Penambangan pasir ilegal di Sungai Yangtze terus berlangsung tanpa terkekang meskipun faktanya pemerintah Tiongkok telah melarangnya bertahun-tahun yang lalu.
Dua kapal pasir illegal, masing-masing memuat sekitar 700 ton pasir, telah ditangkap oleh otoritas Tiongkok di distrik Hannan Kota Wuhan, Provinsi Hubei, di lepas pantai Sungai Yangtze, pada 28 Maret.
Permintaan pasir, bahan utama untuk memproduksi bahan bangunan, telah meningkat seiring dengan hasrat besar Tiongkok untuk pembangunan infrastruktur. Dengan harga pasir semakin tinggi, beberapa bisnis licik beralih ke pengerukan ilegal untuk mendapatkan keuntungan.
Dalam laporan 30 Maret, koran Tiongkok Chutian Metropolis Daily menyatakan bahwa kedua kapal keruk tersebut telah disita, dengan lima pekerja di kapal yang ditangkap tersebut. Salah satu pekerja mengatakan dia tahu penambangan pasir di Yangtze itu ilegal tetapi dia harus mengikuti perintah bosnya.
Biaya pemasangan perahu dengan pengerukan pasir relatif murah, sekitar 20.000 hingga 30.000 yuan ($3.173 sampai $4.759), orang yang bertanggung jawab atas penegakan hukum terkait perairan di Provinsi Hubei mengatakan kepada Chutian Metropolis Daily. Satu pengerukan pasir dengan kapasitas 1.000 ton dapat menghasilkan laba bersih 50.000 yuan ($7.932) per malam, ia memperkirakan.
Artikel berita tersebut lebih lanjut menjelaskan bahwa para pekerja penambang pasir menyedot pasir ke atas dengan air. Dengan demikian jika mereka menyedot di satu tempat untuk waktu yang lama, bagian bawah tepi sungai akan menjadi cekung, menyebabkan kerusakan pada tanggul.
Selain itu, para pekerja penambangan pasir ilegal tidak berani mengeruk pasir pada siang hari, sehingga mereka sering memilih untuk bekerja antara jam 11 malam sampai jam 5 pagi. Saat menambang pasir mereka memadamkan lampu mereka untuk menghindari agar tidak ketahuan, namun menjadi berbahaya bagi kapal lain yang berlayar di sungai tersebut.
Kerusakan Lingkungan
Radio Free Asia (RFA) telah melaporkan pada April 2013 bahwa penambangan pasir berskala besar di sungai dan danau telah menyebabkan kerusakan yang luas terhadap lingkungan. Hal ini juga dianggap sebagai ancaman serius terhadap keamanan tanggul-tanggul sungai, yang mengakibatkan masalah dengan pengendalian banjir dan konservasi air.
Hong Kong Economic Times melaporkan pada Juni 2007, bahwa karena penambangan pasir ilegal, arah aliran air di dasar Sungai Yangtze menjadi semakin tidak teratur. Banyak lubang besar juga terbentuk di dasar sungai.
Zheng Yi, seorang penulis yang bermarkas di AS yang menerbitkan sebuah buku tentang isu lingkungan Tiongkok pada tahun 2000, berjudul “The Destruction of China,” mengatakan kepada RFA bahwa Tiongkok telah melarang penambangan pasir di Sungai Yangtze sejak tahun 2000, tetapi praktiknya tidak pernah berhenti.
Dalam beberapa tahun terakhir, karena meningkatnya permintaan pasir untuk konstruksi, harga pasir sungai dan danau juga meningkat. Pada tahun 2006, 13 pejabat setempat diselidiki dan dihukum karena suap di Kabupaten Yongxiu, Provinsi Jiangxi, semua untuk kejahatan yang berkaitan dengan industri pertambangan pasir setempat. Para penguasa wilayah tersebut ingin memonopoli industri pertambangan pasir tersebut dan menjual hak penambangan pasir untuk Danau Poyang, danau air tawar terbesar di Tiongkok yang terletak di Provinsi Jiangxi. Mereka mendapatkan keuntungan besar sebagai hasilnya.
Zheng percaya bahwa seperti masalah lingkungan lainnya di Tiongkok, penambangan pasir sulit untuk diatur karena para pejabat dan penguasa setempat tertarik untuk memperolehnya. (ran)
ErabaruNews