April, seorang pemuda pemberani berusia 27 tahun bernama Mei Shilin di Sichuan, menggantungkan tiga spanduk anti-komunis berukuran besar di atas jembatan dekat Terminal Bus Cha Dian Zi di Chengdu. Isi spanduk antara lain: “Tanpa reformasi sistem politik, tidak akan ada kebangkitan bangsa,” “Rakyat tidak butuh partai yang kekuasaannya tidak terkendali,” dan “Tiongkok tidak perlu diarahkan oleh siapa pun, demokrasi adalah arah yang sesungguhnya.”
Pada 21 dan 23 April, Ho Ching—istri mantan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong—secara mengejutkan membagikan dua artikel kritik terhadap Xi di Facebook. Dalam unggahan keduanya, ia menambahkan foto Xi yang sedang duduk sendiri dengan ekspresi murung, mengenakan masker. Publik menduga kuat ini adalah bentuk sindiran yang menegaskan kabar turunnya pamor Xi.
Sebelumnya, sebuah sumber terpercaya menyebutkan bahwa Xi Jinping mempercayai ramalan, dan sangat khawatir beberapa nubuat kuno Tiongkok tentang kudeta dan pembunuhan politik akan menimpa dirinya, bahkan sampai meramalkan ia akan meninggal dunia saat masih menjabat. (Hui)
Laporan oleh Li Enzhen | Editor: Li Quan – NTDTV.com
- Zhongnanhai : Pusat dan Komplek Partai Komunis Tiongkok di Beijing