Central Research Academy Taiwan
Matematika Dalam Kehidupan
Seni yang menyegarkan dan komputer yang setiap hari kita gunakan, ternyata pada bersumber dari ilmu matematika? Peneliti dari Institut Matematika di Central Research Academy Taiwan bernama Li Guowei berbagi bagaimana matematika terpendam di dalam kehidupan kita.
Tidak bisa menjawab soal ujian matematika adalah pengalaman pahit tak terlupakan yang dialami banyak orang. Benarkah matematika begitu memuakkan?
Ahli matematika Li Guowei “membersihkan nama baik” matematika, menurutnya matematika dibenci oleh para pelajar lantaran pendidikan sekarang yang kebanyakan menekankan “menjawab pertanyaan sulit”. Pada saat pertanyaan sulit tidak terjawab maka mulai timbul keraguan: Apa sebenarnya faedah matematika?
Matematika Bisa Menjadi Seni
Li memberi contoh, di stasiun KA Shalun, Taiwan terdapat seni publik, yang merupakan karya seni “gambar yang terdistorsi”.
Gambar di lantai membuat orang tidak tahu apa wujudnya, namun bayangan yang terefleksi pada cermin berbentuk pilar membuat kita bisa melihat gambar burung Ibis Sendok Wajah Hitam.
Gambar terefleksi seperti ini tidak hanya bagus, tapi juga berasal dari perubahan wujud refleksi peta pada zaman pelayaran besar, permukaan bumi digambar menjadi peta dengan cara proyeksi dan konversi, semacam ilmu matematika.
Juga “seni Islam” yang membuat orang terpesona juga menggunakan ilmu geometri. Inti ajaran Islam adalah Allah, tidak boleh menyembah idola, tapi apa yang bisa digunakan untuk menghiasai masjid? Sehingga banyak digunakan gambar geometris yang abstrak.
Para tukang mengulang sejumlah gambar geometris dasar tertentu untuk menciptakan pola yang terlihat sangat rumit, melambangkan karakter Allah yang tak terpisahkan, tanpa batas dan tanpa akhir, sisi yang satu harus simetris dengan sisi yang lain, titik yang satu harus simetris dengan titik yang lain, semua itu adalah matematika.
Pengoperasian yang sangat sederhana, saat digunakan berulang kali, tampilannya akan menjadi sangat rumit. Ini memberikan hikmah filosofis yang sangat mendalam: Alam semesta terlihat begitu rumit, tapi kebenaran di baliknya bisa jadi sangat sederhana.
Matematika menstimulasi seni, seni juga menstimulasi matematika. Komputer modern memengaruhi pemikiran manusia, banyak seni modern yang terintegrasi dengan gambar geometris yang rasional, seperti patung publik dari planet Kepler yang polyhedron.
Selain itu, perpanjangan dari seni melipat kertas atau disebut juga origami, teknologi dirgantara modern juga menggunakan “proyek origami”, memanfaatkan lipatan untuk meningkatkan kekuatan bahan kertas, menghemat ruang pengiriman dan bobot. Selembar kertas harus dilipat seperti apa agar dapat mencapai tujuan, ini juga perlu dikalkulasi dengan matematika.
Permainan Matematika Klasik Sembunyikan Pengetahuan Besar
Matematika selain menjadi “seni”, juga bisa digunakan untuk bermain. Ada semacam pertanyaan optimalisasi kombinasi, saat ini belum bisa dipecahkan, dan menjadi salah satu soal matematika tersulit di abad ke-21 yang disayembarakan dengan hadiah USD 1 juta.
Li Guowei mengatakan, soal sulit ini berasal dari abad ke-19 diciptakan oleh William Rowan Hamilton dalam permainan matematika “Icosian Game”: Sebuah benda yang memiliki 12 bidang yang sama dengan 20 titik di setiap sudutnya, masing-masing diberi nama kota seperti London, Paris, Beijing, Tokyo, Washington dan lain-lain, pemain diharuskan berangkat dari salah satu kota, menelusuri sisi dari setiap prisma, hanya boleh sekali melewati 1 kota, terakhir harus kembali ke kota asal berangkat.
Teori grafik juga bisa berganti wujud, di setiap titik diberi angka, dan menjadi alat peraga untuk melatih memahami “matematika diskrit”, di antara berbagai angka yang berserakan, carilah kumpulan yang memiliki struktur unik.
Li juga meneliti sejarah matematika, mendapati kasus “matematika diskrit” yang menarik, yang berasal dari “Gambar Astronomi Enam Jalur” dalam buku “Kumpulan Rumah Gunung Bi Nai” karya Bao Qishou di masa kerajaan Dinasti Qing akhir. Gambar ini penuh dengan misteri, seperti “magic square” dari Barat yang menyimpan banyak prinsip struktur matematika.
“Gambar Astronomi 6 Jalur” menggunakan enam helai pita kertas yang saling silang menyilang membentuk banyak bentuk segitiga dan segilima yang membentuk 12 bidang icosahedrons, tujuannya adalah 91 angka dituliskan pada titik dan garis tepi setiap bidang, agar jumlah angka di sekitar segitiga sama, dan jumlah angka di sekitar segilima juga sama.
Menurut Li, “Gambar Astronomi 6 Jalur” ini bukan sekedar catatan kuno yang sudah usang, gambar ini bisa menstimulasi penelitian matematika kombinasi yang baru, seperti dikembangkan penandaan jumlah yang rumit pada gambar yang beraturan lainnya.
Matematika Barat pada abad ke-19 sangat maju, walaupun di Barat juga ada orang menciptakan ‘magic square’, tapi belum ada yang merancang penandaan jumlah yang rumit di atas benda kubus seperti yang dilakukan Bao Qishou.
“Memahami benda yang klasik dengan bahasa matematika modern, lalu menimbulkan soal matematika yang baru lagi darinya. Benda klasik digunakan di masa kini, saya merasa ini sangat menarik!”, Li Guowei memuji sembari memperhatikan “Gambar Astronomi 6 Jalur” karya akhir Dinasti Qing tersebut.
Li menekankan, matematika memiliki kaitan yang unik dengan seni dan budaya. Dan pelajaran matematika yang diharapkannya, tidak lagi semata membuat soal yang sulit yang bisa membuat gila pelajar, melainkan membiarkan pelajar melipat kertas dan melakukannya, sehingga pelajar yang tidak cocok menyelesaikan pertanyaan juga bisa menyampaikan pemikirannya dan dihargai.
Yang paling penting adalah, dengan adanya pengetahuan matematika, kita bisa menikmati lebih banyak hal dan memperkaya hidup!
(SUD/WHS/asr)
Sumber : Epochtimes.com