EpochTimesId – Pemilihan Umum di Meksiko kini semakin berdarah dan mencekam. Setidaknya ada 82 kandidat dan tokoh terpilih tewas, sejak musim pemilihan dimulai pada bulan September 2017 lalu.
Pemilihan presiden di Meksiko pun kini akan menjadi yang paling berdarah dalam sejarah. Kesimpulan itu diambil oleh Etellekt, sebuah konsultan keamanan yang berbasis di Mexico City, dan penelitian Reuters.
Lonjakan pembunuhan politik di Meksiko itu membayangi pemilihan umum nasional pada 1 Juli 2018 mendatang. Rakyat yang memiliki hak suara juga akan memilih presiden Meksiko berikutnya.
Magda Rubio yang baru saja meluncurkan kampanyenya untuk pemilihan walikota sebuah kota kecil di Meksiko utara, bahkan mengaku diancam akan dibunuh. Dia menuturkan ketika sebuah suara yang menakutkan datang melalui telepon genggamnya.
“Mundur (dari pencalonan),” si penelepon memperingatkan, “atau dibunuh.”
Itu adalah yang pertama dari empat ancaman kematian yang Rubio katakan telah dia terima sejak Januari 2018 dari orang yang sama, pria tanpa nama yang sama. Dia mengikuti pemilihan walikota di Guachochi, yang terletak di wilayah pegunungan negara bagian Chihuahua.
Video Rekomendasi :
https://www.youtube.com/watch?v=ncESfPb3yGY
Kawasan itu merupakan rute utama untuk perdagangan heroin. Tapi dua pengawal bersenjata sekarang mengikutinya sepanjang waktu.
“Pada pukul 2 pagi, Anda mulai merasa takut, dan Anda berkata, ‘sesuatu yang buruk sedang terjadi di sini,'” sambung Rubio, seperti dikutip The Epoch Times dari Reuters, Kamis (19/4/2018).
Rubio adalah calon independen yang mendorong pemerintah untuk berbuat lebih banyak bagi penduduk asli Raramuri yang miskin di kawasan itu. Dia mencurigai siapapun yang mengancamnya tidak tertarik dengan perubahan.
Kota kecilnya, Guachochi, terletak di jantung yang disebut Segitiga Emas, yang melintasi negara bagian Chihuahua, Sinaloa, dan Durango. Itu adalah sebuah kawasan yang dipenuhi dengan ladang ganja berdaun dan bunga opium merah muda dan merah.
Rubio mengatakan dia telah mengalami serangan panik, sejak penelepon anonim memulai mengancamnya.
Terlepas dari risikonya, Ia mengatakan ingin menunjukkan kepada anak-istri-nya serta warga lain bahwa lembaga Meksiko dapat berfungsi mengatasi kemiskinan.
“Saya tidak mungkin berhenti,” kata Rubio. “Saya di sini karena saya ingin perubahan di negara saya.”
Dalam seminggu terakhir empat orang terbunuh dan terkait dengan aktivitas politik di Meksiko. Salah satu korban adalah Juan Carlos Andrade Magana, yang mencalonkan diri untuk terpilih kembali sebagai walikota di Jilotlan de los Dolores.
Kota Dolores terletak di negara bagian Jalisco, di sebelah barat Meksiko. Jenasahnya ditemukan dengan dipenuhi peluru, Minggu (15/4/2018) pagi di dalam mobilnya, di pinggir kota.
Andrade baru saja menghadiri pemakaman. Jaksa penuntut negara sedang menyelidiki kasus tersebut, tetapi mereka belum melakukan penangkapan.
Para korban berasal dari berbagai partai politik, besar dan kecil, dan sebagian besar terjadi di kota-kota lokal yang jauh dari sorotan nasional. Sebagian besar korban tewas ditembak. Sebagian besar kasus bahkan tetap tidak terpecahkan.
Tetapi para ahli keamanan mencurigai kelompok-kelompok narkoba mendorong dan bertanggungjawab atas sebagian besar pertumpahan darah. Dengan catatan sekitar 3.400 pemilu lokal, sebagian besar akan digelar pada bulan Juli.
