EpochTimesId – Korea Utara tahun ini telah berulang kali melakukan peluncuran rudal dan uji coba senjata nuklir. Akankah Amerika Serikat melakukan serangan militer ke Korea Utara sehingga menjadi perhatian dunia Internasional?
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Rex Tillerson mengungkapkan bahwa Amerika Serikat dan Tiongkok telah membicarakan soal kemungkinan terjadinya perubahan situasi di Semenanjung Korea. Mereka bersepakat untuk masing-masing mengadakan persiapan guna keperluan itu, Pada 12 Desember 2017.
Sekretaris Negara Amerika Serikat ini mengatakan bahwa pihaknya telah mempersiapkan berbagai pilihan operasi militer untuk mengatasi kegagalan usaha diplomatiknya. Pemerintah Tiongkok juga akan mengambil langkah-langkah persiapan yang tepat.
Pihak AS menegaskan bahwa jika terjadi keruntuhan politik atau kekacauan besar di Korea Utara, maka Amerika Serikat akan mengirim pasukannya ke Korea Utara (DPRK dan menarik diri ke bagian selatan garis 38 setelah memastikan ancaman nuklir mereka dapat diatasi.
Pada hari yang sama Tillerson juga secara terbuka mengatakan bahwa Amerika bersedia melakukan dialog dengan DPRK tanpa prasyarat apapun. Namun, ini tidak berarti bahwa Amerika Serikat akan meninggalkan pilihan menggunakan kekerasan dalam penyelesaian masalah itu.
Pernyataan Tillerson telah membangkitkan perhatian semua kalangan. Khususnya mengenai kemungkinan perang berkobar di Semenanjung Korea. Sejumlah pakar urusan Tiongkok memberikan pandangan mereka.
Pandangan para pakar berbeda-beda
Mantan ketua Sunshine Media Group, Chen Ping, mengatakan kepada Epoch Times bahwa perang ini mungkin saja terjadi. Secara logika, isu nuklir DPRK harus dipecahkan.
Sekarang Amerika Serikat sangat mungkin memaksa kejatuhan rezim Kim Jong-un melalui perang. Jika tidak demikian masalah ini akan selalu membuat kesulitan.
Namun lebih banyak pakar yang percaya bahwa kemungkinan untuk pecah perang tidak besar. Seorang profesor ilmu politik di City University of Hongkong, Zheng Yushuo, diantara pakar yang berpandangan demikian. Kepada Epoch Times ia mengatakan, prosentasi perang di semenanjung itu masih rendah.
Sudah berulang kali Trump mengatakan akan menggunakan kekerasan terhadap Korea Utara, tetapi sejauh ini tidak ada yang dilakukan. “Alasan terpenting adalah, mengerahkan kekuatan militer itu beresiko besar dan biayanya pun tinggi, semua orang tahu itu,” kata Zheng Yushuo.
Dia mengatakan bahwa saat ini, Menlu juga mengusulkan kemungkinan untuk bernegosiasi tanpa syarat. Ini adalah terobosan yang sangat signifikan. Tentu saja, masih banyak kesulitan menghadang pembicaraan damai.
Hu Ping, seorang komentator politik yang tinggal di Amerika Serikat juga percaya bahwa perang belum tentu pecah. “Itu cuma memberikan tekanan pada Korea Utara, menunjukkan kepada Korea Utara bahwa AS sudah bersiap untuk itu. Pada saat yang sama negosiasi juga diadakan, tujuannya tak lain adalah memberikan tekanan dengan berharap Korea Utara mengalah.”
Konsekuensi operasi militer sulit diprediksi. Para pakar yang dimintai tanggapan percaya bahwa, justru karena konsekuensi operasi militer yang sulit dapat diprediksi, jadi kandungan ketidakpastian itu juga yang ikut menentukan apa perang patut diletuskan.
Profesor Feng Chongyi, seorang ahli urusan Tiongkok di University of Technology Sydney mengatakan kepada The Epoch Times bahwa Amerika Serikat bukannya tidak memiliki kemampuan ini dan niat untuk melakukan pembersihan. Namun konsekuensinya tidak ringan.
“Jika hal yang mau dilakukan itu enak, pasti sudah ia lakukan. Amerika Serikat selalu mengatakan bahwa dia tidak mengesampingkan penggunaan militer, tapi taruhannya ini tidak ringan,” komentar Profesor Feng.
Zheng Yushuo mengatakan, ambil contoh operasi memenggal kepala. Itu hanya terarah pada seseorang saja. “Anda berhasil melumpuhkan Kim Jong-un, tetapi bagaimana dengan seluruh pendukungnya? Apakah mampu juga Anda lumpuhkan? Resiko tersebut sulit dapat diprediksi.”
