WASHINGTON — Persahabatan antara David Kilgour dan David Matas kembali ke masa beberapa dekade yang lalu saat hari-hari mereka di Winnipeg, di mana mereka berdua lahir dan dibesarkan.
Kilgour, yang kemudian menjadi anggota Parlemen dan sekretaris negara Kanada untuk Asia-Pasifik, dan Matas, seorang pengacara hak asasi manusia yang diakui secara internasional, keduanya kuliah ke Universitas Manitoba, menjabat di dewan mahasiswa, dan secara kebetulan, akhirnya belajar atau bekerja di kota yang sama beberapa kali sejak saat itu, termasuk Paris, Ottawa, dan kemudian Winnipeg lagi.
Pada tanggal 20 Juni, “dua David” dipersatukan kembali sekali lagi, kali ini di Washington, untuk diakui atas karya mereka dalam mengekspos penganiayaan berat Tiongkok terhadap praktisi Falun Gong dan masalah penjarahan organ dari kelompok yang dianiaya tersebut.
Penghargaan Friends of Falun Gong Human Rights Award, yang dipersembahkan oleh nama yang sama dalam penghargaan tersebut, yang berbasis di New York, mengakui “keberanian dan keteguhan yang mereka tunjukkan dalam mengungkap kejahatan PKT [Partai Komunis Tiongkok], dan untuk pekerjaan mereka yang sangat teliti dan memiliki efek yang kuat,” kata Alan Adler, direktur eksekutif Friends of Falun Gong (FOFG).
“Pengambilan organ sama buruknya dengan yang Anda dapat peroleh untuk digunakan manusia: Membunuh orang yang hidup untuk mendapatkan organ dari mereka, itu tepatnya adalah kedalaman pemikiran dari kebobrokan moral. Dan mereka berhasil membawanya ke penerangan, luar biasa,” kata Adler.
Falun Gong, juga dikenal sebagai Falun Dafa, adalah latihan meditasi spiritual yang para praktisinya mematuhi standar moral berdasarkan prinsip-prinsip kebenaran, belas kasih, dan toleransi (Sejati-Baik-Sabar).
Di Tiongkok, statistik rezim menunjukkan 70 hingga 100 juta orang telah menjalankan disiplin meditasi tersebut hingga tahun 1999, akan tetapi Partai Komunis Tiongkok (PKT), yang saat itu dipimpin oleh Jiang Zemin, telah meluncurkan kampanye brutal pada 20 Juli 1999 untuk membasmi latihan tersebut.
Praktisi-praktisi di Tiongkok telah mengalami penangkapan sistematis, pemenjaraan tidak sah, pencucian otak, dan penyiksaan. Yang lebih mengejutkan adalah pengambilan organ paksa.
Pada Maret 2006, The Epoch Times memecahkan kisah tentang PKT sedang menjarah organ dari para praktisi Falun Dafa yang masih hidup untuk melakukan transplantasi pada para pelanggan yang membayar, menyuplai industri multi-miliar dolar. “Para pendonor” tidak dibunuh sampai setelah organ dikeluarkan untuk menjaganya tetap segar.
Namun kejahatan yang belum pernah terjadi sebelumnya terbukti sulit dipercaya. Para aktivis hak asasi manusia mendekati Kilgour yang, sebelum menjadi anggota parlemen dan kemudian menjadi menteri luar negeri, menjabat sebagai jaksa selama sekitar satu dekade. Mungkinkah Kilgour menyelidiki dugaan-dugaan ini?
Atas rekomendasi Kilgour, Matas, seorang pengacara hak asasi manusia yang mapan, diminta untuk bergabung dalam upaya tersebut.
“Saya katakan kepada semua orang, saya belum pernah bertemu siapapun dalam hidup saya yang bekerja sekeras yang dilakukan David [Matas],” kata Kilgour, mengingat dengan humor sekali waktu di akhir 1970-an ketika dia pergi ke rumah Matas untuk makan malam dan Matas mengaku terakhir kali dia memasak adalah tujuh atau delapan tahun sebelumnya, karena dia begitu sibuk bekerja.
Meskipun saling kenal selama bertahun-tahun, ini adalah pertama kalinya mereka berdua bekerja dalam masalah bersama.
“Apa yang menurut saya luar biasa adalah seberapa banyak kami menyetujui banyak hal, mengingat fakta bahwa kami masing-masing secara independen membentuk opini kami sendiri tentang berbagai macam masalah,” kata Matas.
