Sanksi Internasional Menunjukkan Hasil, Transportasi di Korut Mulai Bermasalah

oleh Li Yun

Epochtimes.id- Setelah dibatasi mengimpor minyak dari masyarakat internasional, harga minyak di pasar Korea Utara  mulai melonjak tinggi, pasokan menjadi sangat tegang.

Laporan media pada 7 Januari menyebutkan bahwa kekurangan minyak telah memberikan  dampak yang cukup besar di Korea Utara. Bahkan militer yang selama ini lebih dimanjakan pemerintah Korea Utara pun sekarang tidak kebagian jatah minyak. Untuk memungut hasil setoran tanaman rakyat, mereka terpaksa menggunakan pedati.

Media ‘Asia Press’ pada 7 Januari memberitakan, sejak memasuki tahun 2018, persediaan  minyak buat kendaraan di pasar dalam negeri Korea Utara mulai berkurang sehingga harga terus melambung.

Bahkan militer yang biasanya dimanjakan pemerintah sekarang juga tidak kebagian jatah minyak sehingga menggunakan pedati sebagai alat transportasi.

Berita menyebutkan bahwa harga bensin di Korea Utara saat ini adalah KPW(Won Korut) 26.000 per liter (KPW 1,- = USD.0.001); Minyak ringan KPW. 17.000,- Tetapi tidak ada barang walau harganya tinggi.

Karena sudah menjadi ‘tradisi’ petani wajib menyetorkan bagian dari panen (sebagai upeti atau pajak) kepada pemerintah yang akan dipungut dari rumah ke rumah oleh militer Korea Utara, dengan langkanya minyak, kendaraan pengangkut tidak bisa berjalan, jadi mereka terpaksa menggunakan pedati sebagai penggantinya.

Sejak Dewan Keamanan PBB pada bulan September tahun lalu memberlakukan sanksi ekonomi sebagai hukuman atas uji coba senjata nuklir keenam kalinya kepada Korea Utara.

Membatasi pasokan 500.000 barel minyak antara bulan Oktober hingga Desember, dan secara tegas melarang pengoperan minyak dari kapal ke kapal. Harga minyak di Pyongyang terus melambung.

Namun, media membocorkan bahwa otoritas Beijing diam-diam terus memasok minyak ke Korut melalui saluran pipa di perbatasan.

Dikabarkan bahwa setelah terkena pembatasan impor minyak, Korea Utara melakukan ‘kucing-kucingan’ dengan mengirim kapal kargo ke perairan Laut Timur untuk membeli minyak dari kapal-kapal yang menjual minyak di tengah laut.

Bulan Desember tahun lalu, AS mengkritik sejumlah kapal milik Rusia dan Tiongkok yang menyelundupkan minyak ke Korea Utara dengan cara tersebut. Citra satelit juga membuktikan bahwa kapal milik Tiongkok melakukan transaksi ilegal itu di perairan Laut Kuning.

Media Korea Selagtan ‘Chosun Ilbo’ mengutip ucapan pejabat mengatakan bahwa, sejak bulan Oktober hingga sekarang setidaknya 30 kali kapal Tiongkok diketahui telah mengoper minyak di tengah laut ke kapal Korut.

Financial Times memberitakan, seorang diplomat Asia yang tidak ingin disebutkan namanya menegaskan bahwa Tiongkok dan DPRK telah melanggar sanksi Perserikatan Bangsa-Bangsa karena masih menjual minyak ke Korea Utara.

Media Jepang mengungkapkan bahwa di atas permukaan Tiongkok dan Rusia seolah-olah  mendukung resolusi PBB untuk menjatuhkan sanksi atas pengalihan minyak ke DPRK. Namun, pada kenyataannya mereka diam-diam melakukan tindakan yang bertolak belakang. Sejak bulan Juni 2017 mereka telah membangun saluran rahasia demi menyelundupkan minyak ke DPRK.

Resolusi DK PBB no, 2397 yang dikeluarkan pada 22 Desember menetapkan penurunan pasokan minyak ke Korea Utara dari 2 juta barel menjadi 500.000 barel per tahun. Selain itu, mewajibkan semua negara anggota PBB untuk memulangkan tenaga kerja asal Korea Utara dalam waktu 24 bulan.

Resolusi juga melarang Korea Utara mengekspor batubara dan komoditas lainnya, mengimpor minyak melalui pengalihan dari kapal ke kapal di tengah laut. (Sinatra/asr)

Sumber : ntdtv.com