Pada 3 – 4 Mei Amerika Serikat dan Tiongkok telah melakukan negosiasi tingkat tinggi. Salah satu anggota delegasi perdagangan yaitu Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross mengungkapkan secara garis besar mengenai pembicaraan pada 9 Mei dan menyatakan bahwa perbedaan pendapat antara Amerika Serikat dan Tiongkok cukup jauh satu sama lain.
Menurut hasil penyelidikan ‘Special 301 Report’, Amerika Serikat telah mengumumkan untuk mengenakan tambahan tarif 25 % terhadap komoditas Tiongkok yang nilainya mencapai 50 miliar Dolar AS. Saat ini kebijakan tersebut masih dalam ‘periode inkubasi 6 bulan’ untuk diambil keputusan kepastiannya.
Selain itu, daftar komoditas Tiongkok lainnya yang bernilai 100 miliar Dolar AS juga masih berada dalam penggodokan pemerintah AS.
Tiongkok juga sudah menyiapkan penambahan tarif atas komoditas AS sebesar 50 miliar Dolar AS sebagai pembalasan.
Jika AS memberlakukan kenaikan tarif, itu akan memicu perang tarif antara Tiongkok – AS.
Seiring dengan perang tarif, perang mata uang dan perang teknologi telah mulai bereaksi.
Ketika Tiongkok mengajukan permintaan untuk masuk WTO, pernah berjanji kepada masyarakat internasional untuk melaksanakan liberalisasi pasar Tiongkok, tetapi hingga sekarang, belasan tahun telah lewat, Tiongkok belum juga memenuhi janjinya, sedangkan surplus perdagangan dengan AS tetap tinggi.
Presiden Trump berulang kali menekankan bahwa perdagangan tidak adil tidak dapat dipertahankan.
Dalam putaran pertama perundingan perdagangan antara Tiongkok dengan Amerika Serikat, kedua belah pihak memiliki perbedaan pendapat yang sangat besar.
Sumber mengatakan : “Sangat tidak optimis”, “Situasi ketegangan saat ini sangat serius”
oleh Wang Jingwen – EpochWeekly
Perang dagang Tiongkok – Amerika Serikat di ambang pintu
Pada 16 April, Departemen Perdagangan AS mengumumkan embargo penjualan komponen, perangkat lunak dan teknologi kepada ZTE selama 7 tahun karena ZTE telah melanggar sanksi AS terhadap penjualan teknologi ke Iran.
Langkah AS menghukum ZTE ini menjadi pukulan yang mematikan bagi industri teknologi tinggi Tiongkok yang belum berhasil mengembangkan sendiri chip yang mereka butuhkan. Membuat ZTE yang memiliki latar belakang militer ‘jatuh pingsan’. Ini tampaknya merupakan kerugian terbesar bagi pemerintah Tiongkok.
Setelah ZTE dilarang, konflik perdagangan berlangsung makin tegang. Pada Sabtu, (21/05/2018) di jaringan internet daratan, terutama media sosial muncul laporan mengenai Amerika Serikat telah mengumumkan sanksi terhadap 19 perusahaan teknologi tinggi Tiongkok. Perusahaan-perusahaan yang terlibat termasuk Huawei, Lenovo, Tianma Micro, dan BOE.
Beberapa hari kemudian baru tahu bahwa berita itu tidak benar, rasa panik pun perlahan mereda. Namun, berita tersebut bersumber dari dalam laporan Komisi Kajian Ekonomi dan Keamanan AS – Tiongkok yang berjudul : Tiongkok Menimbulkan Ancaman bagi Rantai Pasokan ICT AS (ICT, Information, Communications and Technology).
Laporan terbagi dalam enam bab yang menggambarkan risiko yang ditimbulkan Tiongkok terhadap rantai pasokan ICT AS. di mana bab ketiga berisi daftar rantai pasokan ICT dari 19 entitas industri Tiongkok yang merupakan bagian dari rumor. Meskipun disebutkan bahwa ada risiko yang diterima rantai pasokan ICT, tetapi tidak ada berita yang mengatakan akan memberlakukan sanksi kepada perusahaan-perusahaan ini.