Penyelidikan
Hasil investigasi gabungan mereka adalah sebuah laporan, yang kemudian diterbitkan sebagai sebuah buku, berjudul “Bloody Harvest,” yang menyimpulkan bahwa dugaan-dugaan tersebut benar.
Laporan tersebut mempertimbangkan banyak jenis bukti, termasuk panggilan telepon ke pusat transplantasi di Tiongkok yang menjanjikan organ dari pengikut Falun Gong kepada penelepon yang menyamar sebagai pasien.
Laporan ini bukanlah yang akhir, tetapi permulaan pencarian tak kenal lelah oleh Kilgour dan Matas yang kini telah berlangsung selama lebih dari satu dekade.
“Tidak ada yang harus berhenti selama satu menit, kami akan menghentikan hal mengerikan yang terjadi di Tiongkok,” kata Kilgour.
Bertahun-tahun yang lalu, Kilgour dan Matas memperkirakan mereka telah mengunjungi lebih dari 50 negara, beberapa, seperti Amerika Serikat beberapa kali, untuk memberi tahu orang-orang tentang pengambilan organ secara paksa. Mereka telah berpartisipasi dalam ratusan acara, termasuk kesaksian di hadapan badan-badan legislatif di seluruh dunia, membantu mengilhami resolusi dan undang-undang yang bertujuan untuk membatasi pengambilan organ paksa.
Pada 2016, Kilgour dan Matas bekerja sama dengan penulis Amerika dan jurnalis investigasi Ethan Gutmann untuk mempublikasikan pembaruan pada laporan mereka, yang memberi, kata-kata ungkapan laporan tersebut, “pemeriksaan sangat teliti tentang program-program transplantasi dari ratusan rumah sakit di Tiongkok.”
Mereka menemukan bahwa jumlah orang yang dibunuh untuk diambil organnya jauh lebih besar daripada yang diperkirakan.
Kilgour berkata, “Apa yang telah terjadi pada praktisi Falun Gong di seluruh Tiongkok sejak pertengahan 1999 adalah genosida terhadap warga yang tidak bersalah.”
Mendorong Domino Pertama
Kilgour mengatakan dia menerima penghargaan FOFG dengan senang hati, tetapi menegaskan dia menerima itu atas nama semua orang yang telah membantu mengungkap penganiayaan selama bertahun-tahun tersebut.
“Kami benar-benar hanya di antara yang mendorong kartu domino pertama atau setumpuk kartu; dan kami berharap setumpuk kartu telah turun bertahun-tahun lalu, tetapi saya yakin mereka akan berhenti melakukannya,” kata Kilgour.
“Saya benar-benar ingin memberi penghormatan kepada komunitas Falun Gong yang, tentu saja, membawa beban besar untuk mencoba menghentikan ini, dan telah melakukan pekerjaan yang sangat baik di seluruh dunia,” katanya. Dia juga berterima kasih untuk komunitas Uighur, Tibet , dan Kristen (House Christian) yang juga menjadi korban dan telah membantu dalam penyelidikan.
Matas, yang baru saja beberapa hari menerima gelar kehormatan dari Universitas Alberta untuk pekerjaan hak asasi manusianya, mengatakan penghargaan-penghargaan yang dia dan Kilgour sedang terima tersebut membantu untuk menghasilkan perubahan di dunia.
“Penghargaan ini bagi saya sebuah pengakuan untuk, yang saya ingin katakan, bukan hanya apa yang telah saya lakukan, tetapi juga apa yang telah dilakukan masyarakat untuk mengatasi masalah ini,” katanya.
Kilgour memperhatikan bahwa beberapa yurisdiksi, seperti Taiwan dan Norwegia, telah mengeluarkan undang-undang untuk mengekang pariwisata organ, termasuk mencegah warga pergi ke Tiongkok untuk transplantasi organ atau memberi sanksi kepada mereka yang terlibat dalam pengambilan organ di Tiongkok.
“Saya ingin berterima kasih juga, para senator di Senat Kanada karena memiliki sidang tentang RUU yang akan mencoba untuk mengurangi pariwisata organ,” katanya, mengacu pada RUU yang saat ini sedang dipelajari di Komite Hak Asasi Manusia Senat Kanada, yang diperkenalkan pada 23 Mei oleh Senator Salma Ataullahjan.
“Tentu saja, saya ingin berterima kasih kepada DAFOH [Doctors Against Forced Organ Harvesting], semua orang medis di seluruh dunia, para pendukung DAFOH, mereka mungkin telah menjadi yang paling efektif terhadap praktik-praktik ini,” tambah Kilgour. (ran)
ErabaruNews