Setelah pertempuran hukum lima tahun di pengadilan Hong Kong, kemenangan besar dimenangkan untuk kebebasan berbicara, berkumpul, dan protes pada 31 Agustus.
Praktisi kelompok latihan spiritual Falun Gong, yang dilarang dan dianiaya di daratan Tiongkok, mengajukan gugatan pada tahun 2013 terhadap Departemen Kebersihan Lingkungan dan Makanan Hong Kong, Food and Environmental Hygiene Department (FEHD), yang biasanya mengawasi keamanan makanan di antara penjual makanan jalanan, telah mulai mengacu pada peraturan kesehatan publik untuk secara paksa memindahkan stan Falun Gong dari jalanan.
Pasal 104a undang-undang kesehatan masyarakat FEHD menetapkan bahwa mereka yang tidak mendapatkan persetujuan tertulis dari pihak berwenang tidak diperbolehkan untuk menampilkan spanduk atau poster di wilayah pemerintah.
Dua penggugat Falun Gong berpendapat dalam gugatan mereka yang diajukan di Pengadilan Tingkat Pertama Hong Kong bahwa spanduk dan poster yang berkaitan dengan protes publik dan permohonan banding seharusnya tidak diatur di bawah aturan ini.
Setelah kalah dalam gugatan pada Oktober 2014, penggugat mengajukan banding. Pada 31 Agustus tahun ini, hakim Godfrey Lam Wan-Ho mengeluarkan keputusan penting yang menganggap pembatasan FEHD terhadap kebebasan berbicara, berkumpul, dan protes praktisi Falun Gong sebagai tidak konstitusional.
“Untuk waktu yang lama, di banyak daerah, spanduk adalah bagian penting dari kegiatan demonstrasi. Spanduk adalah cara penting bagi pengunjuk rasa untuk menyampaikan pesan mereka secara visual kepada publik. Dalam pandangan saya, membatasi tampilan spanduk secara serius melanggar kebebasan-kebebasan yang dijamin,” kata Lam dalam putusannya.
“Hak-hak dasar ini sangat berharga bagi masyarakat Hong Kong dan cara hidup Hong Kong. Semua tingkat pengadilan Hong Kong harus menggunakan interpretasi seluas-luasnya dan sepenuhnya melindungi individu,” tambahnya.
Keputusan tersebut juga menjelaskan bahwa FEHD tidak boleh memiliki kekuasaan tanpa batas atas hak bicara, berkumpul, atau protes-protes milik masyarakat.
Selama bertahun-tahun, para praktisi kelompok latihan spiritual Falun Gong telah mendirikan stan-stan di jalan-jalan Hong Kong, biasanya dilengkapi dengan pamflet dan poster, untuk memberi tahu orang-orang tentang penganiayaan yang sedang berlangsung di daratan Tiongkok. Sejak tahun 1999, rezim komunis Tiongkok telah melarang latihan tersebut, bersamaan ratusan ribu praktisi ditangkap dan dipenjara secara sistematis karena keyakinan spiritual mereka. Popularitas kelompok tersebut, hingga 70 juta praktisi di Tiongkok daratan, menurut perkiraan resmi Beijing, telah membuat pemimpin Partai Komunis Tiongkok saat itu, Jiang Zemin, khawatir tentang cengkeraman kekuasaannya.
Di bawah pemerintahan terpisah Hong Kong, praktisi Falun Gong setempat bebas mempraktekkan keyakinan mereka.
Namun dengan meningkatnya gangguan daratan sejak kota tersebut dikembalikan ke kedaulatan Tiongkok pada tahun 1997, para praktisi Falun Gong menyaksikan kegiatan mereka semakin dibatasi oleh pemerintah Hong Kong.
Juru bicara Asosiasi Falun Dafa Hong Kong, Kan Hung-Cheung, memuji kemenangan sidang pengadilan tersebut sebagai kemenangan bagi semua masyarakat Hong Kong. “Putusan ini adalah pembelaan dasar untuk kebebasan berkumpul dan protes bagi masyarakat Hong Kong. Ini juga menjunjung hak para praktisi Falun Gong untuk mengadakan protes damai dan rasional,” kata Kan.
Kedua penggugat dalam gugatan tersebut juga menyatakan bahwa mereka menantikan untuk akhirnya dapat pergi ke stan-stan jalan mereka tanpa takut diganggu.
Albert Ho Chun-Yan, aktivis pro-demokrasi, mantan anggota legislatif, dan pengacara penggugat, percaya bahwa kemenangan tersebut menunjukkan bahwa itu tergantung kepada setiap masyarakat Hongkong untuk menjunjung kebebasan kota tersebut. “Di dalam sistem ada ruang bagi para pejabat untuk menggunakan kebijaksanaan dalam cara mereka menggunakan kekuatan mereka,” ungkapnya. “Jika mereka memiliki kecondongan politik, meskipun lembaga memiliki standar, mereka dapat menggunakan kekuasaan-kekuasaan sesuai kebutuhan yang diinginkan dalam sistem tersebut untuk membuat keputusan-keputusan yang tidak adil.”
Anggota legislatif dan ketua Partai Demokrat saat ini Wu Chi-wai mengatakan dia mengagumi keuletan praktisi Falun Gong. “Kami telah bergantung pada para praktisi Falun Gong untuk bertahan dengan tekad, dengan benar berjuang untuk kebebasan berekspresi,” katanya.
“Ini adalah putusan yang melindungi prinsip ‘satu negara, dua sistem,'” kata Teresa Chu, pengacara hak asasi manusia dan juru bicara untuk Kelompok Pengacara Hak Asasi Manusia Falun Gong di Taiwan. ‘Satu negara, dua sistem’ mengacu pada sistem pemerintahan otonom yang terpisah dari Beijing yang dijamin dalam Deklarasi Tiongkok-Inggris (Sino-British Declaration) yang ditandatangani oleh Tiongkok dan Kerajaan Inggris ketika kedaulatan Hong Kong diserahkan kembali ke Tiongkok pada tahun 1997.
“Orang-orang Hongkong harus dilindungi di bawah Undang-undang Dasar dan Undang-undang Hak-Hak Asasi,” katanya, mengacu pada konstitusi dan undang-undang hak asasi kota tersebut.
Secara terpisah, kelompok praktisi Falun Gong internasional baru-baru ini telah mengirim surat kepada parlemen Inggris yang merinci kekhawatiran mereka tentang hampir 100 praktisi Falun Gong di Hong Kong yang ditangkap, dituntut atau didenda secara tidak sah, mereka mengklaim.
Sebelumnya pada bulan Juli, anggota parlemen Inggris mengajukan sebuah surat kepada sekretaris luar negeri Inggris yang mendesaknya untuk berbicara kepada PBB tentang terkikisnya kebebasan sipil dan supremasi hukum di Hong Kong setelah hukuman yang diberikan kepada para pembuat undang-undang dan aktivis yang pro-demokrasi.
Surat permohonan banding Falun Gong untuk PM Inggris tersebut juga untuk mendiskusikan apa yang mereka anggap sebagai “bentuk penganiayaan [Tiongkok daratan] yang merembet ke Hong Kong.” (ran)