Penantian Ilahi di Kota Suci- Kisah 4.000 Tahun Yerusalem (7-1)

Cai Daya

Meneliti peradaban manusia kali ini, mungkin tidak ada satu kota pun yang bisa disamakan dengan Yerusalem, sepanjang tiga ribu tahun sejarah pembangunan kota ini, telah berkali-kali dihancurkan dan mengalami perang, namun tetap bisa berdiri lagi di lokasi semula. Yerusalem terletak di perbukitan dengan ketinggian 700 meter di atas permukaan laut, bersebelahan dengan tiga lembah dan dikitari oleh gunung yang lebih tinggi, menjadikan Yerusalem sebagai lokasi strategis yang mudah dipertahankan namun sulit diserang. Namun bukan karena letak geografisnya yang strategis, melainkan kekuatan spiritual yang membuat kota ini abadi, karena kota ini merupakan kota suci bagi tiga agama besar.

 VII. Awal Dendam Kesumat Ribuan Tahun : Perang Salib (Tahun 1096 – 1396 M)

  1. Penyebab Terjadinya Perang Salib

Perang Salib adalah suatu ajang peperangan antara agama Kristen dengan agama Islam, selama 300 tahun (1096~1396), umat Kristen Eropa melancarkan setidaknya 10 kali serangan berskala besar, tujuannya adalah untuk merebut Yerusalem, dan membebaskan umat Kristen yang ditindas oleh kaum Muslim. Namun awalnya alasan pengiriman pasukan bukan hanya itu saja.

Sedangkan hasil dari beberapa kali invasi, hanya yang pertama benar-benar berhasil mencapai tujuannya, yakni menduduki kota Yerusalem; selebihnya berakhir gagal, atau berlarut-larut tanpa hasil, bahkan ada yang dialihkan sasarannya, menyerang Kekaisaran Romawi Timur yang juga sama-sama penganut agama Kristen.

Tahun 1071, Kekaisaran Seljuk Turki memenangkan perang melawan Kerajaan Romawi Timur (Bizantium), dan menduduki sebagian besar wilayahnya. Kaisar Bizantium yang menghadapi kehancuran negerinya, terpaksa harus meminta pertolongan dari Paus Roma.

Belum lama sebelumnya, kedua pihak sempat bersitegang karena masalah agama, agama Yunani ortodoks yang berpusat di Constantinopel tidak bersedia menerima titah dari Sri Paus, dan memisahkan diri dari agama Katolik Roma (tahun 1054 pertama kalinya agama Kristen mengalami perpecahan besar).

Selama puluhan tahun kedua pihak serupa tapi tak sejalan, jika bukan karena kondisi darurat, raja tidak akan tunduk. Waktu itu Paus Beatus Urbanus PP II berniat memanfaatkan peluang ini untuk memperbaiki hubungan kedua pihak, maka di tahun 1095 Sri Paus menyerukan semua negara Eropa untuk membentuk pasukan dan memberikan bantuan.

Kepungan Antioch (The Siege of Antioch) saat pertama kali meletusnya Perang Salib, karya Jean Colombe sekita tahun 1490, dari Naskah beriluminasi (naskah berisi teks yang diimbuhi hiasan seperti inisial, marjinalia, dan gambar miniatur) abad pertengahan. (public domain)

Setelah kerajaan Romawi Barat runtuh pada tahun 476 M, Eropa memasuki masa abad pertengahan di mana kebudayaannya relatif tertinggal.

Selama ratusan tahun berbagai suku bangsa di Pegunungan Alpen ke arah utara perlahan menerima agama Kristen, pikiran masyarakatnya sederhana, dan sangat taat beragama. Karena rata-rata tidak bisa baca tulis, membaca dan memahami Alkitab menjadi kuasa para pendeta atau klerus, masyarakat pun sepenuhnya taat pada perkataan mereka, kekuasaan Katolik Roma pun semakin besar dan kuat.

Tujuan Paus adalah menyingkirkan ancaman bahaya terhadap Kerajaan Bizantium, namun aliansi pasukan Eropa memperpanjang tujuan yang semula Constantinopel sampai ke Yerusalem, dan itu karena setelah Bizantium dikalahkan oleh Seljuk, lalu dengan cepat merebut Palestina dan Yerusalem dari tangan kaum Muslim Mesir, setelah itu mereka pun terpecah karena perang saudara.

Selama puluhan tahun kaum muslim dari berbagai suku bangsa dan ras saling menyerang satu sama lain Palestina pun menjadi wilayah peperangan. Walaupun kaum Muslim tidak melarang umat Kristen berdoa di tanah suci. Namun, umat Kristen dari Eropa yang hendak berziarah kerap mendapat serangan, jalan menuju Yerusalem sesungguhnya telah diputus.

