Epochtimes.id- Prakitisi Falun Gong atau Falun dafa dari Jakarta dan sekitarnya memperingati hari Permohonan Damai 25 April 1999 di Beijing yang digelar di Depan Kedubes RRT, Jalan Mega Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (21/04/2018).
Aksi ini terlihat secara jelas oleh sejumlah aparat keamanan yang mengamankan aksi unjuk rasa damai. Sejumlah pejalan kaki dan pengendara turut menyaksikan kejadian yang monumental ini. Tentu tak terlewatkan, sorotan kamera CCTV milik Kedubes RRT mengikuti aksi damai ini.
Selama aksi berlangsung, foto-foto korban penganiayaan yang meninggal dunia bisa terlihat berdiri tegak di depan Kedubes RRT. Kehadiran foto korban mengingatkan akan spirit Falun Dafa tak pernah lekang untuk meneguhkan “Falun Dafa Baik.”
Spanduk-spanduk yang terbentang seperti dari Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI) bertuliskan : Mendukung Dihentikannya Penindasan Terhadap Falun Dafa di China. Spanduk dari YLBHI bertuliskan : Bring Jiang Zemin to Justice.
Spanduk dari Imparsial bertuliskan “Protect Human Rights in China! The Government of China Must Be Responsible for Human Rights Violation against Falun Gong.” Sementara spanduk dari Kontras bertuliskan “All People Demand Bring Jiang Zemin to The Court.”
Ketua Himpunan Falun Dafa Indonesia (HFDI) Gatot Machali menjelaskan 25 April pada sembilan belas tahun silam, lebih dari 10.000 praktisi Falun Gong (Falun Dafa) memohon keadilan dan lingkungan berlatih yang bebas gangguan di Kantor Negara Urusan Permohonan di Beijing, yang lokasinya kebetulan berdekatan dengan Zhongnanhai (Kompleks Pemerintah Pusat).
Hak warga mengajukan permohonan, keluhan, himbauan dijamin oleh konstitusi negara Tiongkok. Ketika itu, tutur Gatot, aksi sepenuhnya berlangsung damai dan tertib, bahkan para praktisi membersihkan sampah yang ada di jalan dan utamanya, aksi tersebut muncul secara spontan sebagai reaksi atas penangkapan sekitar 45 praktisi oleh pihak berwenang di Tianjin beberapa hari sebelumnya.
Selanjutnya, Perdana Menteri saat itu, Zhu Rongji yang berpandangan positif terhadap metode latihan kultivasi Falun Gong – bahkan bersedia menemui tiga perwakilan praktisi, kemudian memberi instruksi agar membebaskan para praktisi yang ditahan secara tidak adil di Tianjin.
Namun sekretaris Partai Komunis Tiongkok (PKT) dan Presiden Tiongkok saat itu, Jiang Zemin – terdorong iri hati dan dengki dengan perkembangan Falun Gong yang sangat pesat – memiliki rencana jahat lain dan belakangan memfitnah permohonan damai tersebut sebagai pengepungan kompleks pemerintah pusat oleh Falun Gong dan pada 20 Juli 1999, memulai penindasan berdarah terhadap Falun Gong dan praktisi-praktisinya.
Lebih jauh Gatot menambahkan, setelah bencana besar Revolusi Kebudayaan (merusak kebudayaan Tiongkok tradisional yang mengajarkan kebajikan dan moral), kemudian pembantaian mahasiswa di Tiananmen pada 4 Juni 1989; sejak 1999 hingga hari ini PKT menganiaya Falun Gong merupakan puncak keiblisan dari Partai Komunis Tiongkok.
“Kemahiran dan pengalaman “menyiksa, menindas, mengubah orang” yang dikumpulkan dalam berbagai gerakan politik PKT selama beberapa dasawarsa terakhir, telah diterapkan seluruhnya kepada para praktisi yang dipenjara karena keyakinan mereka pada Sejati-Baik-Sabar,” ujar Gatot dalam orasinya.
Tak hanya itu, bahkan pemegang kekuasaan ini tega-teganya, mencangkok organ praktisi secara hidup-hidup untuk memasok industri transplantasi Tiongkok yang booming sejak tahun 2000, yang oleh pengacara HAM David Matas maupun mantan anggota Parlemen Kanada, David Kilgour disebut sebagai “Kejahatan yang belum pernah ada di atas planet ini.”
Pada kesempatan itu, dibeberkan tanpa pemahaman yang jelas akan hakekat agama sesat Partai Komunis Tiongkok (PKT) akan sulit mengenali watak hakiki dari kejahatannya.
Apalagi, PKT telah menghancurkan budaya tradisional yang dianugerahkan Tuhan, merusak moralitas – dengan demikian barulah mampu mencuci otak rakyatnya dengan paham Ateisme dan budaya partai yang penuh Pertarungan, Benci dan Dendam, dengan sukacita dan arogan mengobarkan: menentang Langit (membuat anak muda tidak lagi percaya Tuhan) – menaklukkan Bumi (menguras isi alam untuk keuntungan sesaat) – menentang Manusia (membunuh mereka yang tidak sepaham).
Gatot menuturkan hingga saat ini PKT secara kejam berniat menghabisi nilai-nilai universal “Sejati-Baik-Sabar”, menindas para praktisi Falun Dafa yang berkeinginan menjadi orang baik dan semakin baik lagi.
Bukan hanya sendirian menindas, tetapi juga menyebarkan hasutan benci dendam yang tak terhitung melalui media yang dikendalikan PKT kepada rakyat Tiongkok maupun dunia, agar turut membenci dan menganiaya Falun Gong.
Menurut Gatot, PKT secara licik membungkam kritikan Barat atas situasi HAM Tiongkok dengan jurus kepentingan/keuntungan ekonomi sesaat. “Dengan kata lain: PKT tengah menyeret seluruh dunia turut menganiaya atau membisu di tengah penganiayaan. Karena tujuan roh jahat komunis hanyalah satu: Memusnahkan umat manusia,” tegasnya.
Namun di tengah berbagai ketidakadilan ini, suara harapan muncul. Tercatat pada akhir Maret 2018, lebih dari 300 juta rakyat Tiongkok telah menyatakan mundur dari Partai Komunis Tiongkok atau organisasi-organisasi pemuda dan terkaitnya (en.tuidang.org).
Gelombang pemunduran dari PKT bukanlah gerakan politik ataupun gerakan pro-demokrasi – melainkan gerakan hati nurani dari akar rumput untuk menarik garis pemisah dari kejahatan dan politik otoriter partai komunis Tiongkok.
Fenomena kedua adalah lebih dari 200.000 orang Tiongkok telah mengajukan gugatan hukum terhadap Jiang Zemin, dalang penindasan terhadap Falun Gong, sementara banyak kaki tangan Jiang Zemin yang terlibat dalam penganiayaan Falun Gong telah dijebloskan ke penjara meskipun atas dakwaan tindak indisipliner ataupun korupsi.
“Pada peringatan 25 April tahun ini, kami mengucapkan selamat kepada orang Tionghoa yang telah dapat mengenali watak jahat Partai Komunis Tiongkok dan menarik garis pemisah dari organisasi-organisasi terkaitnya,” ucap Gatot.
“Semoga hati nurani, rasa keadilan semakin menggema dalam waktu dekat ini. Dan bagi kita, masyarakat Indonesia juga dapat menarik pelajaran berharga dari tragedi besar kemanusiaan ini, memandang fenomena Falun Gong ataupun kejahatan Partai Komunis Tiongkok dengan kejernihan pikiran dan hati serta menyuarakan keadilan,” pungkasnya. (asr)