Home Blog Page 5

Perjalanan Paksa dan Pengawasan: Serangan Preemptif Beijing terhadap Peringatan Tragedi Tiananmen

Para pembangkang di seluruh Tiongkok  ditempatkan di bawah pengawasan atau diperingatkan untuk tetap diam menjelang peringatan 36 tahun Pembantaian Lapangan Tiananmen oleh Partai Komunis Tiongkok (PKT)

EtIndonesia. Menjelang peringatan ke-36 Pembantaian Lapangan Tiananmen, otoritas  Tiongkok yang dikuasai Partai Komunis kembali memperketat cengkeramannya terhadap suara-suara pembangkangan.

Dalam peristiwa pembantaian yang terjadi pada 4 Juni 1989 itu, pasukan Tiongkok secara brutal menumpas gerakan pro-demokrasi yang dipimpin mahasiswa, mengakibatkan ribuan orang tewas dan terluka. Hingga kini, otoritas tetap sangat sensitif terhadap segala bentuk peringatan publik atas tragedi tersebut.

Seorang warga Beijing, Mr. Wang—yang merupakan teman dekat seorang pembangkang terkemuka—mengatakan kepada The Epoch Times bahwa tokoh-tokoh penting di ibu kota telah berada dalam pengawasan ketat oleh polisi keamanan negara.

Lapangan Tiananmen saat peristiwa 4 Juni 1989 (sumber: internet)

Menurut Wang, yang nama lengkapnya tidak disebutkan karena alasan keamanan, pada 30 Mei, jurnalis senior dan tokoh dissiden Gao Yu dibawa pergi oleh aparat keamanan negara dengan dalih “perjalanan”.

Beberapa tokoh lain, termasuk pengacara hak asasi manusia Mo Shaoping—yang dikenal luas karena membela para dissiden dan mendorong reformasi hukum; Pu Zhiqiang—pengacara hak sipil yang dikenal karena pembelaannya terhadap kebebasan berbicara dan keterlibatannya dalam kasus-kasus sensitif; serta penulis Lao Gui—pengamat vokal dan esais yang kerap menulis kritik terhadap politik dan masyarakat Tiongkok, juga dilaporkan telah dikenai tahanan rumah.

“Pembatasan ini diperkirakan akan terus berlaku hingga setelah 4 Juni,” ujar Wang.

‘Perjalanan’ untuk Suara-suara Pembangkang

Istilah “perjalanan paksa,” sebagaimana dijelaskan oleh para dissiden Tiongkok, mengacu pada taktik umum yang digunakan oleh otoritas selama periode-periode politik sensitif, seperti Sidang Tahunan Dua Sesi atau peringatan Pembantaian Tiananmen. Di bawah kedok wisata, polisi membawa para aktivis keluar dari rumah mereka untuk mengisolasi mereka, mencegah kontak dengan media, atau partisipasi dalam kegiatan peringatan.

Gao telah berulang kali menjadi sasaran “perjalanan paksa” dalam beberapa tahun terakhir.

Wang mencatat bahwa, kemungkinan karena keterbatasan anggaran, tidak semua dissiden dipindahkan kali ini. Banyak yang hanya dipantau oleh polisi lokal atau petugas keamanan. Ia menyebut satu tokoh lain yang kini ditahan di rumahnya: aktivis demokrasi terkenal, Hu Jia.

Hu, seorang kritikus vokal terhadap Partai Komunis Tiongkok (PKT), dikenal secara internasional atas advokasinya terhadap demokrasi, perlindungan lingkungan, dan kesadaran HIV/AIDS. Pada 2008, ia menerima Penghargaan Sakharov dari Parlemen Eropa untuk Kebebasan Berpikir.

Jutaan orang Tiongkok datang ke Lapangan Tiananmen untuk mendukung protes mahasiswa pro-demokrasi di Beijing pada tahun 1989. (Courtesy of Ma Jian)

“Bagi orang-orang seperti mereka, bahkan pergi ke supermarket pun harus dikawal polisi. Petugas mengikuti ke mana pun mereka pergi. Sudah puluhan tahun sejak 4 Juni 1989, tetapi otoritas masih terus-menerus menargetkan suara-suara pembangkangan,” kata Wang.

Li Wei, seorang aktivis hak asasi manusia yang berbasis di Beijing dan dikenal karena keterlibatannya dalam Gerakan Warga Negara Baru—jaringan yang mendorong keadilan sosial dan reformasi hukum di Tiongkok—mengunggah video dari kamera pengawas rumahnya ke media sosial X pada 30 Mei. Rekaman tersebut menunjukkan beberapa kendaraan polisi terparkir di luar rumahnya, memperkuat keterangan Wang tentang peningkatan pengawasan terhadap para dissiden.

Wang menambahkan bahwa penahanan yang terus-menerus ini memberikan dampak serius terhadap kesehatan para dissiden lanjut usia.

Seorang pria berdiri sendirian untuk memblokir barisan tank yang menuju ke timur di Jalan Perdamaian Abadi Beijing selama pembantaian Lapangan Tiananmen pada 5 Juni 1989. (Jeff Widener/AP Photo)

“Gao Yu sudah lanjut usia dan dalam kondisi kesehatan yang buruk. Diperlakukan seperti ini berulang kali adalah bentuk penyiksaan,” katanya.

Gao, yang kini berusia 81 tahun, adalah mantan wakil pemimpin redaksi Economics Weekly dan terkenal karena laporan-laporannya yang kritis mengenai isu-isu politik dan ekonomi. Ia telah beberapa kali dipenjara atas pekerjaannya, yang paling menonjol adalah kasus tahun 2015 ketika ia dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara karena diduga membocorkan dokumen PKT kepada media asing.

Keberanian dan komitmennya terhadap kebebasan pers telah membuatnya diakui secara internasional.

Di Provinsi Guizhou, Tiongkok bagian barat daya, seorang Kristen bernama Mr. Huang, yang menolak memberikan nama lengkap karena takut dibalas, mengatakan kepada The Epoch Times bahwa beberapa anggota kelompok Seminar Hak Asasi Manusia Guizhou telah dikenai tahanan rumah, dengan petugas polisi ditempatkan di depan rumah setidaknya empat anggota. Ia juga mengatakan bahwa pihak berwenang telah mengunjungi rumah-rumah untuk memberikan peringatan langsung agar tidak berbicara dengan media asing.

“Negara ini sedang mengalami krisis keuangan, tetapi masih saja tidak segan-segan menggunakan uang rakyat untuk menekan perbedaan pendapat,” katanya.

Hu Gang, seorang teman dari Ji Feng—dissiden yang berbasis di Guizhou—mengatakan kepada The Epoch Times pada 30 Mei bahwa Ji, yang saat ini berada di Yanjiao (sebuah kota di perbatasan Beijing–Hebei), telah menerima panggilan dari keamanan negara Guizhou yang memintanya untuk bersiap-siap menjalani “perjalanan,” meskipun tujuan akhirnya tidak disebutkan.

Ini berarti bahwa polisi akan membawanya pergi, merahasiakan keberadaannya, dan mengawasinya secara ketat dalam beberapa hari ke depan.

Ji adalah pemimpin mahasiswa di Universitas Guizhou selama protes pro-demokrasi tahun 1989 dan sejak saat itu terus menjadi kritikus vokal terhadap PKT.

Di Hefei, Provinsi Anhui di Tiongkok bagian timur, seorang pegiat hak lokal bernama Mr. Zhang, yang juga menolak menyebutkan nama lengkapnya demi keamanan, mengatakan kepada The Epoch Times bahwa mantan jaksa Shen Liangqing, yang pernah ikut serta dalam protes 1989 dan beberapa kali dipenjara, baru-baru ini diperingatkan oleh polisi agar tidak berbicara kepada jurnalis asing.

“Mereka menyuruhnya ‘hati-hati dalam berbicara’ dan ‘jangan menonjolkan diri,’” ujar Zhang.

