Aplikasi pesan dominan Tiongkok, WeChat, sekarang memiliki satu miliar akun di seluruh dunia. Namun, popularitas platform tersebut tidak mengurangi kekhawatiran tentang bagaimana aplikasi tersebut bertindak selaras dengan rezim Tiongkok, berbagi data pengguna pribadi dengannya dan membantu menerapkan penyensoran.
Pony Ma, chief executive perusahaan induk WeChat, Tencent, mengatakan pada tanggal 5 Maret bahwa platform tersebut telah mencapai angka tengara satu miliar pengguna selama festival Tahun Baru Imlek bulan lalu. Ma memberi keterangan kepada wartawan saat menghadiri sidang tahunan Kongres Rakyat Nasional, parlemen stempel karet rezim Tiongkok.
WeChat kemudian menjelaskan bahwa ini berarti total akun pengguna dan bukan jumlah individu, yang bisa jauh lebih sedikit daripada angka yang menakjubkan dari satu miliar. Perusahaan riset pasar eMarketer memperkirakan tahun lalu bahwa WeChat memiliki 494,3 juta pengguna individual di Tiongkok, menurut laporan Financial Times. WeChat juga melaporkan pada bulan September lalu bahwa akun penggunanya tumbuh sebesar 15,8 persen per tahun.
Pertumbuhan Tiongkok di luar Tiongkok mencerminkan sejumlah besar migran, pelajar, dan pelancong Tiongkok di seluruh dunia. Di dalam Tiongkok, WeChat memiliki hubungan kerja yang luas dengan semua tingkat negara Tiongkok dan telah menjadi platform penting yang digunakan dalam transaksi mikro harian, layanan panggilan taksi, layanan berita, dan pengiriman makanan, di antara penggunaan lainnya.
Alat Sensor dan Pengawasan
Dominasi WeChat di Tiongkok telah dikaitkan secara luas dengan kolaborasi perusahaan yang erat dengan rezim Tiongkok dalam menerapkan mekanisme penyensoran dan pengawasan sendiri. WhatsApp dan aplikasi perpesanan global lainnya yang mungkin telah bersaing dengan WeChat sebagian besar telah diblokir atau dipaksa keluar dari pangsa pasar Tiongkok yang besar.
Sebuah survei tahun 2016 yang dilakukan oleh Amnesty International yang memberi peringkat aplikasi pesan paling populer di dunia dalam hal perlindungan privasi bagi pengguna memberi WeChat skor 0 dari 100, yang berarti bahwa pengguna WeChat menerima sedikit atau tanpa perlindungan enkripsi untuk komunikasi mereka, dan aplikasi tersebut benar-benar terkena penyensoran dan pengawasan.
Tidak seperti aplikasi perpesanan lainnya seperti WhatsApp, WeChat tidak menyediakan enkripsi end-to-end (dari awal sampai akhir) antar pengguna. Sebagai gantinya, WeChat menggunakan apa yang disebut “enkripsi transport” yang mengenkripsi pesan hanya antara pengguna dengan server WeChat. Selain kerentanan keamanan ekstra yang diperkenalkan oleh sebuah proses tersebut, ini juga berarti bahwa server WeChat di Tiongkok pada intinya menyimpan catatan semua pesan.
Sementara WeChat secara konsisten menegaskan bahwa pihaknya “menghapus isi pesan” setelah diterima oleh pengguna yang dimaksud, The Epoch Times melaporkan pada bulan September yang lalu bahwa WeChat telah memperbarui kata-kata dari perjanjian kebijakan privasinya, yang menyiratkan bahwa perusahaan tersebut secara bebas berbagi pesar-pesan pribadi pengguna dengan rezim Tiongkok.
WeChat akan “menahan, menyimpan atau mengungkapkan” data para pengguna untuk “mematuhi undang-undang atau peraturan yang berlaku,” kata-kata dalam perjanjian pengguna baru. Karena badan penegakan hukum dan aparat keamanan rezim Tiongkok tidak memerlukan surat perintah penggeledahan untuk merebut data properti atau data warga negara, rezim pada dasarnya akan memiliki akses terhadap semua hal yang dikirim oleh pengguna WeChat melalui aplikasi tersebut.
Yuan Yang, seorang reporter Financial Times yang ditempatkan di Beijing, melakukan tweet pada bulan Februari bahwa seorang perwira polisi Tiongkok menanyakan tentang aktivitas online-nya selama permohonan perpanjangan visa-nya. Hal itu tersirat bahwa pertanyaan itu mungkin didorong oleh rutinitas otoritas yang mengintip pesan pribadi WeChat, persis jenis pengawasan yang secara konsisten disangkal oleh WeChat bahwa hal itu diberikan kepada rezim Tiongkok.
Pada 2017, aktivis Taiwan Lee Ming-che ditangkap saat dia tiba di daratan Tiongkok dan kemudian dinyatakan bersalah karena “subversi” setelah sebuah pengadilan di Tiongkok mendapati dia “bersalah” mengirim pesan pro demokrasi kepada orang lain melalui WeChat dan platform olahpesan lainnya.
Penghukuman warga Taiwan ke penjara yang sebagian didasarkan pada perbedaan pendapat yang dibuat melalui WeChat menimbulkan kekhawatiran dimana warga negara dari negara lain, seperti Amerika Serikat, dapat menghadapi nasib yang sama saat mereka melakukan perjalanan ke Tiongkok. (ran)
ErabaruNews