Namun, karena 19 perusahaan Tiongkok ini menjadi ancaman bagi rantai pasokan ICT AS, dengan meningkatnya konflik perdagangan, perusahaan-perusahaan Tiongkok ini juga tidak terhindar dari terpengaruh.
Pada saat inilah putaran pertama negosiasi perdagangan diadakan di Beijing pada 3 – 4 Mei, awalnya orang beranggapan bahwa pembicaraan tidak mungkin dapat benar-benar mencapai hasil, karena waktunya terlalu singkat. Tampaknya pertemuan itu hanya digunakan untuk ‘buka-bukaan kartu’.
7 orang pejabat AS faksi elang dengan seorang yang ditakuti Tiongkok berkunjung ke Beijing
Ketujuh pejabat AS yang dikirim ke Tiongkok sudah diumumkan sebelum berangkat, mereka itu termasuk termasuk utusan khusus Trump, Menteri Keuangan Steven Mnuchin, Menteri Perdagangan Wilbur Ross, Perwakilan Dagang Robert Lighthizer, Duta Besar AS untuk Tiongkok Terry Branstad, Direktur Dewan Ekonomi Nasional Larry Kudlow, Penasihat Perdagangan Gedung Putih Peter Navarro, dan Wakil Direktur Dewan Ekonomi Nasional Everett Eissenstat.
Media Barat ada yang menyebut 7 orang faksi elang AS mengunjungi Tiongkok, karena memang mereka itu berasal dari faksi elang, yang membedakan mungkin hanya soal besar kecilnya saja. Kecuali duta besar, hanya 2 orang dari keenam tokoh kunci itu masuk golongan faksi merpati.
Di antara mereka, Menteri Keuangan Mnuchin dan Direktur Dewan Ekonomi Nasional Kudlow, dua orang tersebut relatif moderat, tetapi Kudlow berubah dari faksi merpati menjadi elang dalam menghadapi sengketa perdagangan dengan Tiongkok. Dalam menangani kenaikan tarif produk baja dan aluminium dia menyatakan bahwa hanya Tiongkok yang tidak bisa dikecualikan. Dia juga secara blak-blakan menyatakan bahwa sumber gesekan perdagangan adalah ketidakpedulian pemerintah Tiongkok terhadap aturan perdagangan internasional.
Wilbur Ross, Menteri Perdagangan AS juga termasuk faksi elang yang relatif moderat. Sebelum berangkat, Ross membuat pernyataan keras kepada media Amerika bahwa AS adalah pihak yang menderita defisit perdagangan besar. Jika perang perdagangan benar-benar meletus, pihak Tiongkok akan mengalami kekalahan lebih banyak lagi.
Perwakilan Perdagangan AS Robert Lighthizer, Penasihat Ekonomi Gedung Putih Navarro, dan Wakil Direktur Dewan Ekonomi Nasional Everett Eissenstat, semuanya adalah perwakilan beraliran keras. Di antara mereka, Navarro adalah orang yang paling memusingkan kepala otoritas Beijing.
‘Quartz’ melaporkan bahwa Navarro adalah salah satu penasihat perdagangan paling penting dalam administrasi Trump. Trump tertarik kepada Navarro karena mengkritik keras sejarah Partai Komunis Tiongkok, pertama ia bergabung dengan tim kampanye Trump dan kemudian memasuki Gedung Putih.
Namun, beberapa orang mempertanyakan statusnya sebagai “China Connecter” : Ia tidak dapat berbahasa Mandarin dan tidak memiliki kontak dengan pembuat kebijakan Partai Komunis Tiongkok dan bahkan mungkin tidak pernah berkunjung ke Tiongkok.