Sensor Daring

Sensor di dunia maya juga semakin ketat. Para pengguna internet melaporkan bahwa akun mereka ditangguhkan karena membagikan gambar-gambar peringatan, seperti lilin yang menyala sebagai simbol berkabung untuk para korban 4 Juni 1989. Ini menunjukkan bahwa pemerintah benar-benar tidak mentoleransi referensi apa pun terhadap Pembantaian Lapangan Tiananmen.

Analis politik Sun Li, yang berbasis di Beijing, mengatakan bahwa Pembantaian Lapangan Tiananmen tetap menjadi luka mendalam dalam sejarah politik modern Tiongkok.

“Setiap tahun, menjelang tanggal ini, otoritas memperketat kontrol. Ini mencerminkan kecemasan yang mendalam terhadap legitimasi politik dan stabilitas sosial mereka,” katanya kepada The Epoch Times. “Dengan terus menolak bertanggung jawab atau mengungkap kebenaran, negara justru semakin memicu kemarahan publik.”

Pembantaian Lapangan Tiananmen adalah respons Partai Komunis Tiongkok terhadap protes damai yang dipimpin mahasiswa, yang dikenal sebagai gerakan pro-demokrasi tahun 1989, yang menuntut pemberantasan korupsi. Protes ini berlangsung hampir dua bulan di Beijing dan berbagai kota lainnya di Tiongkok.

Pada 3 Juni malam hingga dini hari 4 Juni 1989, pasukan Tiongkok di Beijing melepaskan tembakan ke arah mahasiswa dan warga sipil yang tidak bersenjata. Meskipun rezim Tiongkok tidak pernah mengumumkan jumlah resmi korban, dokumen AS yang telah dideklasifikasi pada tahun 2014 memperkirakan sekitar 10.454 orang tewas dan sekitar 40.000 lainnya terluka. (asr)

Laporan ini turut disumbangkan oleh Shen Yue.

Sumber : Theepochtimes.com

Ilmuwan Tiongkok Ditangkap Karena Membawa Patogen “Senjata Biologis” ke AS

Departemen Kehakiman Amerika Serikat pada Selasa (3/6/2025) mengumumkan bahwa seorang ilmuwan asal Tiongkok yang bekerja di Universitas Michigan, Jian Yunqing, didakwa karena menyelundupkan patogen biologis yang dikategorikan sebagai “senjata terorisme pertanian potensial” ke AS. Patogen tersebut dapat digunakan untuk menyerang tanaman pangan.

EtIndonesia. Dalam pernyataan resminya, Departemen Kehakiman AS menyebutkan bahwa Jian Yunqing, warga negara Tiongkok berusia 33 tahun, bersama pacarnya Liu Zunyong yang berusia 34 tahun, dituduh menyelundupkan patogen bernama Fusarium graminearum ke Amerika Serikat.

Menurut jurnal Food Security, Fusarium graminearum dapat merusak pertumbuhan gandum, jelai, jagung, dan padi, yang menyebabkan kerugian ekonomi global miliaran dolar setiap tahunnya. Selain itu, toksin yang dihasilkan oleh jamur ini bisa menyebabkan muntah-muntah, kerusakan hati, dan cacat reproduksi pada hewan ternak maupun manusia.

Selain tuduhan penyelundupan, Jian Yunqing dan Liu Zunyong juga didakwa dengan sejumlah kejahatan federal lainnya, termasuk berkonspirasi untuk menipu pemerintah AS, memberikan pernyataan palsu kepada penyelidik, serta melakukan penipuan visa.

Jian Yunqing diketahui sebagai anggota Partai Komunis Tiongkok (PKT), dan menurut jaksa, ia menerima dana penelitian dari yayasan yang didukung oleh pemerintah PKT untuk menjalani riset pasca-doktoral.

Pejabat Jaksa Federal Jerome Golden menyatakan dalam siaran pers: “Tindakan warga negara Tiongkok ini, termasuk seorang anggota Partai Komunis yang loyal, menimbulkan kekhawatiran serius terhadap keamanan nasional. Kedua warga asing ini dituduh menyelundupkan jamur yang digambarkan sebagai ‘senjata potensial untuk terorisme pertanian’ ke jantung wilayah Amerika, dan tampaknya berniat memanfaatkan laboratorium Universitas Michigan untuk memajukan rencana mereka.” (Hui)

Laporan oleh Yu Liang dan Ai Yi untuk NTDTV

Memelihara Anjing Sejak Kecil Sapat Membuat Anak-anak Lebih sehat

EtIndonesia. Tepat ketika Anda berpikir anjing tidak akan bisa lebih baik lagi, sebuah penelitian baru menemukan bahwa memelihara anjing saat masih anak-anak dapat memberikan perlindungan yang luar biasa dari kondisi kulit yang mengganggu.

Manfaat yang sama tidak berlaku untuk memelihara kucing.

Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Allergy menemukan bahwa bayi yang terpapar anjing peliharaan pada tahun pertama kehidupannya cenderung tidak mengalami eksim jika mereka membawa varian DNA yang meningkatkan risiko mereka terhadap kondisi tersebut.

“Pertanyaan tersulit yang ditanyakan oleh orangtua di klinik adalah tentang mengapa anak mereka mengalami eksim dan bagaimana mereka dapat membantu,” kata Sara Brown, seorang dokter kulit di Institut Genetika dan Kanker Universitas Edinburgh, dalam siaran pers.

“Kita tahu bahwa susunan genetik memengaruhi risiko anak terkena eksim dan penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa memelihara anjing dapat memberikan perlindungan, tetapi ini adalah penelitian pertama yang menunjukkan bagaimana hal ini dapat terjadi pada tingkat molekuler.”

Penelitian awal menunjukkan adanya hubungan antara eksim dan tujuh faktor gaya hidup, termasuk hewan peliharaan, saudara kandung, merokok, antibiotik, dan kebersihan.

Ketika mereka mencoba mengulangi temuan tersebut dengan kelompok yang jauh lebih besar — ​​255.000 — mereka menemukan perubahan yang mengejutkan.

Wilayah genetik yang terkait dengan peradangan diidentifikasi sebagai faktor yang meningkatkan risiko eksim — tetapi risiko ini menghilang pada orang yang memiliki anak anjing semasa kecil.

Uji laboratorium menunjukkan bahwa alergen dari anjing sebenarnya mengurangi peradangan pada sel kulit dengan gen berisiko.

Para ilmuwan menduga bahwa paparan terhadap berbagai macam mikroba di awal kehidupan, baik dari anjing atau saudara kandung yang lebih tua, dapat membantu “melatih” sistem kekebalan tubuh untuk bereaksi dengan tepat, bukan berlebihan — sebuah teori yang terkadang dijuluki “hipotesis kebersihan”.

“Penelitian ini menjelaskan mengapa beberapa anak mengalami eksim sebagai respons terhadap paparan lingkungan sementara yang lain tidak,” kata Marie Standl, seorang ahli epidemiologi di Helmholtz Munich di Jerman.

“Tidak semua tindakan pencegahan berhasil untuk semua orang — dan itulah mengapa studi gen-lingkungan sangat penting,” katanya. “Studi tersebut membantu kita bergerak menuju strategi pencegahan yang lebih personal dan efektif.”

Namun, perlu dicatat bahwa penelitian tersebut difokuskan pada cara mencegah eksim — bukan mengobatinya — karena bulu hewan peliharaan dapat membuat eksim semakin parah pada anak-anak yang sudah mengalaminya.

Ini bukanlah studi pertama yang menghubungkan kepemilikan anjing dengan manfaat kesehatan. Sebuah studi tahun 2019 dari Swedia menghubungkan memiliki anak anjing dengan peningkatan aktivitas fisik dan dukungan sosial, serta risiko kematian dini yang lebih rendah setelah serangan jantung atau stroke.

