Para Pengikutnya Sempat Mengacaukan Dunia
Dorong Revolusi dan Gelombang Teror Internasional
Akibat propaganda masif oleh media massa, jerih payah Che Guevara yang ‘tulus dan tanpa pamrih’ sempat ‘menyentuh hati’ banyak orang. Lewat tewasnya Guevara, pemikiran paham komunis dikobarkan, mempercepat meletusnya revolusi anarkis di Amerika Latin dan negara ketiga lainnya. Terutama di akhir tahun 60an, di mata kaum muda di Timur Tengah dan negara Barat, ia adalah simbol revolusi yang dijadikan idola dan merupakan sinonim bagi idealisme politik sayap kiri. Kaum muda yang radikal membabi buta ramai-ramai bangkit menirunya.
Organisasi Teror Bermunculan
Pada akhir era 60an ketika pemikiran sayap kiri merajalela di seluruh dunia, berawal dari gerakan pelajar tahun 1968 dan kaum radikal yang bertransformasi menjadi organisasi teroris mulai bermunculan.
Organisasi ini antara lain Red Brigade (BR) dari Italia yang sempat menghebohkan, juga Red Army Faction (RAF) dari Jerman Barat, Japan Red Army (JRA) Tentara Merah Jepang.
Organisasi-organisasi ini telah melakukan serangkaian serangan teror di tahun 70an, mereka berpandangan puncak revolusi dunia telah tiba, ini adalah cara terbaik mewujudkan idealisme revolusi secepat mungkin.
Dengan segala cara mereka menciptakan kasus menghebohkan, memicu kegemparan, menjadi berita utama di surat kabar, unjuk pamer kekuatan dan kejahatan anti-kemanusiaan yang diperbuat sungguh mengerikan.
Tentara Merah Jepang adalah tipikal gerakan terorisme yang bertransformasi dari gerakan pelajar “anti-Amerika dan anti-imperialisme”. Setelah diredam di dalam negeri, Tentara merah pemuja Mao itu telah beralih ke jalur internasional yang lebih luas jangkauannya daripada Guevara.
Di Timur Tengah, Asia Tenggara dan Eropa, mereka telah aktif selama hampir 30 tahun, mereka mahir membajak pesawat, menyerang kantor kedubes, menyandera warga asing untuk ditukar dengan rekan mereka yang ditawan atau meminta uang tebusan.
Sukses JRA di luar negeri yang paling berhasil adalah pembantaian di Bandara Lod Israel bulan Mei 1972 yang menyebabkan 24 orang tewas dan 80 orang luka-luka, JRA pun melonjak menempati posisi sebagai salah satu dari tiga besar organisasi teroris dunia saat itu.
Pasukan merah Italia (BR) berpedoman pada teori pusat gerilya Marxisme, Mao dan Che Guevara, dan berikrar akan menggulingkan paham kapitalisme dengan cara yang paling berdarah. Mereka menggelar perang gerilya di kota, sempat suatu waktu menembaki lutut para pejabat pemerintah membuat mereka selamanya tidak bisa berdiri lagi — karena “cacatnya para pejabat melambangkan lumpuhnya instansi kekuasaan”.
Beberapa kali mereka menyandera politisi kaum konservatif dan taipan bisnis, tahun 1978 menyandera dan membunuh mantan PM Italia Aldo Moro, gerakan anarkis BR itu telah menggemparkan seluruh dunia.
Tentara Merah Jerman Barat (RAF) mayoritas anggotanya adalah mahasiswa dari keluarga kaya dan kaum intelek, mereka mengkultuskan Lenin, Mao Zedong dan Guevara serta meniru kelompok gerilya anti-imperialisme Amerika Selatan.
Mereka bercita-cita membangun masyarakat sederajat yang tidak ada eksploitasi, cara yang mereka tempuh adalah merampok bank, serangan bom, pembakaran dan pembunuhan dan lain-lain, juga bekerjasama dengan organisasi pembebasan Palestina (PLO) di luar negeri, polisi rahasia Jerman Timur diam-diam juga membantu generasi kedua dari organisasi ini.
