EtIndonesia. Situasi di Timur Tengah kini kian mendidih. Berdasarkan laporan intelijen Amerika Serikat (AS), Israel dikabarkan telah sepenuhnya siap melancarkan serangan militer besar-besaran terhadap Iran. Persiapan ini memicu gelombang peringatan global dan langkah-langkah evakuasi darurat dari berbagai pihak, termasuk pemerintah Amerika Serikat.
AS Perintahkan Evakuasi, Trump Keluarkan Seruan Darurat
Departemen Luar Negeri AS secara resmi telah memerintahkan evakuasi terhadap pegawai non-esensial dari Irak. Tidak hanya itu, Amerika juga mengevakuasi staf dari kedutaan di Kuwait dan Muscat, Oman. Pentagon bahkan memberi izin kepada keluarga personel militer untuk secara sukarela meninggalkan kawasan Timur Tengah demi alasan keselamatan.
Donald Trump, Presiden AS yang kini menjadi tokoh sentral dalam dinamika politik global, secara terbuka menyerukan agar seluruh warga Amerika di kawasan Timur Tengah segera meninggalkan wilayah tersebut. “Saya menyarankan warga Amerika untuk meninggalkan Timur Tengah, karena situasinya bisa menjadi sangat berbahaya dalam waktu dekat,” ujar Trump pada 11 Juni 2025 dalam konferensi pers di Kennedy Center for the Performing Arts, Washington DC.
Menurut Trump, Amerika Serikat tak akan membiarkan Iran mengembangkan senjata nuklir dalam bentuk apa pun. Dalam wawancara dengan media Axios pada 12 Juni 2025, Trump juga memperingatkan bahwa kemungkinan serangan Israel terhadap Iran kini sangat tinggi. Namun, Trump menegaskan dirinya masih membuka pintu dialog dan berharap konflik berskala besar dapat dihindari, asalkan Iran bersedia menunjukkan sikap kompromi—sesuatu yang menurutnya sangat sulit dilakukan oleh Teheran hingga saat ini.
Ancaman Langsung: Iran Bersumpah Akan Membalas
Menanggapi memanasnya situasi, Menteri Pertahanan Iran, Aziz Nasirzadeh, dengan tegas memperingatkan bahwa jika negosiasi nuklir gagal dan Iran dipaksa ke meja konflik, maka seluruh pangkalan militer AS di Timur Tengah akan dijadikan target serangan Garda Revolusi Iran. Sejak Revolusi Islam 1979, hubungan Iran dan Israel memang tidak pernah membaik, dan kini memasuki salah satu fase paling genting sepanjang sejarah.
Negara-negara sahabat Iran pun ikut mengingatkan Teheran bahwa serangan Israel dapat terjadi sewaktu-waktu. Namun, Iran bersikeras tidak akan melepaskan haknya untuk melakukan pengayaan uranium yang selama ini menjadi inti dari sengketa nuklir internasional.
Peringatan Internasional untuk Jalur Perdagangan Minyak Dunia
Meningkatnya tensi militer membuat Organisasi Perdagangan Maritim Inggris mengeluarkan peringatan kepada kapal-kapal internasional yang melintas di Teluk Persia, Selat Hormuz, dan Teluk Oman. Ketiga jalur ini adalah urat nadi utama perdagangan minyak dunia. Inggris bahkan menginstruksikan kapal-kapalnya untuk sementara menghindari kawasan tersebut. Sementara itu, kapal-kapal milik Amerika di kawasan juga telah mendapatkan peringatan kesiagaan penuh menghadapi segala kemungkinan terburuk.
Laporan Eksklusif: Serangan Israel Bisa Terjadi Dalam Hitungan Hari
CBS News, dalam laporan eksklusif pada 12 Juni 2025, mengutip sejumlah sumber yang menyatakan Amerika Serikat memperkirakan Iran kemungkinan akan membalas serangan Israel dengan menyerang pangkalan-pangkalan militer Amerika di Irak. Sumber CBS juga menegaskan, inilah salah satu alasan utama Gedung Putih mengambil langkah evakuasi lebih awal pada 11 Juni lalu.