Dan tinjauan tahun 2022 tentang kepemilikan hewan peliharaan, penyakit jantung, dan hipertensi menemukan bahwa orang tua dan anak-anak tampaknya mengalami penurunan tekanan darah tinggi dengan hewan peliharaan. Selain itu, membelai anjing terbukti menurunkan hormon stres kortisol dan meningkatkan hormon oksitosin yang membuat merasa senang.(yn)

Sumber: nypost

Tarif Baja dan Aluminium AS akan Meningkat Hingga 50% pada  4 Juni, Mungkin Menargetkan PKT

Mulai Rabu (4 Juni), tarif impor baja dan aluminium ke Amerika Serikat dinaikkan dari 25% menjadi 50%, kecuali untuk Inggris. Meskipun kebijakan ini tampak menyasar Kanada dan Meksiko, target utamanya diyakini adalah partai komunis Tiongkok, untuk menghalangi praktik perdagangan tidak adil seperti dumping dan pengalihan asal produk.

EtIndonesia. Pada  Rabu, Amerika Serikat resmi menaikkan tarif impor untuk baja dan aluminium dari 25% menjadi 50%.

Presiden Trump menandatangani perintah eksekutif pada  Selasa (3 Juni), menyatakan bahwa langkah ini bertujuan untuk melawan praktik dumping, melindungi kapasitas produksi dalam negeri, dan menjaga keamanan nasional.

Trump menyampaikan:  “Kenaikan tarif ini akan lebih efektif dalam menindak negara-negara yang terus membanjiri pasar AS dengan baja dan aluminium berlebih dengan harga murah, yang melemahkan daya saing industri dalam negeri. Ini akan membantu menjaga tingkat pemanfaatan kapasitas produksi, dan memastikan industri dapat berkembang secara berkelanjutan demi memenuhi kebutuhan pertahanan nasional di masa depan.”

Perintah eksekutif tersebut menyebutkan bahwa Inggris dikecualikan dari kenaikan tarif ini, dan sementara ini tetap dikenai tarif 25%. Pengecualian ini diberikan untuk melaksanakan Perjanjian Kemakmuran Ekonomi AS-Inggris (Economic Prosperity Deal) yang ditandatangani pada 8 Mei.

Jika Inggris mematuhi ketentuan keamanan terkait “penghapusan rantai pasokan dari Tiongkok”, maka produk bajanya bisa mendapatkan tarif nol persen.

Namun, Kanada — yang merupakan pemasok baja terbesar bagi AS — tidak mendapat pengecualian.

Sementara itu, Meksiko, sebagai pemasok baja terbesar ketiga ke AS, menyatakan akan mengupayakan pembebasan dari tarif baru ini.

Target Utama: Praktik Tidak Adil Partai Komunis Tiongkok

Langkah tarif baja dan aluminium ini secara luas dipandang sebagai langkah untuk menargetkan praktik dumping dan manipulasi asal barang oleh Tiongkok.

Meski volume ekspor langsung baja dan aluminium dari Tiongkok ke AS tidak besar, karena pasar domestik Tiongkok sudah jenuh, Tiongkok membanjiri pasar luar negeri dengan produk baja dan aluminium murah. Produk-produk ini kemudian dialihkan melalui negara ketiga untuk menyamarkan asalnya, sehingga bisa masuk ke AS tanpa terkena tarif tinggi. (Hui)

Laporan oleh Li Mei dan Zhang Xiaoyu – NTD News

Mahasiswa Pria di Universitas Wuhan Mengamuk Menikam Banyak Orang di Kantin, Lalu Coba Mengakhiri Hidup

0

EtIndonesia. Dalam beberapa tahun terakhir, kasus pembunuhan acak semakin sering terjadi di Tiongkok daratan. Pada 4 Juni, seorang mahasiswa pria di Universitas Wuhan melakukan serangan brutal di kantin kampus dengan menikam banyak orang secara acak, lalu mencoba bunuh diri dengan menggorok lehernya sendiri. Diduga, motifnya terkait dengan kesulitan dalam menyelesaikan skripsi akhir studinya. Pemerintah Tiongkok telah menyensor pemberitaan ini, dan jumlah pasti korban luka maupun tewas belum dapat dikonfirmasi.

Kejadian Serangan di Kantin Kampus

Pada 4 Juni sore, berbagai video dan foto beredar di media sosial Tiongkok, memperlihatkan kejadian penikaman acak yang mengerikan di Kantin 4 Universitas Wuhan.

Pelaku adalah seorang mahasiswa pria berpakaian hitam yang membawa pisau.

Foto-foto menunjukkan bahwa di luar pintu kantin terdapat setidaknya tiga korban yang terluka – dua pria dan satu wanita – dengan luka tusukan di bagian leher dan tubuh mereka berlumuran darah.

Kronologi Menurut Saksi Mata

Menurut kesaksian saksi yang diunggah secara online, pelaku tiba-tiba masuk ke dalam kantin dan secara acak menikam orang-orang, terutama menyerang bagian leher. Beberapa mahasiswa kemudian menggunakan kursi untuk mencoba menghentikannya. Setelah itu, pelaku menggorok lehernya sendiri dalam upaya bunuh diri. Baik pelaku maupun korban-korban kemudian dibawa oleh pihak kepolisian.

Dugaan Motif: Skripsi yang Diblokir

Beredar pula tangkapan layar yang diyakini sebagai surat wasiat pelaku yang diunggah ke internet. Dalam surat tersebut, mahasiswa bermarga Zhu itu mengecam dosen penguji yang dinilainya dengan sengaja mempersulit kelulusan skripsinya. Ia menulis: “Hanya bisa pergi ke kantin dan menikam beberapa penonton beruntung untuk menemaniku pergi. Sudah malas bermain, waktunya ulang dari awal.” “Jika tidak bisa diselesaikan secara kolektif, maka satu-satunya cara adalah membunuh. Tidak ada yang lebih efektif dari sebilah pisau dapur.”

Seorang mahasiswa Universitas Wuhan yang diwawancarai oleh media Epoch Times menyatakan bahwa pelaku adalah mahasiswa tingkat akhir yang merasa frustasi karena skripsinya beberapa kali ditolak secara tidak adil oleh dosen penguji, meski sudah diperbaiki empat hingga lima kali oleh dosen pembimbingnya.

Pada  4 Juni pagi, dia diberitahu bahwa struktur skripsinya masih bermasalah dan perlu direvisi besar-besaran, padahal dua hari kemudian sudah jadwal sidang skripsi. Hal ini membuatnya stres berat dan akhirnya menyerang orang di kantin secara acak. Karena ia tidak tahu siapa dosen pengujinya, ia menyerang orang lain sebagai pelampiasan.

Mahasiswa tersebut juga mengatakan bahwa saat pelaku dibawa pergi setelah melukai dirinya sendiri, ia masih bernapas, tetapi belum diketahui apakah nyawanya dapat diselamatkan.

Ia menambahkan bahwa bukan karena skripsinya sulit, tetapi karena sistem penilaian dosen yang dinilai sengaja menyulitkan demi memenuhi target penolakan. Jadi tidak bisa dikatakan bahwa pelaku lemah secara mental begitu saja.

Sensor Ketat dari Pemerintah

Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari otoritas setempat di Wuhan mengenai insiden ini. Di media sosial Tiongkok seperti Weibo, seluruh informasi, video, dan foto yang berkaitan dengan kejadian ini telah disensor dan dihapus. (Hui)

Laporan oleh Shang Chuan – Editor: Lin Qing

Para Arkeolog Menemukan Makam Pejabat Mesir Kuno yang Belum Pernah Terlihat Sebelumnya

EtIndonesia. Beberapa makam pejabat tinggi Mesir Kuno baru-baru ini ditemukan oleh para arkeolog lokal, mengungkap sejarah peradaban masa lalu.

Kementerian Pariwisata dan Purbakala Mesir mengumumkan penemuan tersebut dalam sebuah unggahan Facebook pada tanggal 26 Mei. Unggahan tersebut diterjemahkan dari bahasa Arab ke bahasa Inggris.

Semua makam tersebut berasal dari era Kerajaan Baru, yang juga dikenal sebagai Kekaisaran Mesir. Makam-makam tersebut ditemukan di situs Draʻ Abu el-Naga di Tepi Barat Sungai Nil di Provinsi Luxor.

Mohamed Ismail Khaled, sekretaris jenderal Dewan Tertinggi Purbakala, mencatat bahwa nama dan gelar para almarhum semuanya telah diidentifikasi, berkat prasasti yang masih ada.

