Penantian Ilahi di Kota Suci- Kisah 4.000 Tahun Yerusalem (6)

Cai Daya

Meneliti peradaban manusia kali ini, mungkin tidak ada satu kota pun yang bisa disamakan dengan Yerusalem, sepanjang tiga ribu tahun sejarah pembangunan kota ini, telah berkali-kali dihancurkan dan mengalami perang, namun tetap bisa berdiri lagi di lokasi semula. Yerusalem terletak di perbukitan dengan ketinggian 700 meter di atas permukaan laut, bersebelahan dengan tiga lembah dan dikitari oleh gunung yang lebih tinggi, menjadikan Yerusalem sebagai lokasi strategis yang mudah dipertahankan namun sulit diserang. Namun bukan karena letak geografisnya yang strategis, melainkan kekuatan spiritual yang membuat kota ini abadi, karena kota ini merupakan kota suci bagi tiga agama besar.

  1. Yerusalem Menjadi Tanah Suci Agama Islam

Di masa kekuasaan Khalifah kedua, Kekaisaran Arab menyerang Yerusalem pada tahun 638 M, menjadikan kota suci bagi agama Yahudi dan agama Kristen ini dikuasai oleh Muslim selama lebih dari 500 tahun.

Bagi kaum Muslim, Yerusalem adalah salah satu tanah suci penting selain Mekah dan Medinah. Tahun 691 M, sebuah masjid berkubah bulat berwarna emas dibangun di atas Gunung Kuil Suci, dengan mencakup batu pijakan Nabi Muhammad saat Mikraj juga ada  di dalamnya.

Tahun 709 M, kaum Muslim kembali membangun Masjid Al-Aqsa di sisi lain dari Gunung Kuil Suci, berhadapan langsung dari kejauhan dengan Mesjid Kubah Emas, lokasi yang dipilih  adalah tempat Nabi Muhammad melakukan Mikraj (Perjalanan Spiritual dari Yerussalem ke Sidratul Muntaha).

Sedangkan satu-satunya reruntuhan Kuil Suci Yahudi yang tersisa “Tembok Barat” atau “Tembok Ratapan” juga mendapat sebutan di kalangan Islam, yakni Tembok Al  Buraq (tembok yang digunakan Nabi Muhammad untuk mengikat kuda bersayap saat Mikraj).

Penguasa Arab telah menghapus peraturan yang melarang orang Yahudi bermukim di Yerusalem yang telah diberlakukan sejak tahun 135 Masehi, bangsa Yahudi yang tidak memiliki tanah air selama 500 tahun itu akhirnya bisa kembali ke tanah asalnya.

“Batu Mikraj” di dalam Mesjid Kubah (public domain)

Saat itu kaum Muslim bersikap toleran terhadap agama kepercayaan lain, umat Kristen dan Yahudi yang berdiam di Yerusalem  cukup membayar pajak perorangan, dan sudah bisa memiliki hak otonomi.

Oleh karena itu umat dari masing-masing agama memilih untuk bermukim di sekitar tanah suci mereka, umat Kristen berpusat pada Gereja Makam Suci, kaum Yahudi bermukim di sekitar Tembok Barat, sedangkan kaum Muslim berdiam di Gunung Kuil Suci di sekitar masjid, terpisah secara jelas, saling tidak mengusik, Yerusalem pun melalui tiga abad penuh kedamaian.

  1. Masa Tentram Tak Bertahan Lama

Tahun 979 Masehi, Muslim dari kelompok Syiah asal Mesir menyerang Yerusalem dan mengakhiri masa damai saling toleran antar tiga agama.

Setelah penguasa baru masuk ke kota, pembantaian pun dilakukan, terutama sasarannya adalah kaum Muslim dari kelompok Sunni, serta kelompok yang dianggap sebagai “kaum kafir” bagi mereka yakni bangsa Yahudi dan umat Kristen. Tahun 1009 M, Khalifah memerintahkan semua gereja Kristen dan kuil Yahudi di dalam kota Yerusalem dihancurkan, termasuk juga Gereja Makam Suci.

Lewat intervensi Kekaisaran Bizantium dengan cara lunak maupun keras secara intens, Gereja Makam Suci akhirnya bisa dibangun kembali di tahun 1021 Masehi, imbalannya adalah Kaisar Bizantium harus memberikan sejumlah uang pada Khalifah, dan mengijinkan dibangunnya sebuah masjid di dalam kota Konstantinopel.

Pembangunan kembali Gereja Makam Suci selesai setelah memakan waktu 15 tahun, dan selama ribuan tahun kemudian beberapa kali rusak akibat bencana alam maupun ulah manusia, tapi untungnya tidak hancur total, bahkan masih bisa diperbaiki dan dipertahankan sampai sekarang.

Gereja lainnya tidak bernasib lebih baik, saat penguasa Mesir melawan serangan Bizantium, benteng pelindung kota yang dibangun adalah memakai batu yang dibongkar dari gereja-gereja.

Penguasa Mesir yang keliwat kejam namun bukan berarti tidak ada tandingannya. Sekelompok bangsa pengembara dari Asia Tengah yang disebut Seljuk Turki telah menerima ajaran Islam aliran Sunni, yang mulai menginvasi Asia Barat sejak tahun 1040 M, menggeser Kekaisaran Arab pada saat sedang lemah. Tahun 1071 M bangsa Seljuk berhasil mengalahkan Bizantium dan menduduki sebagian besar Asia Kecil (yakni Turki saat ini).

Bangsa Seljuk dengan cepat menginvasi wilayah selatan dan berhasil merebut wilayah Palestina dan Yerusalem dari tangan kaum Muslim aliran Syiah. Dalam ritual sang penakluk memasuki kota, pembantaian dan pengrusakan serupa juga dilakukan, hanya saja kali ini sasaran mereka adalah kaum Muslim kelompok Syiah.

Ketika darah membanjiri kota Yerusalem, umat Kristen yang terkena dampaknya juga tidak sedikit, sedangkan bangsa Yahudi karena sudah tidak banyak yang berdiam di kota, dampak bagi mereka tidak begitu diketahui.

Kekaisaran Seljuk yang kuat namun singkat itu tak lama kemudian terpecah menjadi beberapa negara kecil, dan saling menyerang satu sama lain; selain itu kaum Syiah dari Mesir ikut bergabung dalam peperangan tersebut untuk merebut kembali wilayah kekuasaannya, sehingga wilayah pesisir timur Laut Mati penuh dengan pertempuran dan tidak pernah ada kedamaian.

Tahun 1098 M, kaum Syiah kembali menduduki Yerusalem. Bagi sang pemenang, kaum Seljuk yang telah terpecah belah sudah bukan lagi ancaman. Yang akan segera dihadapi oleh kaum Muslim, adalah Pasukan Salib sebagai pasukan gabungan dari berbagai negara di Eropa yang akan segera datang. (SUD/ISW/WHS/asr)

Bersambung

Penantian Ilahi di Kota Suci — Kisah 4000 Tahun Yerusalem (1)

Penantian Ilahi di Kota Suci — Kisah 4000 Tahun Yerusalem (2)

Penantian Ilahi di Kota Suci – Kisah 4000 Tahun Yerusalem (3)

Penantian Ilahi di Kota Suci- Kisah 4.000 Tahun Yerussalem (4)

Penantian Ilahi di Kota Suci- Kisah 4.000 Tahun Yerusalem (5)