EtIndonesia. Pada tanggal 6 Maret, pejabat tinggi Inggris bersama perwakilan dari sekitar 20 negara Eropa menggelar pertemuan yang berfokus pada pembentukan aliansi sukarelawan untuk membantu Ukraina. Pertemuan ini menandai upaya bersama negara-negara tersebut dalam menyusun rencana bantuan pasca kesepakatan perdamaian antara Rusia dan Ukraina.
Menurut laporan Reuters, Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer, mengungkapkan bahwa selain rencana bantuan, beberapa negara—termasuk Inggris dan Prancis—akan mengirim pasukan untuk bergabung dengan pasukan penjaga perdamaian internasional guna mengawasi implementasi gencatan senjata di Ukraina.
Pertemuan Rahasia dan Upaya Politik
Sementara itu, staf senior Presiden Trump mengadakan pertemuan rahasia dengan para pemimpin oposisi Ukraina, di antaranya tokoh seperti Yulia Tymoshenko dan mantan Presiden Petro Poroshenko. Fokus pertemuan tersebut adalah membahas kemungkinan penyelenggaraan pemilihan presiden secara cepat, meskipun kedua tokoh tersebut menolak penyelenggaraan pemilu sebelum berakhirnya konflik.
Seorang pejabat senior kebijakan luar negeri dari Partai Republik mengungkapkan bahwa mereka akan menyetujui beberapa usulan yang sempat ditolak oleh Presiden Zelenskyy. Menteri Perdagangan Amerika, Wilbur Ross, menegaskan bahwa “Trump hanya menginginkan mitra perdamaian.”
Keterlibatan NATO dan Strategi Pertahanan Eropa
Dalam ranah pertahanan, laporan Bloomberg menyebutkan bahwa Perdana Menteri Italia, Giorgia Meloni, pada tanggal 6 Maret mengumumkan rencana perluasan cakupan Pasal 5 NATO ke Ukraina, meskipun Ukraina tidak akan diberikan status anggota penuh. Pasal 5, yang menyatakan bahwa serangan terhadap salah satu anggota merupakan serangan terhadap seluruh aliansi, dinilai sebagai jaminan keamanan yang stabil dan berkelanjutan.
Amerika, yang menanggung 66,8% pengeluaran pertahanan NATO, juga menegaskan melalui pernyataan Trump bahwa jika negara anggota tidak memenuhi kontribusi keuangannya, Amerika tidak akan lagi memberikan pertahanan.
Selain itu, laporan The Guardian mengungkapkan rencana Eropa untuk mengerahkan 120 pesawat tempur demi menjaga wilayah udara Kyiv dan Ukraina barat dari potensi serangan Rusia. Seorang komentator, Sydney Daddy, menilai bahwa lonjakan dana militer di Jerman, Uni Eropa, dan Prancis, beserta penyediaan payung nuklir bagi Eropa, mampu menyelesaikan permasalahan penumpukan senjata yang telah mengganggu benua tersebut selama 78 tahun.
Tanggapan dan Pernyataan Pemimpin Dunia
Presiden Zelenskyy, dalam KTT Uni Eropa, menyerukan adanya gencatan senjata parsial dengan menghentikan serangan misil, drone, dan bom terhadap infrastruktur vital, serta mengakhiri operasi militer di Laut Hitam demi kelancaran navigasi.
“Ini adalah langkah awal dari solusi menyeluruh. Perang ini harus segera berakhir. Ukraina siap bekerja sama dengan mitra-mitra kami di Amerika dan Eropa untuk mencapai perdamaian,” tegas Zelenskyy.
Di sisi lain, dalam siaran langsung televisi, Presiden Putin menyinggung pertempuran tahun 1812 dengan menyatakan bahwa “ada pihak-pihak yang ingin kembali ke era Napoleon, namun mereka lupa bagaimana akhirnya pertempuran tersebut berakhir.” Pernyataan ini menggambarkan kekecewaan terhadap upaya-upaya yang dianggap mengulang sejarah konflik.