“Misi tersebut akan terus membersihkan dan mempelajari prasasti yang tersisa di makam untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang pemiliknya dan untuk mempelajari serta menerbitkan temuan tersebut secara ilmiah,” tambahnya.

Makam pertama adalah milik seorang pria bernama Amenemopet dari Periode Ramses, yang berlangsung dari tahun 1292 hingga 1069 SM.

Dia bekerja di sebuah kuil yang didedikasikan untuk Amun, dewa Mesir yang sangat dihormati.

Sebagian besar hieroglif di makam Amenemopet telah dihancurkan, tetapi kementerian mencatat bahwa yang tersisa “menggambarkan adegan persembahan kurban, penggambaran prosesi perabotan pemakaman, dan adegan perjamuan.”

“Yang satu milik seseorang bernama ‘Paki,’ yang bekerja sebagai pengawas lumbung padi, dan yang lainnya milik seseorang bernama ‘Is,’ yang bekerja sebagai pengawas kuil Amun di Oasis, wali kota Oasis utara, dan seorang juru tulis,” pernyataan itu mencatat.

Makam Amenemopet juga terdiri dari halaman kecil dan pintu masuk dengan aula persegi.

Makam Paki dan Is juga memiliki halaman, selain terowongan.

Dalam sebuah pernyataan, Menteri Pariwisata dan Purbakala Mesir Sherif Fathy mengatakan penemuan itu “meningkatkan posisi Mesir di peta pariwisata budaya global.”

“Makam-makam yang ditemukan ini adalah salah satu situs yang akan memberikan kontribusi signifikan untuk menarik lebih banyak pengunjung, terutama mereka yang merupakan penggemar wisata budaya, karena nilai peradaban dan kemanusiaannya yang khas,” katanya.

Penemuan itu menyusul beberapa penemuan menarik baru-baru ini di Mesir.

Makam Paki dan Is juga memiliki halaman, selain terowongan.

Dalam sebuah pernyataan, Menteri Pariwisata dan Purbakala Mesir Sherif Fathy mengatakan penemuan itu “meningkatkan posisi Mesir di peta pariwisata budaya global.”

“Makam-makam yang ditemukan ini adalah salah satu situs yang akan memberikan kontribusi signifikan untuk menarik lebih banyak pengunjung, terutama mereka yang merupakan penggemar wisata budaya, karena nilai peradaban dan kemanusiaannya yang khas,” katanya.

Penemuan itu menyusul beberapa penemuan menarik baru-baru ini di Mesir. Pada bulan April, seorang profesor dari University of Pennsylvania berbicara dengan Fox News Digital tentang penemuan makam firaun tak dikenal di dekat Abydos.

Pada awal bulan Mei, para pejabat mengumumkan penemuan benteng militer kuno yang berasal dari era Ptolemeus dan Romawi dalam sejarah Mesir.(yn)

Sumber: nypost

Kebakaran Hutan di Kanada Tewaskan 2 Orang, Asap Tebal Menyebar ke AS dan Eropa, Emisi Karbon Global Melonjak

Cuaca kering yang terus berlanjut membuat kebakaran hutan di Kanada semakin ganas, memaksa lebih dari 27.000 orang di tiga provinsi untuk mengungsi. Asap tebal bergerak ke selatan, mempengaruhi kualitas udara di wilayah Midwest dan timur laut Amerika Serikat. Para ahli bahkan menyarankan masyarakat untuk mengenakan masker N95 saat keluar rumah. Uni Eropa juga mengeluhkan bahwa asap telah terbawa angin hingga ke Eropa.

EtIndonesia. Menurut Pusat Antar-Lembaga Kebakaran Hutan Kanada, saat ini terdapat lebih dari 200 kebakaran hutan yang sedang berlangsung di seluruh negeri, dengan lebih dari 100 di antaranya dikategorikan sebagai “tidak terkendali.” Sedikitnya dua orang dilaporkan meninggal dunia. Di tiga provinsi, lebih dari 27.000 warga Kanada terpaksa mengungsi.

Pihak berwenang menyatakan bahwa karena kondisi cuaca yang kering dan minimnya curah hujan, kebakaran ini kemungkinan sulit dikendalikan dalam waktu dekat.

Selain itu, asap tebal terus mempengaruhi kualitas udara di banyak wilayah Amerika Serikat, terutama di kawasan Midwest dan timur laut.

Menurut data AirNow dari Badan Perlindungan Lingkungan AS (EPA), sebagian wilayah di negara bagian Minnesota, Wisconsin, dan Michigan kini memiliki Indeks Kualitas Udara (AQI) pada tingkat “sangat tidak sehat.”

Meskipun hujan yang turun pada Selasa (3 Juni) pagi sedikit mengurangi tingkat polusi udara, bau asap masih sangat terasa. Pada Rabu (4 Juni), seiring dengan pergerakan asap ke arah timur, kualitas udara di Minnesota diperkirakan akan berangsur membaik.

Para ahli menyarankan warga di wilayah terdampak agar tetap berada di dalam ruangan atau mengenakan masker N95 saat bepergian ke luar.

Sementara itu, lembaga pemantau Uni Eropa, Copernicus Climate Change Service, melaporkan bahwa asap dari kebakaran ini telah terbawa angin jet (Jet Stream) menuju Eropa. Meskipun hanya menyebabkan kabut asap di lapisan atmosfer atas dan berdampak terbatas pada permukaan bumi, hal ini tetap menunjukkan dampak kebakaran hutan yang berskala global.

Diperkirakan, hingga Senin (2 Juni), kebakaran ini telah melepaskan sekitar 56 juta ton polusi karbon — setara dengan 1,5 kali emisi karbon global tahunan, dan menjadi yang terbesar kedua setelah musim kebakaran hutan Kanada tahun 2023 yang memecahkan rekor. (Hui)

Laporan oleh Liu Jiajia – NTD News, Amerika Serikat

Israel Lanjutkan Serangan di Gaza, Negosiasi Nuklir AS-Iran Kembali Buntu

EtIndonesia. Pada Rabu (4 Juni), Israel melanjutkan operasi militernya di Gaza, setelah sehari sebelumnya terjadi serangan oleh Hamas di titik distribusi bantuan yang menewaskan sedikitnya 27 orang, sehingga bantuan kemanusiaan untuk sementara dihentikan. Pada hari yang sama, kelompok Houthi di Yaman juga menembakkan rudal ke arah Israel, yang dibalas oleh serangan udara Israel ke Suriah. Sementara itu, Iran menyatakan tidak menutup kemungkinan tercapainya kesepakatan nuklir dengan Amerika Serikat.

Serangan Israel di Gaza Berlanjut

Pada Rabu, operasi militer Israel di Jalur Gaza terus berlanjut, terlihat asap membumbung tinggi di langit Gaza.

Sehari sebelumnya, terjadi insiden penembakan di salah satu titik distribusi bantuan di Gaza yang menyebabkan sedikitnya 27 orang tewas. Lembaga kemanusiaan Gaza yang didukung Israel dan Amerika Serikat telah menghentikan distribusi makanan di tiga lokasi.

Militer Israel menyatakan bahwa tentaranya melepaskan tembakan peringatan terhadap beberapa tersangka yang dianggap mengancam keselamatan prajurit di lokasi distribusi bantuan tersebut, dan berjanji akan melakukan penyelidikan atas insiden tersebut.

 “Belakangan ini terlihat adanya militan bersenjata yang menembaki warga sipil Gaza yang sedang menuju untuk menerima bantuan. Di Khan Younis bagian selatan, militan bertopeng menembaki warga Gaza secara langsung dari jarak dekat saat mereka mencoba mengambil bantuan kemanusiaan,” kata Juru bicara militer Israel, Brigjen Daniel Hagari. 

Situasi Kemanusiaan Masih Genting

Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Tammy Bruce, menyatakan bahwa situasi di Gaza masih berbahaya dan pengiriman bantuan sangat sulit dilakukan. Meski begitu, sejak beroperasi, lembaga kemanusiaan Gaza telah menyalurkan 7 juta paket makanan.

