Wesley Langat, Spesial untuk The Epochtimes
Epochtimes.id- Menyusul wabah virus Ebola yang mematikan di Republik Demokratik Kongo akhir pekan lalu, jumlah orang yang terinfeksi terus meningkat. Kasus yang dikonfirmasi terjadi di provinsi Kivu Utara dan Ituri.
Epidemi saat ini, yang dimulai pada Agustus lalu dianggap sebagai yang paling mematikan kedua yang melanda Kongo. Sejumlah pejabat mengatakan sejauh ini tidak menunjukkan tanda-tanda mereda.
Pada 19 Desember 2018, Organisasi Kesehatan Dunia melaporkan total 560 kasus dan 360 kematian dikonfirmasi.
Ebola menyebabkan demam, sakit kepala parah. Beberapa kasus menyebabkan pendarahan, sangat menular dan ditularkan dari orang ke orang melalui kontak dengan darah atau cairan tubuh.
Wabah terbaru memiliki kemungkinan tinggi untuk menyebar ke provinsi terdekat di Kongo dan ke negara-negara tetangga seperti Rwanda, Burundi, Uganda, dan Sudan Selatan karena longgarnya pengawasan di perbatasan.
Wabah itu terjadi pada saat orang-orang tidak hanya bersiap-siap untuk perayaan Natal tetapi juga ketika negara itu sedang mempersiapkan pemilihan presiden yang akan datang pada 30 Desember 2018 mendatang.
Kedua peristiwa itu berarti peningkatan pergerakan orang masuk dan keluar dari orang yang terinfeksi. Daerah, yang cenderung memperburuk penyebaran virus.
Masalah yang rumit adalah kekerasan yang berkelanjutan dari milisi lokal sebagai bagian dari perang saudara 25 tahun di Kongo Timur.
Beberapa langkah telah dimulai untuk mengekang penyebaran virus di wilayah tersebut, termasuk pembatasan perjalanan. Tetapi, tak berlangsung dengan baik. Pasalnya, bersamaan tibanya musim perayaan natal.
Namun, Menteri Kesehatan Kongo Oly Ilunga mengatakan kepada media baru-baru ini bahwa mereka telah melihat adanya peningkatan respon masyarakat menanggapi upaya untuk mengatasi wabah tersebut.
Selama pemilu, jutaan orang akan menggunakan mesin pemungutan suara layar sentuh, mempertinggi kemungkinan kontaminasi.
Untuk mengimbangi ini, pejabat kesehatan telah mendirikan pos pemeriksaan dengan perangkat penginderaan suhu bebas kontak di pintu masuk TPS di daerah yang terinfeksi Ebola.
Selain itu, pembersih tangan telah didistribusikan untuk penggunaan di semua TPS.
Sementara, Langkah-langkah pencegahan lain yang dilakukan oleh pemerintah Uganda termasuk vaksinasi petugas kesehatan, yang dianggap berisiko lebih tinggi untuk tertular virus.
Menteri Kesehatan Ruth Jane Aceng, berbicara pada konferensi pers di Kampala, mengkonfirmasi bahwa 2.000 petugas kesehatan di daerah berisiko tinggi di Bundibugyo, Kasese, dan Ntoroko telah divaksinasi terhadap virus.
“Ada 3.000 dosis lebih yang telah dijanjikan dan kami berharap untuk menargetkan lebih dari tujuh distrik,” kata Aceng seperti dikutip oleh Daily Monitor.
Miriam Nanyunja, penasihat pengendalian dan pencegahan penyakit dengan WHO, telah menyatakan keprihatinannya terhadap petugas kesehatan di garis depan dalam menangani pasien Ebola.
Dari 51 kasus yang dilaporkan dari petugas kesehatan yang terinfeksi virus, sebanyak 17 korban telah meninggal dunia.
Kesiapsiagaan Ebola tahap pertama dalam wabah ini telah menelan biaya pemerintah Kongo sekitar $ 19 juta. Menkes Kongo mengatakan kepada The Associated Press pada 20 Desember bahwa wabah itu diperkirakan akan berlanjut selama tiga atau empat bulan lagi.
Ini adalah wabah ke 10 sejak 1976 menyebar di Kongo. (asr)