Reaksi dari Panggung Politik Global
Diplomat Partai Komunis Tiongkok, Lu Shaye, secara tiba-tiba menyatakan kepada BBC bahwa sikap Trump terhadap sekutunya telah mengecewakan Eropa. Menurutnya, proses perdamaian Ukraina seharusnya tidak hanya ditentukan oleh Amerika dan Rusia, mengingat Eropa memiliki banyak keberatan. Komentar tersebut menuai berbagai tanggapan, termasuk pendapat dari jurnalis senior Pang Zhong yang menilai bahwa penyusunan rencana pengakhiran perang harus melibatkan kerjasama antara Ukraina dan negara-negara Eropa seperti Inggris dan Prancis sebelum melibatkan Amerika.
Situasi di Timur Tengah: Peringatan kepada Hamas
Dalam ranah Timur Tengah, Trump melalui akun media sosial “Truth” pada tanggal 5 Maret mengeluarkan peringatan keras kepada Hamas: “Jika kalian menahan sandera, kalian akan hancur. Jika tidak menurut perintah saya, tidak ada anggota Hamas yang akan aman.”
Peringatan tersebut disusul oleh pernyataan tegas Menteri Luar Negeri Amerika, Marco Rubio, yang menekankan kesungguhan Trump dalam menindak tegas aksi Hamas.
Selain itu, laporan Fox News mengabarkan bahwa Menteri Luar Negeri Amerika, Rubio, bersama Duta Besar Khusus Timur Tengah, Steve Witkoff, dan Penasihat Keamanan Nasional, Michael Waltz, dijadwalkan mengunjungi Arab Saudi untuk bertemu pejabat Ukraina. Waltz menyampaikan bahwa Zelenskyy terbuka untuk berunding dengan Rusia, menandakan langkah positif menuju penyelesaian konflik.
Tak hanya itu, AFP melaporkan bahwa pada tanggal 5 Maret, Trump juga bertemu dengan delapan sandera yang baru dibebaskan dari Gaza. Seorang profesor dari Universitas Tel Aviv juga mengunggah video latihan militer gabungan antara Amerika dan Israel, dengan pesawat tempur Israel mengawal pesawat pembom strategis B-52 Amerika, mengindikasikan koordinasi militer lintas negara yang terus berlangsung.
Sanksi dan Kebijakan Ekonomi terhadap Iran
Di tengah gejolak politik global, Menteri Keuangan Amerika, Scott Bessent, mengungkapkan bahwa sanksi yang dikenakan terhadap Iran bertujuan untuk menutup industri minyak negara tersebut dan menghancurkan ekonomi yang sudah rapuh. Target sanksi ini adalah mengurangi ekspor minyak Iran dari 1,5 juta barel per hari hingga nol.
Juru bicara Departemen Luar Negeri, Matthew Miller, menyatakan bahwa Amerika tengah meninjau kembali semua pengecualian sanksi, termasuk pengecualian senilai 10 miliar dolar AS yang sebelumnya diperpanjang oleh pemerintahan Biden. Pengecualian tersebut dijadwalkan berakhir pada 8 Maret, sehingga Amerika mendesak Irak untuk segera mengurangi ketergantungannya pada energi dari Iran.
Dalam perkembangan terkait, Reuters melaporkan bahwa Trump tengah mempertimbangkan pelarangan perjalanan bagi warga Afghanistan dan Pakistan, kebijakan yang pernah diterapkan pada masa jabatan pertamanya. Kebijakan ini diprediksi akan berdampak pada puluhan ribu warga yang telah memperoleh status suaka atau visa imigran. Selain itu, pejabat pemerintahan Trump sedang menyusun strategi agar negara-negara sekutu dapat mencegat kapal pesiar Iran di jalur laut strategis seperti Selat Malaka, guna menunda pengiriman minyak mentah yang dapat mengganggu pasar perdagangan global.
Minggu lalu, Departemen Keuangan Amerika juga memberlakukan sanksi baru terhadap 30 entitas, individu, dan kapal yang terkait dengan armada bayangan Iran, termasuk pimpinan perusahaan minyak negara tersebut dan pelaku transaksi dari Tiongkok serta Hong Kong. Menteri Keuangan Scott Bessent menegaskan bahwa siapa pun yang terlibat dalam transaksi minyak Iran akan menghadapi risiko sanksi berat.