Bruce menambahkan:  “Tentu saja, jika Hamas meletakkan senjata dan membebaskan semua sandera maupun jenazah yang mereka tahan, maka pasukan Israel tidak perlu berada di sana untuk menjamin keamanan.”

Rudal dari Houthi, Serangan Balasan Israel

Pada hari yang sama, kelompok Houthi di Yaman yang didukung Iran meluncurkan rudal ke arah Israel, memicu alarm pertahanan udara nasional.

Militer Israel menyatakan bahwa rudal berhasil dicegat, dan hingga kini belum ada laporan korban jiwa atau kerusakan.

Sementara itu, sirene peringatan juga berbunyi di wilayah Dataran Tinggi Golan.

Dalam sebuah pernyataan, militer Israel mengungkapkan bahwa dua proyektil ditembakkan dari Suriah dan jatuh di area terbuka di wilayah Israel.

Israel kemudian melakukan serangan udara ke Suriah, dan menuduh presiden sementara Suriah, Ahmed Shara, sebagai dalang serangan tersebut.

Namun pemerintah Damaskus membalas tuduhan itu, menyatakan bahwa serangan udara Israel telah menyebabkan korban jiwa dan kerusakan besar, serta menegaskan kembali bahwa Suriah tidak bermaksud mengancam negara manapun.

Iran: Tidak Menutup Peluang Kesepakatan Nuklir

Dari pihak Iran, pada  Rabu, Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei mengkritik proposal Amerika Serikat dalam negosiasi nuklir. Namun ia juga menyatakan bahwa kemungkinan tercapainya kesepakatan dengan AS belum sepenuhnya ditutup. (Hui)

Laporan oleh Zhao Fenghua – NTD News

Seekor Gajah Tertangkap Basah “Merampok” Sebuah Toko Swalayan di Thailand, Membawa Kabur Kerupuk dan Telur

EtIndonesia. Seekor gajah liar besar tertangkap basah menyerbu sebuah toko swalayan di Thailand larut malam — sebelum kabur membawa kabur banyak makanan ringan.

Mamut raksasa — yang dikenal penduduk setempat sebagai Plai Biang Lek — tertangkap kamera sedang berjalan santai ke dalam toko di Pak Chong, sebelah utara Bangkok, sekitar pukul 3 pagi untuk mencari makanan, seperti yang ditunjukkan dalam klip video yang diunggah di media sosial.

Gajah itu terlihat sedang mengamati lorong-lorong kecil di depan penonton yang terkejut saat kepalanya yang besar menyentuh langit-langit.

Setelah mengacak-acak makanan ringan yang ditawarkan, gajah itu akhirnya menghabiskan setumpuk kerupuk beras renyah dan telur sebelum perlahan berjalan keluar lagi.

Plai Biang Lek, yang dikenal di kalangan penduduk setempat, tinggal di dekat Taman Nasional Khao Yai dan sering meninggalkan daerah itu untuk mencari makanan, demikian dilaporkan Khaosod English.

“Penduduk setempat terbiasa melihat Plai Biang Lek melewati toko ini, tetapi dia belum pernah mencoba masuk. Namun, kali ini Plai Biang Lek mengejutkan dan membuat khawatir penduduk dan pemilik toko dengan masuk ke dalam,” tulis media tersebut.

Dia sebelumnya terlihat menyerbu sebuah restoran pada tahun 2023 saat pemiliknya sedang tidur. (yn)

Sumber: nypost

Trump Larang Total Warga dari 12 Negara Masuk AS, Batasi Perjalanan dari 7 Negara

EtIndonesia. Pada 4 Juni, Presiden AS Donald Trump menandatangani sebuah pengumuman yang secara total melarang warga dari 12 negara, termasuk Afghanistan, Iran, dan Myanmar, untuk masuk ke Amerika Serikat. Selain itu, terdapat tujuh negara lain yang dikenai pembatasan perjalanan.

Trump Terapkan Larangan Perjalanan ke 19 Negara

Dalam pengumuman tersebut, Trump menyatakan:  “Saya telah menginstruksikan Menteri Luar Negeri, Jaksa Agung, Menteri Keamanan Dalam Negeri, dan Direktur Intelijen Nasional untuk berkoordinasi dalam mengidentifikasi negara-negara di seluruh dunia yang memiliki kekurangan serius dalam sistem pemeriksaan dan penyaringan, sehingga perlu dilakukan penangguhan seluruh atau sebagian akses masuk warga negara tersebut.”

Menurut isi pengumuman, mulai 9 Juni, warga dari negara-negara berikut akan dilarang memasuki Amerika Serikat:

  • Afghanistan
  • Iran
  • Myanmar
  • Chad
  • Republik Kongo
  • Guinea Khatulistiwa
  • Eritrea
  • Haiti
  • Libya
  • Somalia
  • Sudan
  • Yaman

Trump menjelaskan bahwa beberapa negara dalam daftar ini sering menolak menerima kembali warganya, atau memiliki tingkat pelanggaran izin tinggal visa yang dianggap “tidak dapat diterima” oleh pemerintah Trump, serta “secara terang-terangan mengabaikan hukum imigrasi Amerika Serikat.”

Negara-negara seperti Sudan, Yaman, dan Somalia dimasukkan ke dalam daftar karena kekurangan dalam sistem penyaringan dan pemeriksaan keamanan.

Selain itu, tujuh negara lainnya dikenai pembatasan perjalanan sebagian, yaitu:

  • Burundi
  • Kuba
  • Laos
  • Sierra Leone
  • Togo
  • Turkmenistan
  • Venezuela

Untuk negara-negara ini, sebagian program visa untuk masuk AS ditangguhkan, namun tidak diberlakukan larangan total.

Trump menegaskan bahwa larangan perjalanan ini merupakan langkah penting untuk memperkuat keamanan nasional, dan bahwa Amerika Serikat harus “melindungi warganya dari serangan teroris dan ancaman terhadap keamanan nasional maupun keselamatan publik.”

Larangan perjalanan ini akan mulai berlaku pada Senin, 9 Juni pukul 00:01 waktu bagian timur AS.

Visa Pelajar dari Tiongkok Diperketat

Selain negara-negara yang disebutkan di atas, pemerintahan Trump juga tengah memperketat program visa perjalanan dari Tiongkok. Pemerintah AS menyatakan akan secara “agresif” membatalkan visa pelajar dari Tiongkok.

Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, dalam sebuah pernyataan menyebutkan bahwa langkah ini akan mencakup pelajar asal Tiongkok yang memiliki keterkaitan dengan Partai Komunis Tiongkok, atau yang sedang belajar di bidang-bidang strategis.

Rubio juga telah memerintahkan semua kedutaan dan konsulat AS di seluruh dunia untuk menangguhkan wawancara visa pelajar, karena Departemen Luar Negeri tengah mempersiapkan perluasan pemeriksaan terhadap akun media sosial pemohon visa.

Selain itu, pemerintah AS juga akan merevisi standar pemeriksaan visa untuk memperketat seleksi bagi pemohon visa dari Tiongkok dan Hong Kong di masa mendatang. (Hui)

Sumber : NTDTV.com

Benarkah Xi Jinping Akan Mundur? Bocoran Kesepakatan Rahasia dan Perang Dingin di Balik Layar

EtIndonesia. Sebuah babak baru drama politik Tiongkok terkuak hari ini ketika Presiden Amerika Serikat, Donald Trump melakukan percakapan telepon selama satu setengah jam dengan Xi Jinping. Dalam pembicaraan yang diumumkan secara resmi oleh kantor berita Xinhua, Xi bahkan secara terbuka mengundang Trump untuk melakukan kunjungan ke Beijing. Namun di balik publikasi yang tampak biasa itu, tersembunyi serangkaian anomali yang mengundang tanda tanya besar di kalangan pengamat dan diplomat internasional: apakah ini pertanda kekuasaan Xi Jinping di ujung tanduk?