Navarro bergabung dengan delegasi Trump yang mengunjungi Tiongkok membuat Partai Komunis Tiongkok gelisah. Navarro adalah penulis ‘Deadly China’ dan ‘The Next War in China’ Buku ini menekankan bahwa keuntungan perdagangan yang diberikan Tiongkok kepada perusahaan mereka telah menimbulkan ancaman bagi Amerika Serikat.
Dalam ‘Deadly China’ dalam melukiskan Tiongkok menyalahgunakan perdagangan : Negara yang paling padat penduduknya di dunia dengan cepat menjadi ekonomi terbesar juga cepat menjadi pembunuh paling lihai di dunia. Industriawan Tiongkok yang tidak bermoral menggunakan produk yang mematikan untuk membanjiri pasar dunia, pemerintah Tiongkok komunis menggunakan proteksionis ilegal untuk merampas industri dan lapangan kerja AS.
Navarro percaya bahwa perdagangan antara AS dengan Tiongkok adalah tidak normal, Lebih dari separo keuntungan perdagangan Tiongkok berasal dari delapan praktik perdagangan yang tidak adil.
Para pengusaha Tiongkok yang tidak bermoral menggunakan serangkaian produk yang bisa melukai, menyebabkan penyakit kanker, mudah terbakar, beracun termasuk produk makanan, obat-obatan yang mencelakakan untuk membanjiri pasar dunia. Demikian tulis dalam ‘Deadly China.
Ketika Navalo diwawancarai oleh National Public Radio pada bulan April, ia dengan tanpa ampun menyerang Partai Komunis Tiongkok sebagai pembohong. “Sejauh ini PKT masih saja memilih untuk menyangkal apa yang telah ia lakukan. Seluruh dunia tahu bahwa ia adalah pembohong” “Mereka menyangkal telah mencuri kekayaan intelektual kita. (tetapi) Semua orang tahu ia melakukannya”
Presiden Trump memiliki seorang penasihat yang begitu anti-komunis, tidak mengherankan jika para pejabat Partai Komunis Tiongkok merasa tidak nyaman menemuinya. Menurut sebuah laporan di Wall Street Journal, seorang anggota senior Partai Komunis Tiongkok mengatakan dalam sebuah pertemuan tertutup tahun lalu : “Kami tidak ingin berhubungan dengan Navarro”
Liu He memimpin delegasi 8 orang yang kurang pengalaman
Meskipun pihak Amerika Serikat mengumumkan daftar nama peserta pertemuan, tetapi pihak Tiongkok terus ‘menunda-nunda’ sampai sehari sebelum pertemuan Xinhua News Agency baru mengumumkan : Komite Sentral PKT, Wakil Perdana Menteri Liu He akan menemui delegasi AS dalam rangka pertukaran pendapat tentang masalah ekonomi dan perdagangan yang akhir-akhir ini menjadi perhatian besar kedua belah pihak.
Namun nama-nama personil lain yang bergabung dalam pertemuan tersebut belum diumumkan sampai pertemuan itu berakhir.
Dunia luar melihat bahwa laporan itu tidak memberi Liu He gelar “Perwakilan Khusus Presiden Xi Jinping”. Tetapi pendahulu Liu He, yakni Wang Yang yang bertanggungjawab terhadap ekonomi dan perdagangan bertindak dengan status itu.
Kali ini, Liu He tidak berangkat ke AS dengan status “perwakilan khusus” juga bukan “pemimpin” Beberapa orang berpikir bahwa ini mungkin berkaitan dengan dialog tanpa hasil pada bulan Februari tahun ini. Liu He selain tidak bertemu dengan Trump, bahkan tidak tahu siapa yang sesungguhnya mewakili AS dan bertanggungjawab dalam dialog perdagangan.
Kali ini, salah satu tujuannya pemerintah Tiongkok mengundang delegasi AS datang ke Beijing untuk melakukan pembicaraan adalah mencari tahu siapa yang berhak berbicara dalam konflik dagang dan untuk mengetahui apa sebenarnya tuntutan AS ?