EpochTimesId – Amerika Serikat masih menunggu penjelasan dari Pemerintah Turki mengenai penahanan staf Kedutaan Besar Amerika Serikat yang menyebabkan terhentinya layanan visa dan memicu krisis diplomatik. Duta Besar AS, John Bass mengatakan bahwa keputusan untuk menangguhkan pemberian visa bukan masalah sepele.
Namun penahanan tersebut mengindikasikan adanya gangguan dalam komunikasi antara kedua sekutu NATO tersebut. Hubungan kedua negara memang mengalami ketegangan yang cenderung meningkat.
“Sayangnya, Pemerintah AS masih belum menerima komunikasi resmi dari pemerintah Turki mengenai alasan mengapa staf lokal kami ditahan atau ditangkap,” katanya kepada wartawan di Kantor Kedutaan AS di Ankara, Kamis (12/10/2017).
Washington mengatakan dua staf lokal dipekerjakan di Turki tahun ini. Pada bulan Mei 2017, seorang penerjemah pada kantor konsulat mereka di provinsi Adana Selatan ditangkap. Pekan lalu seorang petugas Drug Enforcement Administration juga ditahan di Istanbul.
Juru bicara Presiden Tayyip Erdogan pekan lalu mengatakan bahwa karyawan Istanbul, Metin Topuz, telah melakukan kontak dengan seorang tersangka dalam kudeta militer yang gagal tahun lalu. Media Turki melaporkan tuduhan serupa terhadap penerjemah tersebut.
“Gagasan bahwa orang-orang di tempat kerja kita menghadapi atau dicurigai tuduhan terorisme di sini, itu adalah tuduhan yang sangat serius. Ini adalah salah satu yang ingin kita anggap serius dan kami ingin lebih memahami bukti nyata yang mendukung tuduhan ini,” ujar Bass.
Kudeta militer gagal menggulingkan Presiden Erdogan pada Juli tahun lalu, di mana setidaknya 240 orang terbunuh sejak saat itu. Lebih dari 50.000 orang telah ditahan dan 150.000 termasuk guru, akademisi, tentara dan wartawan, telah diskors dari pekerjaan mereka.
Sejumlah sekutu Barat khawatir tindakan keras tersebut menunjukkan bahwa negara tersebut tengah terbenam ke dalam pemerintahan otoriter di bawah Erdogan.
Ankara mengatakan bahwa para kritikusnya gagal memahami skala tantangan keamanan di Turki, yang juga menghadapi konflik di perbatasan selatan dengan Irak dan Suriah. Belum lagi masalah pemberontakan di wilayah tenggara Kurdi.
Utusan Menjadi Target
Erdogan telah menyalahkan Bass atas perselisihan terakhir. Dia menilai kebijakan Bass menunjukkan tindakan secara sepihak dalam menangguhkan layanan visa. Erdogan bahkan mengancam bahwa pemerintahannya tidak lagi menganggap Bass sebagai utusan Washington dan tidak akan mengadakan pertemuan dengannya.
Namun, Departemen Luar Negeri AS membantah Bass bertindak sendiri. Bass dipastikan selalu mengkoordinasikan setiap kebijakan dengan para pejabat di Washington.
Saluran televisi Turki baru-baru ini melaporkan bahwa Bass bertemu dengan seorang pejabat kementerian luar negeri Turki. Duta Besar tersebut diberitakan akan meninggalkan Turki dalam beberapa hari mendatang, untuk menempati jabatan baru di Afghanistan.
Ketegangan AS-Turki meningkat dalam beberapa bulan terakhir karena dukungan militer AS untuk pejuang YPG Kurdi di Suriah. Kebijakan Washington itu dianggap oleh Ankara sebagai perpanjangan dari pemberontak PKK yang telah melakukan pemberontakan selama tiga puluh tahun di Turki tenggara.
Turki juga telah mendesak agar Amerika Serikat mengekstradisi ulama Muslim Fethullah Gulen. Ulama itu adalah mantan sekutu Erdogan yang dituding sebagai dalang dibalik kudeta. Namun, desakan Ankara sejauh ini masih sia-sia.
Sumber gesekan lainnya adalah dakwaan Amerika terhadap mantan menteri ekonomi Turki, Zafer Caglayan. Zafer didakwa berkomplot untuk melanggar sanksi AS terhadap Iran. Pengadilan AS juga mendakwa 15 penjaga Erdogan setelah mereka bentrok dengan pemrotes selama kunjungannya ke Washington pada bulan Mei.
Selain dua pekerja konsulat yang ditahan, Turki menahan seorang pendeta AS atas tuduhan menjadi anggota jaringan Gulen.
Bass menyerukan pembebasan misionaris Kristen, Andrew Brunson. Dia mengatakan bahwa dirinya tidak melihat apa-apa tentang tuduhan terhadapnya.
Pada kesempatan yang sama, Bass membantah laporan bahwa polisi Turki mencoba untuk berbicara dengan pegawai konsulat lain. “Sepengetahuan kami, tidak ada permintaan dari pejabat penegak hukum Turki untuk staf lokal kami untuk datang dan berbicara dengan mereka,” katanya. (Tulay Karadeniz/Gulsen Solaker/Daren Butler/waa)