Keanehan Fatal di Rilis Xinhua: Xi Jinping Tanpa Gelar Presiden

Salah satu kejanggalan paling mencolok justru datang dari siaran resmi Xinhua, lembaga berita Pemerintah Tiongkok yang sangat ketat dalam penggunaan protokol dan gelar negara. Pada rilis pertama terkait percakapan telepon ini, Xinhua menulis judul “Xi Jinping dan Presiden AS, Trump melakukan percakapan telepon” tanpa mencantumkan gelar “Presiden” pada Xi Jinping. Padahal, sesuai tradisi dan protokol resmi Tiongkok, setiap komunikasi atau pertemuan antarpemimpin negara harus menyebutkan gelar secara lengkap di kalimat pertama.

Tak lama kemudian, Xinhua mengedit berita tersebut dengan menambahkan gelar Presiden pada Xi Jinping. Namun, keanehan tetap terlihat jelas karena kedua versi—yang salah dan yang sudah diperbaiki—masih bisa diakses secara bersamaan di situs resmi Xinhua. Pengamat luar negeri, Tang Jun, menilai ini bukan sekadar kelalaian teknis, melainkan sebuah sinyal politik yang sangat besar: apakah Xi Jinping benar-benar masih menjabat sebagai Presiden Tiongkok, atau justru status itu kini tengah dipertanyakan oleh lingkaran dalam kekuasaan?

Pertemuan Tidak Lazim di Tengah Rumor Perubahan Kekuasaan

Sehari sebelumnya, Xi Jinping diketahui menerima kunjungan Presiden Belarusia, Alexander Lukashenko, di kompleks Zhongnanhai. Yang menarik, lokasi pertemuan bukanlah di ruang-ruang kenegaraan utama seperti Balai Rakyat ataupun Gedung Tamu Negara Diaoyutai—melainkan di sebuah rumah pribadi Xi, tepat di sebelah kantornya sendiri di bagian barat laut Fengzeyuan, Zhongnanhai. Fakta ini bocor lewat media Belarusia, yang mempublikasikan foto outdoor plakat Chunyi Zhai, bangunan privat Xi, menambah keyakinan bahwa Xi telah kehilangan akses ke kantor Sekretaris Jenderal di Yingtai, pulau kecil di danau selatan Zhongnanhai yang selama ini dikenal sebagai pusat kekuasaan tertinggi PKT.

Dalam pertemuan itu, Xi bahkan secara terang-terangan mengatakan: “Kantor saya ada di sebelah.” 

Ini pertama kalinya dia menerima tamu penting di lokasi tersebut—sebuah langkah yang secara protokol sangat janggal dan memperkuat dugaan bahwa ia sudah tidak lagi bekerja di kantor Sekjen resmi. Bloomberg juga menyoroti hal ini dalam laporan tanggal 5 Juni, menegaskan perubahan lokasi sebagai indikator pergolakan kekuasaan internal.

Selain itu, pertemuan ini juga diwarnai pengumuman rencana parade militer memperingati 80 tahun kemenangan Perang Dunia II pada 3 September mendatang di Beijing, di mana Vladimir Putin dijadwalkan hadir. Xi bahkan mengundang Lukashenko untuk hadir, sekaligus pada KTT Shanghai Cooperation Organization. Namun, bagi banyak pengamat, parade militer dan undangan besar-besaran ini justru dibaca sebagai upaya Xi menegaskan eksistensinya di tengah ancaman perubahan kekuasaan.

Gelombang Rumor Suksesi dan Negosiasi Politik di Balik Layar

Di balik layar, rumor tentang perubahan kekuasaan di tubuh Partai Komunis Tiongkok semakin deras. Nama Wang Yang, mantan anggota Politbiro, santer disebut-sebut akan kembali ke Zhongnanhai sebagai Sekretaris Jenderal transisi. Menurut bocoran, kepulangan Wang Yang bukanlah perintah dari atas, melainkan hasil negosiasi alot dengan para elite Partai. Wang mengajukan sejumlah syarat keras: Menteri Luar Negeri, Wang Yi dan juru bicara Kemenlu Hua Chunying harus mundur, serta mantan Menlu Qin Gang harus dikembalikan ke posisinya untuk memulihkan hubungan diplomatik dengan Amerika Serikat.

Sumber internal menyebut, pada pertemuan rahasia di Henan, sejumlah tokoh kunci Partai secara langsung meminta Xi Jinping untuk pensiun dengan cara terhormat dan memfasilitasi transisi damai. Syarat utama yang diajukan Xi adalah jaminan keamanan penuh bagi dirinya dan keluarga, perlindungan makam serta monumen ayahnya (Xi Zhongxun), serta janji tidak akan ada aksi balas dendam atau “bersih-bersih politik.” Para senior Partai kabarnya sepakat, menawarkan “kesepakatan garis bawah”: Xi turun secara sukarela tanpa pengusiran paksa, dan hak-hak keluarga Xi tetap dijamin.

Kesepakatan ini juga melibatkan Wakil Ketua Komisi Militer, Jenderal Zhang Youxia, yang disebut-sebut telah mengamankan kendali militer dan memastikan transisi berjalan lancar.

Xi Jinping Berusaha Lakukan Serangan Balik: Trump dan Putin Jadi “Jaminan Politik”?

Meski berbagai tanda menunjukkan kekuasaannya mulai rapuh, Xi Jinping tetap berupaya melakukan “serangan balik.” Pengamat menilai, Xi memanfaatkan momentum kehadiran dua tokoh besar dunia—Trump dan Putin—untuk membangun kembali citra pengaruh internasional dan memperkuat posisinya di mata elite Partai Komunis Tiongkok.

Strategi semacam ini pernah dipakai Xi pada masa jabatan pertama Trump, saat posisi domestiknya juga lemah dan dia membutuhkan legitimasi eksternal untuk bertahan. Namun, banyak analis berpendapat, situasi kali ini jauh berbeda: kekuatan militer telah dikuasai oleh faksi Zhang Youxia, dan lawan-lawan politik Xi telah membangun konsensus anti-Xi yang solid.

Kunjungan Lukashenko ke Beijing pun ditafsirkan sejumlah kalangan sebagai “misi pengintaian” dari Putin, guna memastikan kondisi riil Xi di balik layar. Banyak yang mempertanyakan, setelah kehilangan kantor dan pengaruh formal, apakah Putin masih akan menaruh kepercayaan pada Xi dalam konteks hubungan bilateral dan aliansi strategis Tiongkok–Rusia?

Penutup: Ke Mana Arah Tiongkok Selanjutnya?

Dengan serangkaian keanehan rilis berita, perubahan lokasi pertemuan penting, serta gelombang rumor pergantian kepemimpinan, drama politik di Tiongkok kini memasuki fase genting yang jarang terjadi dalam sejarah Partai Komunis modern. Apakah Xi Jinping benar-benar akan turun secara terhormat atau justru tersingkir dalam gelombang kudeta “halus”? Akankah jaminan untuk keluarganya benar-benar dijaga? Dan, apakah parade militer serta undangan terhadap Trump dan Putin hanya menjadi “dekorasi terakhir” dari kekuasaan yang segera berlalu?

Situasi ini menandai babak baru ketidakpastian politik di Tiongkok, dengan implikasi besar bagi masa depan negeri itu, kawasan Asia Timur, dan tatanan global.

Putin Kecam Keras Rezim Kyiv Sebagai “Organisasi Teroris”, Perang Memburuk dan Picu Ancaman Nuklir

EtIndonesia. Menanggapi meningkatnya aksi provokatif militer dari pihak Ukraina, Presiden Rusia, Vladimir Putin akhirnya menyampaikan pernyataan publik yang tajam. Dia mengecam pemerintahan Ukraina sebagai “rezim ilegal Kyiv” dan menuduh mereka telah berubah menjadi organisasi teroris yang menyerang Rusia setelah mengalami kerugian besar di medan tempur. Di sisi lain, Presiden AS, Donald Trump juga mengungkapkan bahwa dalam percakapan pada 4 Juni, Putin menyatakan Rusia harus membalas serangan drone Ukraina yang baru-baru ini meningkat.

Putin: Rezim Kyiv Telah Menjadi Organisasi Teroris, Situasi Perang Kian Memburuk

Menurut laporan media pemerintah Rusia, RT, dua insiden sabotase rel kereta di wilayah Bryansk dan Kursk Rusia beberapa hari lalu disebut sebagai “tindakan terorisme yang jelas.” Putin menyebut serangan ini dilakukan langsung di bawah komando pimpinan tinggi Ukraina.

