Yuan Mu, juru bicara rezim Tiongkok yang mengklaim bahwa “tidak ada satu orang pun yang tewas di Lapangan Tiananmen,” setelah protes mahasiswa pada tahun 1989 yang berakhir dengan penumpasan berdarah pada Juni tahun itu, telah meninggal 13 Desember. Dia berusia 90 tahun.
Menurut media pemerintah, pemakaman Yuan diadakan di Babaoshan, sebuah pemakaman untuk pejabat senior Partai Komunis Tiongkok (PKT), pada 23 Desember. Ketika beberapa pemimpin Partai yang masih menjabat dan yang sudah pensiun mengirim karangan bunga untuk memperingati kematiannya, terlihat yang tidak hadir di antara mereka adalah pemimpin Tiongkok Xi Jinping.
Media yang dikendalikan partai tidak melaporkan kematiannya hingga 25 Desember, ketika Xinhua menerbitkan artikel yang telah diterbitkan ulang oleh outlet-outlet lain. Selain itu, berita kematiannya tidak memberi Yuan pujian apa pun yang biasanya diberikan kepada para pejabat PKT yang telah meninggal, namun hanya terdiri atas resume karirnya yang sepintas lalu.
Resume tercatat posisi Yuan sebagai direktur dan sekretaris Partai di kantor penelitian Dewan Negara, dan bahwa ia telah menjadi anggota komite tetap Komite Nasional Kedelapan Konferensi Konsultatif Politik Rakyat Tiongkok, sebuah lembaga PKT untuk hubungan-hubungan dengan masyarakat Tiongkok dan pemerintah.
Laporan tersebut tampaknya mengubah tanggal kelahiran Yuan, dengan menyebutkannya pada Desember 1927 dan bukan 1 Januari 1928, yang diterima lebih awal.
“Media Tiongkok sangat gelisah tentang pelaporan kematian Yuan Mu. … Kritik yang mengganggu saraf selama peringatan 30 tahun?” Wartawan New York Times, Chris Buckley memposting melalui Twitter.
Buckley mengatakan bahwa Partai mungkin khawatir bahwa kematian Yuan dapat membangkitkan sentimen-sentimen politik yang tidak diinginkan, mengingat kedekatannya dengan peringatan 30 tahun pembantaian Lapangan Tiananmen pada tahun 2019.
‘TIDAK SATU ORANG PUN MENINGGAL’
Protes-protes Tiananmen dimulai pada April 1989 sebagai tanggapan terhadap ketidakpuasan yang berkembang atas korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan oleh PKT, serta kematian pemimpin reformis Hu Yaobang yang baru saja digulingkan. Pada bulan Mei, protes-protes tersebut melibatkan lebih dari satu juta orang di seluruh negeri, termasuk 100.000 orang telah berkumpul di Lapangan Tiananmen, di pusat Beijing.
Darurat militer diberlakukan pada bulan Mei, dan pada malam 3 Juni hingga dini hari tanggal 4 Juni, pasukan Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) mengepung dan membunuh ribuan orang, kebanyakan mahasiswa, yang belum bubar dari Lapangan Tiananmen.
Yuan segera menjadi terkenal karena pernyataan-pernyataannya yang saling bertentangan dan tidak dapat dipercaya sebagai juru bicara resmi PKT setelah peristiwa tersebut.
Pada 17 Juni, 13 hari setelah pembantaian, Yuan mengatakan dalam sebuah wawancara bahwa “tidak ada satu orang pun yang tewas di Lapangan Tiananmen,” dan bahwa kendaraan-kendaraan militer tidak menggilas seorang pun pemrotes.
Namun pada 6 Juni, hanya beberapa hari setelah pembantaian tersebut, Yuan mengatakan pada konferensi pers bahwa kurang dari 300 orang telah tewas selama seluruh protes dan penindasannya, sementara lebih dari 2.000 lainnya terluka.
Di antara kematian itu, “ada tentara, perusuh, dan mereka yang terperangkap dalam baku tembak,” kata Yuan. “Setelah penyelidikan dari universitas, kami sekarang telah mengkonfirmasi kematian 23 mahasiswa.”
Yuan mengklaim bahwa lebih dari 5.000 tentara PLA dan sekitar 2.000 “perusuh” dan “orang-orang yang tidak mengetahui situasinya” telah terluka.
Kata-kata Yuan telah mengundang kecaman luas.
James R. Lilley, saat itu Duta Besar AS untuk Tiongkok, menulis dalam bukunya, “China Hands,” bahwa setelah pembantaian Lapangan Tiananmen, “di antara kesatuan pers, Yuan begitu tidak populer sehingga ia mendapat julukan “reptil.”
Lilley juga mencatat bahwa “Yuan Mu, yang sangat membenci Amerika dan mencaci maki negara saya setiap hari,” telah menyuruh putrinya mengajukan visa AS dan kemudian mengirimnya untuk belajar di Amerika Serikat.
Ketika rezim Tiongkok menerima kritik internasional atas pembantaian Tiananmen, Yuan mengabaikannya: “Kami tidak takut, tidak peduli taktik apa yang mereka gunakan. Mengkritik kami? Memberi sanksi kami? Kami orang-orang Tiongkok tidak akan membiarkan mereka ikut campur dalam urusan dalam negeri Tiongkok, baik dengan kutukan atau dengan sanksi.”
Setelah Yuan pensiun, ia memberikan wawancara telepon ke Radio Free Asia (RFA) pada Mei 2012, di mana, ia menahan diri untuk tidak memberikan komentar rinci tentang peristiwa tersebut.
“Saya tidak tahu banyak tentang urusan di tingkat tertinggi,” kata Yuan kepada RFA. “Saya tidak bisa mengungkapkannya dengan jelas di telepon. Mereka tidak bisa dijelaskan hanya dalam beberapa kata.”
“Saya tidak benar-benar tahu tentang bisnis [para pemimpin]. Jangan tanya saya. Pergi dan bertanyalah pada seseorang yang benar-benar mengerti situasinya,” kata Yuan, yang berusia 84 tahun pada saat itu.
Sehubungan dengan pengakuan penghargaan yang paling sedikit untuk Yuan oleh para pemimpin utama PKT setelah kematiannya, komentator urusan Tiongnkok yang berbasis di AS, Tang Jingyuan, mengatakan pada The Epoch Times pada 26 Desember bahwa “PKT tidak ingin membangkitkan ingatan di antara orang-orang Tiongkok tentang pembantaian Tiananmen dengan melaporkan kematian Yuan.”
Tang juga berspekulasi tentang alasan Xi menolak untuk menyampaikan belasungkawa: “Faktanya, PKT bersikap mendua terhadap Yuan Mu, karena reputasinya yang buruk. Xi Jinping tidak mengirim karangan bunga, mungkin karena dia takut merusak citra pribadinya seandainya dia dikaitkan dengan sikap negatif Yuan.” (ran)
Rekomendasi video:
Mengenang Tragedi 11 September
https://www.youtube.com/watch?v=_OwutbWINh0&has_verified=1