EtIndonesia. Meskipun Konferensi Aksi Politik Konservatif (CPAC) yang diselenggarakan oleh American Conservative Union (ACU) digelar pada Kamis, 29 Mei, di ibu kota Hongaria, Budapest—Presiden AS Donald Trump tidak lagi secara terbuka memuji Perdana Menteri Hongaria, Viktor Orban.
Hubungan antara pemerintahan Orban di Hongaria dan Donald Trump selama ini digambarkan bak kisah indah yang harmonis. Namun sejak dimulainya masa jabatan kedua Trump, hubungan keduanya tampak semakin tegang. Padahal, Viktor Orban dikenal dekat dengan pimpinan gerakan Trumpisme di Amerika Serikat, dan CPAC yang merupakan forum utama kaum konservatif AS pun tetap digelar di Budapest pada 29 Mei. Namun, tidak ada satu pun kunjungan kenegaraan yang diumumkan antara kedua pemimpin ini.
Harian Le Monde asal Prancis bahkan menulis: “Bulan madu antara Orban dan Trump telah berakhir.”
Investasi Tiongkok Jadi Sumber Ketegangan
Menurut laporan Le Monde, salah satu pemicu keretakan hubungan ini adalah ketidaksenangan pihak Amerika terhadap besarnya investasi dari Tiongkok ke Hongaria.
Ilmuwan politik Hongaria, Balint Ruff, mengatakan:“Pemerintahan Viktor Orban baru-baru ini menerima banyak investasi dari Tiongkok, dan ini membuat Amerika sangat tidak senang.”
Viktor Orban dikabarkan mencoba menjalin hubungan bisnis antara perusahaan telekomunikasi Budapest, 4iG, dengan perusahaan-perusahaan teknologi Amerika seperti SpaceX milik Elon Musk. Namun hingga kini, upaya tersebut belum membuahkan hasil.
Trump pun kini tak lagi memuji Orban di hadapan publik. Padahal, dalam kampanye politiknya pada Oktober 2024, Trump pernah menggambarkan Orban sebagai sosok yang “kuat dan bijaksana”, bahkan menyebutnya sebagai “salah satu pemimpin paling tangguh di dunia”.
Masalah Hak Veto dan Sanksi terhadap Rusia
Masih menurut Le Monde, di permukaan, hubungan antara pemerintah Orban dan lingkaran Trump memang terlihat sopan dan ramah. Namun di balik layar, komunikasi antara Washington dan Budapest semakin penuh ketegangan.
Salah satu sumber ketegangan utama adalah sikap Orban terkait perpanjangan sanksi ekonomi Uni Eropa terhadap Rusia. Pada Januari lalu, ketika Uni Eropa hendak memperpanjang sanksi terhadap Moskow, Viktor Orban mengancam akan menggunakan hak vetonya. Pada April, Uni Eropa kembali menyatakan keprihatinannya atas sikap tidak kooperatif Hongaria terhadap “senjata ekonomi” tersebut.
Meskipun hubungan antara Moskow dan Washington mulai membaik sejak Trump kembali ke Gedung Putih, AS tetap menginginkan agar Uni Eropa mempertahankan sanksi terhadap Rusia sebagai alat tawar dalam negosiasi akhir perang Ukraina. Karena itu, menurut seorang diplomat Amerika, pemerintahan Trump telah melakukan berbagai upaya “di semua level” untuk meyakinkan Hongaria agar tidak menggunakan hak veto mereka.
Ambisi Orban untuk Perjanjian Ekonomi dengan AS
Pemerintah Budapest sangat mementingkan apa yang mereka sebut sebagai “kemitraan strategis” dengan Amerika Serikat dan berusaha keras melindungi kepentingan nasionalnya.
Balazs Orban, penasihat politik Viktor Orban (bukan kerabat), mengungkapkan bahwa Hongaria tengah mencoba menegosiasikan perjanjian perdagangan bilateral dengan AS guna menghindari rencana Trump untuk mengenakan tarif baru terhadap Uni Eropa. Di saat yang sama, Budapest juga tengah berupaya membuat kesepakatan untuk menghindari pajak ganda terhadap perusahaan Hongaria yang beroperasi di Amerika Serikat.
Sayangnya, semua upaya ini berjalan lambat.
Seorang diplomat AS di Budapest yang tidak ingin disebutkan namanya mengatakan kepada Le Monde: “Beberapa orang di lingkaran Viktor Orban percaya bahwa jika Trump kembali berkuasa, semuanya akan berubah dengan cepat. Tapi kenyataannya tidak sesederhana itu.”
AS Longgarkan Sanksi, Tapi Hubungan Tetap Dingin
Meski hubungan diplomatik tidak hangat, AS sempat menunjukkan sedikit itikad baik. Pada 15 April, pemerintahan Trump memutuskan untuk mencabut sanksi ekonomi terhadap Antal Rogan, Kepala Staf Viktor Orban sekaligus kepala badan intelijen Hongaria.
Rogan yang kini berusia 50 tahun sebelumnya dikenai sanksi oleh Departemen Keuangan AS pada hari-hari terakhir masa jabatan Presiden Biden, atas dugaan keterlibatan dalam sejumlah skandal korupsi.
Namun tindakan ini tidak langsung memperbaiki hubungan. Pemerintah Hongaria menyebut sanksi sebelumnya sebagai bentuk “tikaman dari belakang” oleh pemerintahan Biden. Menurut para diplomat, pencabutan sanksi terhadap Rogan adalah salah satu tuntutan prioritas dari pemerintah Orban setelah Trump menang dalam pemilu.
Meski begitu, sebagian besar isu antara kedua negara tetap mengalami jalan buntu. Hingga kini, pemerintahan Trump belum menunjuk duta besar baru untuk Hongaria—berbanding terbalik dengan negara-negara Eropa lain seperti Italia dan Prancis, yang sudah mendapat duta besar baru dari AS. (jhn/yn)