Sementara itu, The Wall Street Journal dan ABC News juga melaporkan bahwa Israel kini hanya tinggal menunggu “lampu hijau” dari Washington untuk memulai serangan militer. Bahkan, pejabat Israel telah memperingatkan bahwa jika Iran tidak segera menghentikan produksi bahan bakar nuklir, serangan ke fasilitas nuklir Iran bisa saja terjadi secepatnya pada Minggu, 15 Juni 2025.
Analisis: Serangan Israel, Dukungan AS, dan Ancaman Global
Menurut Bloomberg, fasilitas nuklir Iran tersebar di banyak wilayah, diperkuat pertahanan berlapis, dan terletak jauh di bawah permukaan tanah, membuat serangan militer konvensional menjadi sangat menantang. Para analis menilai tanpa dukungan penuh Amerika—baik dari segi persenjataan maupun logistik—Israel kemungkinan hanya mampu menunda program nuklir Iran selama beberapa bulan hingga setahun.
Selain target nuklir, militer Israel juga disebut-sebut akan menyerang infrastruktur penting Iran lainnya seperti instalasi minyak dan jaringan transportasi energi. Untuk benar-benar melumpuhkan kemampuan nuklir Iran, serangan harus dilakukan secara bertahap dalam beberapa gelombang, sesuatu yang juga akan memperbesar risiko eskalasi perang kawasan.
Trump sendiri, dalam berbagai pernyataan, berulang kali menegaskan bahwa Amerika Serikat siap melakukan aksi militer langsung ke fasilitas nuklir Iran jika Teheran tetap menolak menghentikan pengayaan uranium. Dalam wawancara terbaru dengan New York Post, Trump mengaku pesimistis terhadap peluang perdamaian, seraya menilai bahwa sikap Iran dalam negosiasi kini jauh lebih keras dan tidak kompromis dibanding beberapa waktu lalu.
Dewan Atom Dunia Geram: Iran Dikecam IAEA, Resolusi Dijatuhkan
Badan Energi Atom Internasional (IAEA) untuk pertama kalinya dalam dua dekade mengeluarkan resolusi khusus terhadap Iran karena dianggap gagal memenuhi kewajiban dalam perjanjian non-proliferasi nuklir. Resolusi ini diajukan oleh Amerika Serikat, Inggris, Prancis, dan Jerman, dan berhasil disahkan oleh dewan yang beranggotakan 35 negara.
Netanyahu dan Prioritas Israel: “Ini Saatnya Bertindak”
Dari pihak Israel, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu selama bertahun-tahun telah menunggu momentum yang tepat untuk menindak program nuklir Iran. Menurut profesor Zhang Ping dari Universitas Tel Aviv, Netanyahu sudah menjadikan penghancuran fasilitas nuklir Iran sebagai target prioritas sejak 2009. Namun rencana tersebut sempat tertahan di era pemerintahan Obama. Kini, di bawah koordinasi erat dengan Trump, seluruh persiapan telah matang dan hanya tinggal menunggu aba-aba dari Gedung Putih.
Apa yang Akan Terjadi Selanjutnya?
Dunia kini menahan napas menanti detik-detik penentu yang bisa memicu konflik berskala besar antara Israel dan Iran—dua musuh bebuyutan yang sama-sama memiliki pengaruh besar di kawasan. Serangan Israel, jika benar terjadi dalam beberapa hari ke depan, berpotensi menyeret Amerika dan sekutu-sekutunya ke dalam pusaran perang baru di Timur Tengah, dengan konsekuensi global pada pasar energi, keamanan internasional, dan stabilitas kawasan.
Kawasan Teluk Persia, Selat Hormuz, dan Teluk Oman kini dipenuhi kapal perang dan kapal dagang yang siaga penuh, sementara warga sipil dan komunitas internasional terus diimbau untuk mengevakuasi diri. Ancaman perang besar, bukan lagi sekadar wacana. (kyr)
Sumber : Sound of Hope