“Katakan seluruh basis rudal jarak jauh Korea Utara telah dihancurkan, tetapi mereka masih memiliki rudal jarak menengah dan jarak pendek, artileri dan sebagainya yang juga dapat menyebabkan kerusakan besar pada Korea Selatan. Ia juga bisa menghancurkan basis militer AS di Korea Selatan dan Jepang, sehingga mengakibatkan jatuhnya korban jiwa.”
Sikap Korea Selatan sangat penting. Pakar juga percaya bahwa pecah tidaknya perang tergantung pada sikap Korea Selatan.
Hu Ping percaya bahwa Korea Selatan sekarang justru berada dalam situasi serba bimbang. Karena Korsel yang paling khawatir terhadap ancaman senjata nuklir Korea Utara, “tetapi ia juga khawatir muncul masalah akibat perang. Meskipun basis nuklir Korea Utara sudah dapat dihancurkan, tetapi Korea Utara dapat menggunakan senjata konvensional untuk menyerang Korea Selatan dan menimbulkan kerugian besar.”
Profesor Feng Chongyi mengatakan, “Setelah Amerika Serikat menghancurkan rezim DPRK, apakah Korea Selatan ingin mengambil tugas selanjutnya? Amerika Serikat tentu tidak dapat mengirim pasukan darat untuk menguasainya, jadi masih akan memunculkan banyak masalah.”
Profesor Zheng Yushuo mengatakan, “Karena Korea Selatan yang akan menanggung konsekuensi perang, maka ia menentang AS menggunakan kekuatan militer, Ditambah lagi Tiongkok dan Rusia juga menentang penggunaan kekuatan oleh Amerika Serikat, oleh karena itu, kemungkinan menggunakan kekuatan militer untuk menyelesaikan isu DPRK itu masih sangat rendah.”
Ia mengingatkan, bahwa Moon Jae-in secara tegas mengatakan AS mesti meminta pendapat Korea Selatan terlebih dulu sebelum memutuskan untuk mengirim militernya.
Sikap dan tindakan Beijing
Baru-baru ini, dokumen internal yang beredar di China Mobile mengungkapkan berita bahwa kamp pengungsian sedang dibangun di daerah perbatasan dengan DPRK. Ini diperkirakan sebagai persiapan Beijing menghadapi gelombang pengungsi dari Korea Utara yang mungkin saja terjadi.
Ketika berbicara mengenai tanggapan darurat Beijing menghadapi perubahan situasi di Semenanjung Korea, Zheng Yushuo mengatakan bahwa jika Beijing harus membuat persiapan untuk perang itu bukan hal aneh. “Penataan yang mereka lakukan itu masih termasuk normal persiapan pun normal-normal saja.”
Dia menganalisis bahwa jika rezim Korea Utara jatuh dan terjadi gejolak, banyak pengungsi Korea Utara akan pergi ke Tiongkok. “karena Mereka tidak dapat melewati perbatasan untuk masuk ke Korea Selatan dan rute dasarnya adalah pergi ke Tiongkok. Meskipun Tiongkok tidak menghendaki hal ini terjadi.”
Sedangkan mengenai bagaimana Beijing akan bersikap, ‘Generasi merah kedua’ Luo Yi berpendapat bahwa Xi Jinping tidak akan bertindak dengan kekerasan. “Xi Jinping lebih menganjurkan penyelesaian masalah secara damai.”
Profesor Feng Chongyi percaya bahwa kebijakan nasional PKT sejauh ini masih sama, yaitu menganggap Korea Utara sebagai zona penyangga atau bemper bagi kepentingan Tiongkok. Program pengembangan nuklir Korea Utara semua itu mendapat dukungan dari PKT.
“PKT sebenarnya masih bermuka dua, di satu sisi ia bersikap agar AS tidak bertindak yang merugikan ekonomi Tiongkok, di sisi lain, ia menunjukkan sikap korporatif.”
“Tidak perlu menggunakan amunisi, asalkan Beijing bersedia melaksanakan sanksi dengan sepenuhnya, atau sesuai kemauan AS yakni menghentikan pasokan minyak mentah, putus hubungan dagang, rezim Korea Utara langsung jatuh.”
Hu Ping mengatakan bahwa saat ini belum berani memastikan apakah Amerika Serikat sudah siap dan memiliki pemahaman yang tepat untuk berperang dengan Korea Utara. “Korea Utara ingin masyarakat internasional menerimanya sebagai negara yang memiliki senjata nuklir, dengan demikian ia dapat lebih efektif untuk mengendalikan internalnya. Inilah tujuan yang ingin dicapai oleh rezim Korea Utara.” (ET/Luo Ya/Sinatra/waa)