Umat Kristen pada masa itu percaya, seribu tahun setelah datangnya Yesus ke dunia, maka “kiamat” akan tiba, manusia akan menghadapi “peradilan terakhir”, orang yang berdosa akan masuk ke neraka dan tidak bisa bangkit lagi selamanya.

Agar tidak menderita selamanya di dalam neraka, bagaimana menebus dosa di dunia untuk membersihkan diri dari kejahatan yang diperbuat, menjadi topik yang paling ramai dibicarakan masyarakat Eropa.

Menghadiri misa secara rutin, menyesali perbuatan pada pastor, menyumbang ke gereja dan lain sebagainya, semua itu telah menjadi cara sehari-hari mereka untuk menebus dosa.

Berziarah dan berdoa di tanah suci, dipandang sebagai wujud penyesalan yang paling besar, dengan kekuatan dari tanah suci, menghapus semua perbuatan jahat yang pernah dilakukan. Membersihkan diri menjadi orang tak berdosa, adalah cara menebus dosa yang paling efektif.

Jadi ketika perang saudara agama lain menjadi penyebab umat Kristen tidak bisa ke tanah suci Yerusalem. Bagi mereka seolah takdir telah dijatuhkan sebelum hari peradilan terakhir itu tiba. Ini karena umat Kristen beranggapan, setiap manusia begitu dilahirkan pasti memiliki dosa.

Di tengah suasana yang kental akan pemikiran keagamaan seperti itu, bergabung dalam “perang suci” untuk merebut kembali tanah suci dan menyelamatkan saudara Kristen lainnya, menjadi cara lain untuk menebus dosa dengan cepat dibandingkan berdoa di tanah suci. Bahkan bisa dibilang dari neraka langsung naik ke surga.

Dan, juga karena seruan dari Sri Paus, maka seluruh penjuru menjawab seruan, tanpa mengenal kalangan atau suku bangsa. Waktu itu lambang salib pun dijadikan simbol, dibuat dalam skala massal dan disebarkan, dengan demikian muncullah sebutan “Pasukan Salib”.

  1. Perang Salib Pertama

Kekuatan pasukan dalam Perang Salib yang pertama sekitar 12.000 orang, yang terdiri dari sekelompok tentara reguler yang terdiri dari bangsawan dan ksatria, yang berhasil menduduki Yerusalem pada tahun 1099.

Setelah umat Kristen menguasai kota suci, ritual memasuki kota juga dengan membunuh penduduknya, tidak berbeda dengan saat kaum Muslim menduduki kota tersebut sebelumnya.

Mayoritas kaum Muslim dan Yahudi yang berdiam di kota itu dibunuh atau dibakar, hanya sebagian kecil berhasil menyelamatkan diri dari kota itu. umat Kristen sendiri karena sebelumnya telah diusir oleh penguasa Muslim keluar dari Yerusalem, sehingga lolos dari pembantaian itu.

Kota Yerusalem yang diduduki Pasukan Salib, setelah dilanda peperangan selama puluhan tahun, telah menjadi kota kumuh yang miskin dan bobrok, jauh dari bayangan masyarakat Eropa akan kota suci.

Walau demikian, karena antusiamenya pada agama, Pasukan Salib tidak rela mengembalikan kota suci kepada penguasa sebelumnya yakni Kekaisaran Bizantium, dan membangun sebuah “Kerajaan Yerusalem” di sini, dan melarang kaum Muslim masuk ke kota. Selain itu, Pasukan Salib juga membangun tiga negara Kristen lain di pesisir timur Laut Tengah, dan membantu Bizantium merebut kembali sebagian wilayahnya yang hilang.

  1. Legenda Para Ksatria Altar Suci

Setelah perang, mayoritas Pasukan Salib memilih kembali ke kampung halamannya, hanya tersisa sekitar seratus orang lebih tetap tinggal di kerajaan yang baru itu.

Untuk melindungi tanah suci, dua ksatria dari Prancis membentuk “Ordre du Temple” (ksatria altar suci) pada tahun 1119. Ini adalah sebuah organisasi pendeta yang militan, pertama kalinya berbasis di Mesjid Al Aqsa yang terletak di atas Gunung Kuil, awalnya hanya ada 9 orang ksatria, yang tetap bertahan walaupun kekurangan dana.

Namun setelah Paus secara resmi mengakui keberadaannya di tahun 1129, kondisi berubah total. Mereka terus mendapat perlakukan istimewa dari Paus, termasuk berada di bawah komando langsung dari Sri Paus, tidak menerima perintah dari raja atau uskup mana pun; selain dibebaskan dari pajak, mereka bahkan menerima sepersepuluh dari pajak yang dipungut dan lain sebagainya.