“Maka kartel-kartel yang ada di Meksiko tampaknya berusaha untuk turut berebut pengaruh bahkan secara nasional,” ujar seorang profesor administrasi publik di Colegio de la Frontera Norte di Tijuana, Vicente Sanchez.
Dia mengatakan, bos kartel tengah berupaya untuk membuat para politisi yang berpihak kepada bisnis mereka untuk terpilih sebagai anggota parlemen. Sehingga mereka mengeliminasi para pesaing.
Kartel juga diduga kuat menakut-nakuti calon yang reformis. Karena sangat mungkin berdampak buruk untuk bisnis ilegal mereka.
“Pemerintah daerah adalah sumber kontrak dan suap yang menguntungkan. Sementara pasukan polisi dapat ditekan untuk melayani kartel.”
“Geng-geng kriminal ingin memastikan bahwa di pemerintahan berikutnya, mereka dapat mempertahankan jaringan kekuasaan mereka, itulah sebabnya mereka meningkatkan serangan,” kata Sanchez.
Otoritas pemilu telah memperingatkan bahwa pertumpahan darah dapat mempengaruhi jumlah pemilih di beberapa daerah. Aksi pembunuhan telah mengejutkan dan bahkan para pengamat melihatnya sebagai serangan terhadap demokrasi dan hukum Meksiko.
“Otoritas negara bagian dan lokal yang outgunned dan keluar-manuver dan pasukan federal tidak bisa di mana-mana,” kata Duncan Wood, direktur Institut Meksiko di Woodrow Wilson International Centre for Scholars di Washington. “Ada kebutuhan mendesak … untuk memberikan perlindungan dan isolasi yang lebih besar terhadap kejahatan terorganisir.”
Para pemimpin Meksiko kini berusaha untuk menanggapi. Pemerintah federal dan negara bagian menyediakan pengawalan untuk para kandidat. Bahkan dalam beberapa kasus, mereka menyiapkan kendaraan anti-peluru. Namun langkah-langkah itu terbukti tidak efektif karena jumlah korban tewas terus meningkat.
Benih-benih kekacauan saat ini ditanam lebih dari satu dasawarsa lalu ketika pemerintah Meksiko, yang didukung oleh Amerika Serikat, mulai menggulingkan kepala kartel-kartel narkoba terkemuka di Meksiko.
Strategi tersebut berhasil menjatuhkan ‘raja narkoba’ seperti Joaquin ‘El Chapo’ Guzman, bos lama dari Sinaloa Cartel yang terkenal kejam, yang kini meringkuk di penjara New York, AS.
Namun penumpasan itu menghancurkan sindikat kejahatan yang mapan menjadi puluhan geng yang saling bersaing. Pendatang baru meningkatkan kebiadaban untuk mengintimidasi saingan serta polisi dan pegawai negeri yang mungkin menghalangi jalan mereka.
Kekerasan pra-pemilihan yang masif terjadi di negara bagian Guerrero, Meksiko barat daya, di mana sedikitnya delapan kandidat dan politisi lokal telah terbunuh dalam enam bulan terakhir. Kartel dengan nama-nama seperti Los Ardillos (The Squirrels) dan Los Tequileros (The Tequila Drinkers) bertempur untuk berebut pengaruh demi melakukan pemerasan dan pengendalian heroin dan penyelundupan kokain.
Uskup Katolik Salvador Rangel sempat mengunjungi kota Chilapa pada awal April untuk meminta gencatan senjata menjelang pemilihan umum. Dia menyerukan faksi-faksi yang berseteru untuk menghentikan pembunuhan dan pertumpahan darah.
Seruan itu tidak bertahan lama. Dalam beberapa hari, kepala polisi Chilapa, Abdon Castrejon Legideno, ditembak mati ketika sedang berpatroli. Seorang juru bicara negara bagian Guerrero mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa pihak berwenang menangkap seorang tersangka yang ditemukan membawa senjata api 9mm dekat lokasi kejadian. (Reuters/The Epoch Times/waa)
Video Pilihan :
https://youtu.be/fTKcu82AtsA