Dua serangan itu terjadi pada 31 Mei dan 1 Juni, menyebabkan tujuh orang tewas dan lebih dari 120 lainnya luka-luka. Putin menilai tujuan serangan tersebut adalah untuk menggagalkan putaran kedua perundingan damai antara Rusia dan Ukraina yang dijadwalkan berlangsung di Istanbul, Turki, serta bertepatan dengan intensifikasi serangan drone Ukraina.

Putin menegaskan bahwa serangan-serangan ini semakin membuktikan bahwa rezim Kyiv tengah bertransformasi menjadi organisasi teroris. Dia juga menuduh bahwa negara-negara Barat yang mendukung Ukraina sebenarnya turut menjadi kaki tangan dalam aksi teror tersebut.

Dalam pidatonya, Putin mengatakan: “Serangan terhadap warga sipil dilakukan dengan sengaja. Ini mengonfirmasi kekhawatiran kami bahwa rezim Kyiv telah kehilangan legitimasi dan berubah menjadi organisasi teroris.”

Dia juga menegaskan, meski pihak Ukraina sempat mengajukan permintaan untuk mengadakan pertemuan tingkat tinggi dan menghentikan pertempuran, saat ini, “tidak ada gunanya bernegosiasi dengan rezim yang menggunakan terorisme sebagai senjata.”

Dia menantang: “Siapa yang mau berunding dengan para teroris yang mengandalkan tindakan teror untuk mencapai tujuan mereka?”

Lebih lanjut, Putin menuduh Kyiv hanya berpura-pura ingin berdialog, padahal kenyataannya, mereka justru menggunakan aksi teror untuk menutupi kekalahan besar di garis depan. Dia menyebut pendekatan Kyiv terhadap perdamaian sebagai tidak tulus, dan menilai bahwa mereka lebih mementingkan kekuasaan daripada nyawa manusia dan stabilitas kawasan.

Percakapan Putin-Trump Picu Kekhawatiran Eskalasi Perang

Di tengah situasi yang memanas, percakapan antara Presiden Putin dan Presiden Trump menjadi sorotan dunia. Menurut laporan CNN, Trump mengungkapkan bahwa Putin secara gamblang menyatakan perlunya membalas serangan drone Ukraina. Beberapa media Rusia bahkan menyebut situasi telah mendekati “garis merah” penggunaan senjata nuklir, dan menyerukan pembalasan besar-besaran terhadap Ukraina.

Analis militer Rusia di berbagai media juga menyuarakan reaksi keras, menuntut tanggapan militer yang jauh lebih tegas terhadap Ukraina. Beberapa bahkan mengklaim bahwa aksi drone Ukraina telah mencapai ambang batas yang dapat memicu penggunaan senjata nuklir.

Siaran dari televisi nasional Rusia menyebutkan bahwa sejumlah penasihat politik Putin mendorong tindakan balasan langsung terhadap Kyiv. Pernyataan-pernyataan tersebut menambah kekhawatiran global terhadap kemungkinan Rusia akan mempertimbangkan opsi serangan nuklir.

Meskipun Putin tidak secara eksplisit menyatakan akan menggunakan senjata nuklir, dia memberikan sinyal bahwa Rusia tidak akan mengesampingkan opsi tersebut jika Ukraina terus melakukan serangan serupa.

Ancaman Nuklir Meningkat: Rusia Bisa Intensifkan Serangan Udara Tanpa Pandang Bulu

Meski potensi penggunaan senjata nuklir dinilai masih kecil, para pakar menunjukkan bahwa menurut doktrin militer terbaru Rusia, jika infrastruktur militer yang dianggap “sangat penting” diserang, maka Rusia secara hukum diperbolehkan membalas dengan senjata nuklir.

Namun, mayoritas analis percaya bahwa alih-alih meluncurkan serangan nuklir, Rusia lebih mungkin memperkuat intensitas serangan udara besar-besaran ke kota-kota dan infrastruktur sipil Ukraina, menggunakan misil dan drone secara lebih agresif sebagai bentuk pembalasan.

Media internasional kini memantau dengan ketat reaksi Rusia, sambil mencoba memahami motif di balik pernyataan keras Putin. Analis geopolitik seperti Ian Bremmer menyatakan bahwa respons Rusia kemungkinan akan lebih destruktif, terutama mengingat Rusia kesulitan meraih kemenangan signifikan di medan perang darat.

Dunia Waspada: Ancaman Perang Nuklir Membayangi, Tekanan Global Menguat

Dengan meningkatnya ketegangan dalam konflik Rusia-Ukraina, dunia internasional menunjukkan kekhawatiran yang serius terhadap eskalasi lebih lanjut. Sejumlah negara memperingatkan bahwa provokasi terhadap Rusia bisa memicu konsekuensi yang sangat berbahaya.

Para diplomat dari AS dan Eropa menegaskan bahwa mereka akan memantau dengan ketat perkembangan situasi dan siap memberikan tanggapan terhadap setiap tindakan lanjutan Rusia. Ancaman nuklir yang kembali mencuat membuat komunitas global meningkatkan tekanan diplomatik dan ekonomi terhadap Moskow.

Meski begitu, menurut berbagai analisis, meskipun retorika nuklir Rusia terdengar sangat keras, Putin kemungkinan besar akan memilih untuk melanjutkan kampanye serangan udara intensif terhadap infrastruktur Ukraina daripada benar-benar menggunakan senjata nuklir—karena langkah tersebut dapat membawa Rusia pada isolasi internasional dan konsekuensi militer besar-besaran.

Seiring Putin semakin keras mengecam rezim Kyiv sebagai organisasi teroris dan menyuarakan ancaman serius di panggung internasional, masa depan konflik Rusia-Ukraina semakin diliputi ketidakpastian. Apakah yang akan terjadi selanjutnya—peningkatan pemboman terhadap kota-kota Ukraina, atau eskalasi ke ancaman nuklir—yang jelas, risiko dan ketegangan global kini berada di titik yang sangat kritis. (jhn/yn)

Presiden AS dan Rusia Bicara 1,5 Jam Lewat Jalur Langsung, Trump: Putin Akan Membalas Serangan Mendadak Ukraina

EtIndonesia. Pada 4 Juni waktu setempat, Presiden Amerika Serikat, Donald Trump dan Presiden Rusia, Vladimir Putin melakukan pembicaraan melalui sambungan telepon untuk membahas serangan drone Ukraina terhadap pangkalan angkatan udara Rusia. Trump mengungkapkan melalui media sosial bahwa Putin “dengan nada yang sangat tegas” menyampaikan bahwa Rusia akan membalas serangan Ukraina tersebut. Namun, Trump juga mengakui bahwa meskipun pembicaraan berlangsung baik, “belum terlihat secercah harapan menuju perdamaian.”

Ini merupakan kali pertama Trump secara terbuka menanggapi serangan drone Ukraina yang menembus jauh ke dalam wilayah Rusia dalam beberapa hari terakhir. Gedung Putih mengatakan bahwa pihak AS sebelumnya tidak memiliki informasi intelijen tentang operasi militer tersebut. Dalam pembicaraan tersebut, Trump juga menegaskan hal ini kepada Putin. Menurut penjelasan penasihat diplomatik Kremlin, Yuri Ushakov, hal ini menjadi salah satu poin utama dalam pembicaraan kedua pemimpin tersebut.

Waktu percakapan antara Trump dan Putin terbilang cukup panjang, namun dalam unggahannya, Trump tidak menjelaskan secara gamblang bagaimana reaksinya terhadap pernyataan Putin yang berjanji akan melakukan balasan. Dia juga tidak menunjukkan ketidaksabaran atau kemarahan yang sebelumnya sering dia tunjukkan terkait perang berkepanjangan Rusia. Sebaliknya, sikapnya kali ini terkesan lebih tenang. Yuri Ushakov menggambarkan pembicaraan itu sebagai “positif dan cukup konstruktif,” seraya menambahkan : “Saya percaya sangat bermanfaat bagi Trump untuk mendengar langsung pandangan kami mengenai insiden ini.”