Sejak saat itu pasukan ksatria altar suci pun berkembang pesat, dengan anggota sempat mencapai lebih dari 20.000 orang. Namun dikabarkan setiap kali berperang biasanya yang diutus hanya sekitar 300 orang saja, dengan jumlah sedikit sudah cukup untuk menaklukkan lawan banyak dan meraih kemenangan.

Dari tahun 1129 hingga 1291, ksatria altar suci telah terjun ke berbagai peperangan melindungi tanah suci, dan menjadi pilar utama bagi negara Kristen di Asia Barat.

Menurut catatan sejarah, pada tahun 1177 terjadi pertemupuran dengan jumlah sedikit memenangkan perang, Raja Yerusalem yang baru berusia 16 tahun yakni Baldwin IV (tahun 1161~1185) memimpin 80 orang ksatria altar suci, 375 orang pasukan kavaleri dan ribuan serdadu infanteri, menghadapi pasukan Mesir yang dipimpin oleh Sultan Saladin (tahun 1174~1193) yang memimpin 30.000 orang pasukan Muslim, ia telah membuat Sultan hanya membawa pulang kembali 1/10 sisa pasukannya yang telah morat marit kembali ke Mesir. (Perang tersebut telah difilmkan oleh Hollywood berjudul “Kingdom of Heaven”, namun cerita dan fakta sejarahnya sangat berbeda.)

Selain gagah berani, para ksatria juga mahir berdagang. Mereka tidak hanya memiliki tanah dan uang banyak, tapi juga melakukan aktivitas perdagangan di Laut Tengah dan Eropa untuk memperbanyak aset, merupakan organisasi yang paling awal membentuk layanan perbankan, dengan cabang di berbagai tempat.

Kekuatan finansial maupun militer para ksatria sempat berjaya beberapa lama, sempat ada ungkapan “kaya raya dan berpengaruh” bagi mereka beredar di kalangan umat Kristen.

Tahun 1144 kaum Muslim mulai membalas serangan, hanya mengandalkan kekuatan kavaleri (ksatria berkuda) setempat saja wilayah agama Kristen sudah tidak mampu lagi membendung serangan yang terus berdatangan, Perang Salib kedua pun terjadi (tahun 1147~1149), namun berakhir gagal. Sebuah negara yang dibentuk oleh Pasukan Salib dihancurkan. Setelah itu kekuatan Muslim mulai berada di atas angin dan tahun 1187 Sultan Saladin bangkit kembali, memimpin pasukannya menyerang Yerusalem, kota suci itu pun kembali jatuh ke tangan kaum Muslim.

Para ksatria altar suci mundur sampai ke Pulau Siprus, dan masih terus berperang menahan serangan kaum Muslim di wilayah Palestina dan Suriah, hingga tahun 1291 setelah kota terakhir yang dikuasai oleh umat Kristen pun jatuh, dan Kerajaan Yerusalem benar-benar runtuh.

Nasib para ksatria altar suci bertautan erat dengan takdir Yerusalem. Setelah Yerusalem jatuh, para ksatria walaupun memiliki banyak aset di berbagai tempat di Eropa, namun pamor mereka ikut merosot seiring dengan kehilangan pangkalan andalan mereka.

Setelah itu para anggota ksatria itu kembali ke kampung halaman masing-masing di Eropa, tak lama kemudian karena kekayaan yang sangat besar dan hutang besar pada Raja Prancis sehingga memicu petaka.

Tahun 1307 semua ksatria Prancis ditangkap, dan dihukum mati atas tuduhan bid’ah agama, kekayaan mereka semua disita. Karena desakan Raja Prancis, akhirnya di tahun 1312 Sri Paus mengumumkan dibubarkannya kelompok ksatria.

Dalam sejarahnya ksatria altar suci hanya sempat eksis selama seratus tahun lebih. Namun semangat dan legenda mereka, dan harta karun yang konon masih tersimpan di berbagai tempat, masih beredar di tengah masyarakat Barat hingga sekarang, dan menjadi inspirasi penulisan novel dan berbagai skenario. (SUD/WHS/asr)

Bersambung

Penantian Ilahi di Kota Suci — Kisah 4000 Tahun Yerusalem (1)

Penantian Ilahi di Kota Suci — Kisah 4000 Tahun Yerusalem (2)

Penantian Ilahi di Kota Suci – Kisah 4000 Tahun Yerusalem (3)

Penantian Ilahi di Kota Suci- Kisah 4.000 Tahun Yerussalem (4)

Penantian Ilahi di Kota Suci- Kisah 4.000 Tahun Yerusalem (5)

Penantian Ilahi di Kota Suci- Kisah 4.000 Tahun Yerusalem (6)