RAF paling merajalela adalah pada tahun 1977 yakni aksi sandera dan pembunuhan yang dikenal “Autumn in Deutschland” yang masih menyisakan kengerian bagi warga Jerman hingga saat ini.
Selain PKT, Uni Soviet, Jerman Timur, Kuba dan lain-lain baik secara diam-diam maupun terang-terangan telah membantu kaum militant dan teroris anti pemerintah di sejumlah negara tersebut, era tahun 60 sampai 80-an juga merupakan masa dimana teror anarkis paling merajalela.
Kelompok gerilya yang bermunculan di berbagai penjuru Amerika Latin mayoritas menapak jalan kegagalan Guevara. Metode perang di masa akhir seperti penyanderaan, perampokan, peledakan dan lain-lain sangat mirip dengan aktivitas terorisme. Di atas tanah yang kenyang dengan api peperangan dan pertumpahan darah ini telah banyak korban berjatuhan. Antara tahun 1960-1996, perang sipil di Guatemala saja telah menewaskan sebanyak 200.000 jiwa.
Teori pusat gerilya ala Guevara adalah kelompok militan kecil yang terbentuk dari sedikit orang yang melakukan pengrusakan dengan serangan mendadak dan lain sebagainya dengan strategi ‘pukul lalu lari’, menghancurkan sistem yang ada sampai merebut kekuasaan dengan kekerasan.
Daya tariknya adalah tidak membutuhkan prosedur pelan yang bertele-tele dan berkepanjangan, secara tak terduga menyerang tiba-tiba, perlahan metode ini digunakan oleh kaum muda dalam organisasi teroris. Itu adalah era yang penuh dengan ilusi kemenangan cepat dan keji.
“Jalan Terang (Shining Path)” adalah kelompok gerilya beraliran Mao Zedong yang ekstrim kiri dari Peru, juga organisasi teror yang paling besar di Amerika Selatan. Hanya di semester pertama tahun 1992 saja, kelompok itu telah melakukan hampir 700 kali peristiwa anarkis, yang menewaskan lebih dari 4.000 orang. Tanggal 17 Desember 1996 malam hari, sekelompok teroris dalam “Gerakan Revolusioner Tupac Amaru” berhasil menduduki Kedubes Jepang di Peru dan menyandera lebih 400 orang, mereka menyebut dirinya berpedoman pada ‘paham Marxisme dan paham Guevara’.
Carlos the Jackal yang berasal dari Venezuela antara tahun 70-80 lalu telah merencanakan dan melakukan banyak kasus teror.
Selama itu ia terus berhubungan dengan PLO, badan intelijen Suriah, pejabat Hungaria, kaum pelajar radikal Amerika Latin, anggota Tentara Merah Jepang, polisi rahasia Jerman Timur, KGB Uni Soviet, penguasa rezim Sudan, dan banyak pemerintah serta organisasi lain yang sealiran, merambah ke Eropa, Asia, dan Afrika, ia adalah teroris nomor wahid sebelum adanya Bin Laden.
Tahun 1966 di usia 17 tahun “The Jackal” pernah berlatih perang gerilya di “Kamp Matanzas” yang bernaung di panji bawah Badan Intelijen Kuba, tempat itu merupakan pangkalan Guevara melatih para mahasiswa radikal berbagai Negara untuk melakukan gerakan menggulingkan rezim.
Meskipun waktu itu Guevara bergerilya di negeri orang, namun Guevara selalu menjadi idola yang dipuja oleh “The Jackal”. Ia juga suka mengenakan topi baret dan memelihara jenggot, dan dalam hal penampilan sengaja menjadi semirip mungkin dengan Guevara idolanya. (SUD/WHS/asr)
Sumber : Epochtimes.com
Bersambung
Baca Juga : Che Guevara, Idola Magis yang Tidak Heroik (1)