Ukraina: Kami Belum Menutup Pintu Negosiasi

Menanggapi pembicaraan antara Trump dan Putin, Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy juga menyampaikan pandangannya melalui media sosial. 

Dia menulis: “Sudah banyak pihak yang mencoba berdialog dengan Rusia, namun negosiasi-negosiasi tersebut tidak pernah membawa perdamaian yang nyata, bahkan tidak mampu menghentikan perang. Ironisnya, Putin kini merasa bisa berbuat semaunya.”

Dia memperingatkan: “Ketika Putin berjanji akan membalas, itu berarti setiap serangan baru, setiap penundaan diplomatik, adalah cara Rusia menunjukkan jari tengah kepada dunia, menantang mereka yang masih ragu-ragu untuk meningkatkan tekanan terhadap Moskow.”

Kepala Staf Kepresidenan Ukraina, Andrii Yermak, dalam sebuah konferensi pers di Washington juga menyatakan bahwa saat ini Rusia hanya mengandalkan kekuatan dan tidak menunjukkan niat politik untuk mengakhiri perang. 

“Namun itu bukan berarti Ukraina telah menutup pintu bagi negosiasi,” tegasnya.

Apakah Trump Akan Menelepon Zelenskyy Juga?

Trump telah berulang kali berjanji akan “mengakhiri perang dengan cepat,” namun belakangan tampaknya mulai kehilangan kesabaran. Dia tidak hanya menyerukan kepada Putin untuk “menghentikan pertempuran,” tetapi juga sempat menyebut Putin “sudah benar-benar gila.” Meskipun begitu, hingga kini Trump belum menyatakan apakah ia akan mendukung sanksi baru terhadap Rusia.

Percakapan telepon kali ini merupakan pembicaraan pertama antara Trump dan Putin sejak 19 Mei lalu. Dalam percakapan tersebut, mereka juga membahas program nuklir Iran serta kemungkinan Rusia akan terlibat dalam pembicaraan dengan Iran. Sementara itu, belum diketahui apakah Trump juga akan melakukan percakapan langsung dengan Presiden Zelenskyy dalam waktu dekat.

Perundingan Rusia-Ukraina Masih Mandek, Hanya Sepakat Tukar Jenazah

Pada Senin (2/6) lalu, Rusia dan Ukraina kembali melakukan pertemuan langsung di Istanbul, Turki—yang menjadi pertemuan kedua dalam dua minggu terakhir. Kedua pihak saling bertukar memorandum mengenai syarat-syarat gencatan senjata. Namun, pembicaraan hanya berlangsung satu jam dan tidak menghasilkan kemajuan substansial. Satu-satunya kesepakatan yang dicapai adalah pertukaran ribuan jenazah prajurit yang gugur dari kedua belah pihak.

Zelenskyy mengungkapkan bahwa Ukraina dan Rusia kemungkinan akan kembali melakukan pertukaran tawanan perang akhir pekan ini. Namun, ia juga mengkritik proses negosiasi yang berlangsung, menyebutnya sebagai “pertunjukan politik” yang bertujuan untuk mengulur waktu, menunda sanksi, dan memberi kesan kepada AS bahwa Rusia masih terbuka untuk bernegosiasi.(jhn/yn)

Kim Jong-un Tersenyum! Lee Jae-myung Menang Telak sebagai Presiden Korea Selatan, Media Korea Utara Langsung Melaporkan Keesokan Harinya

EtIndonesia. Satu hari setelah Lee Jae-myung dari Partai Demokrat Bersatu terpilih sebagai Presiden Korea Selatan ke-21, media resmi Korea Utara pada hari Kamis (5/6) langsung melaporkan hasil pemilu tersebut. Ini merupakan kali pertama media Korea Utara secara eksplisit menyebut hasil pemilihan Presiden Korea Selatan dan secara langsung menyebut nama Lee Jae-myung, yang memicu berbagai spekulasi terkait potensi perubahan dalam hubungan antara Korea Utara dan Selatan.

Menurut laporan dari Kantor Berita Pusat Korea (KCNA) dan surat kabar resmi Partai Buruh Korea, Rodong Sinmun, pemilu Korea Selatan digelar pada hari Selasa (3/6). Pemilu ini dipercepat menyusul pemakzulan Presiden sebelumnya, Yoon Suk-yeol, oleh parlemen akibat insiden “Darurat Militer” yang terjadi pada 3 Desember. Mahkamah Konstitusi menyatakan pemakzulan sah pada bulan April, yang kemudian memicu pemilu dini. Laporan menyebutkan bahwa Lee Jae-myung berhasil memenangkan pemilu tersebut, namun tidak memberikan komentar lebih lanjut terkait isi kampanye atau sikap kebijakan Lee.

Yang membuat perhatian publik tertuju adalah kecepatan Korea Utara dalam melaporkan hasil pemilu ini dan penyebutan langsung nama Lee Jae-myung, sebuah hal yang sangat tidak biasa. Sebelumnya, ketika kandidat dari kubu konservatif seperti Lee Myung-bak dan Park Geun-hye terpilih, media Korea Utara biasanya lambat memberikan laporan atau bahkan sama sekali tidak menyebutkan nama mereka. Sebaliknya, untuk tokoh progresif seperti Moon Jae-in, media Korea Utara menunjukkan reaksi yang jauh lebih cepat. Respons cepat terhadap kemenangan Lee kali ini dianggap sebagai sinyal bahwa Pyongyang sangat memperhatikan perubahan dalam dinamika politik Seoul.

Pada 4 Juni, Lee Jae-myung resmi dilantik sebagai Presiden, dan dalam pidato pelantikannya, dia menekankan pentingnya memulai kembali dialog dengan Korea Utara. Dia mengatakan: “Kita akan menyembuhkan luka akibat perpecahan dan perang, dan membangun masa depan yang damai dan sejahtera,” seraya menambahkan bahwa “perdamaian selalu lebih baik daripada perang.” 

Meski demikian, dia tetap menegaskan akan bersikap waspada terhadap provokasi nuklir dari Korea Utara, namun akan membuka jalur komunikasi secara aktif.

Berbeda dengan pendahulunya Yoon Suk-yeol yang dikenal bersikap keras terhadap Pyongyang, Lee Jae-myung menampilkan pendekatan yang lebih lunak. Analis dari Institut Persatuan Korea, Hong Min, menyatakan bahwa Lee tidak menetapkan prasyarat untuk memulai dialog dan secara terbuka menyatakan kesediaan untuk menyelesaikan perbedaan melalui negosiasi, yang mencerminkan “sikap berbeda terhadap Korea Utara.”

Selain perubahan kebijakan luar negeri, Lee Jae-myung juga memprioritaskan pemulihan ekonomi domestik. Dalam upacara pelantikannya di parlemen, dia mengumumkan bahwa pemerintahannya akan memperluas paket stimulus ekonomi hingga mencapai 35 triliun won Korea, untuk membantu rumah tangga dan usaha kecil-menengah yang terdampak oleh tarif internasional dan guncangan ekspor. 

Dia memperingatkan: “Bangkitnya proteksionisme dan restrukturisasi rantai pasokan merupakan ancaman nyata terhadap kelangsungan hidup kita,” dan bertekad untuk memulihkan siklus ekonomi melalui kebijakan fiskal ekspansif.

Dalam pemilu tersebut, Lee Jae-myung meraih 49,4% suara, unggul signifikan atas rival konservatifnya Kim Moon-soo yang memperoleh 41,2%. Kekalahan Kim dipengaruhi oleh perpecahan internal partai dan keberadaan kandidat ketiga yang menyedot suara konservatif. 

Usai dinyatakan menang, Lee segera bertemu dengan para petinggi militer Korea Selatan dan menegaskan pentingnya menjaga kesiapsiagaan untuk menghadapi potensi provokasi dari Korea Utara, mencerminkan upayanya menjaga keseimbangan antara pencapaian perdamaian dan menjaga keamanan nasional.(jhn/yn)