Stephen Gregory – The Epoch Times
Epochtimes.id- Aksi penyampaian pendapat di publik digelar di seberang Kedutaan Besar Kerajaan Thailand di Washington, Amerika Serikat, Kamis (7/2/2019).
Aksi ini bertujuan menyerukan pembebasan terhadap Chiang Yung-shin, warga Taiwan yang membantu jaringan radio Sound of Hope (SOH) dengan menyewakan sebuah rumah di Thailand Utara.
Sound of Hope adalah jaringan radio berbahasa mandarin yang berbasis di San Francisco, AS. Radio ini menyiarkan berita tanpa sensor melalui gelombang pendek ke daratan Tiongkok.
Juru bicara jaringan radio SOH, Frank Lee, mengatakan penangkapan Chiang adalah bagian dari upaya rezim komunis Tiongkok untuk menyensor dan mengendalikan informasi yang dapat diakses oleh masyarakat Tionghoa.
Rumah yang disewa oleh Chiang berada di kota utara Thailand, Chiang Mai dan sejak 2015 menjadi lokasi stasiun Sound of Hope.
Pada Agustus lalu, polisi Thailand menggerebek stasiun, menyita semua peralatannya. Pada 23 November, Chiang diciduk oleh aparat setempat. Dia sekarang keluar dari tahanan dengan jaminan, tetapi dilarang meninggalkan Thailand.
Dia kini menghadapi persidangan pada 12 Februari mendatang. Jika terbukti bersalah, dapat dijatuhi hukuman hingga lima tahun penjara di bawah UU Penyiaran Radio dan Televisi Thailand.
Reporters Without Borders mengatakan bahwa kasus penuntutan terhadap Chiang tergantung pada saksi yang mengklaim telah melihat pembangunan menara penyiaran setinggi 30 meter di stasiun Sound of Hope.
Sound of Hope membantah mendirikan menara seperti itu. Menurut SOH, pendirian menara tersebut tidak diperlukan untuk siaran gelombang pendek. SOH juga membantah keras terlibat dalam “penyiaran ilegal,” seperti yang dituduhkan oleh Thailand.
Freedom House melaporkan bahwa polisi Thailand menipu Chiang untuk menandatangani sebuah pengakuan. Pasalnya, dia memiliki pengetahuan yang terbatas tentang bahasa Thailand.
BACA JUGA Laporan Freedom House : China Media Bulletin: Predictions for the Year of the Pig, new censorship rules, Twitter arrests (No. 132)
Polisi mengatakan kepada Sound of Hope bahwa penyerbuan dan pencidukan tersebut dilakukan karena tekanan dari Tiongkok.
Rezim Komunis Tiongkok kini terus berusaha keras untuk mengendalikan segala informasi yang tersedia bagi rakyat Tiongkok. Suatu sistem yang disebut “Great Firewall” sebagian besar memutus internet warga Tiongkok dari seluruh dunia, hanya memungkinkan mengakses situs yang disetujui oleh rezim komunis Tiongkok.
Bahkan, perusahaan media sosial milik barat harus mematuhi sensor Partai Komunis Tiongkok untuk beroperasi di Tiongkok. Semua media di Tiongkok dimiliki atau dikendalikan oleh Komunis Tiongkok.
Sound of Hope menyatakan siarannya menjangkau hampir seluruh bagian Tiongkok. Jaringan ini adalah radio publik Tiongkok, menawarkan saluran yang menyediakan berita, termasuk melaporkan penganiayaan agama dan pelanggaran hak asasi manusia; budaya, yang meliputi menjelajahi budaya tradisional Tiongkok. Program lainnya adalah tentang kehidupan, yang memiliki pemrograman tentang kehidupan keluarga dan hidup dengan baik, hiburan, yang meliputi musik dan saluran dalam dialek Kanton.
Di luar dari konten siaran, Sound of Hope adalah target rezim Komunis Tiongkok karena jaringan radio tersebut didirikan oleh para praktisi Falun Gong atau Falun Dafa. Falun Gong adalah latihan spiritual yang telah dianiaya oleh Komunis Tiongkok sejak Juli 1999 silam.
Diktator Jiang Zemin saat itu takut akan popularitas Falun Gong. Media Barat melaporkan pada tahun 1999 bahwa sebanyak 100 juta rakyat Tiongkok mengikuti latihan ini. Parahnya lagi, Jiang takut ketika rakyat Tiongkok menemukan ajaran Falun Gong yang berdasarkan prinsip-prinsip sejati-baik-sabar, ternyata lebih menarik daripada materialisme ateistik yang ditawarkan oleh Komunis Tiongkok.
BACA JUGA : Polisi Thailand Tahan Pengusaha Diduga Terlibat Siaran Radio yang Mengungkap Penganiayaan di Tiongkok
Penganiayaan terhadap Falun Gong terus berlanjut hingga hari ini. Ribuan orang tewas karena penyiksaan dan penganiayaan, dan sejumlah besar praktisi Falun Gong telah terbunuh setelah pencurian organ yang disetujui Komunis Tiongkok.
Reporters Without Borders Asia-Pacific mengeluarkan pernyataan mengenai kasus Chiang: “Penangkapan yang benar-benar tidak adil ini memberikan pukulan baru terhadap kebebasan untuk memberi informasi di Thailand dan menghukum pendengar Tiongkok yang mengandalkan stasiun radio ini untuk informasi yang menghindari penyensoran. Kami menyerukan pihak berwenang Thailand untuk berhenti bersekongkol dengan operasi Beijing terhadap outlet media oposisi dan untuk membatalkan tuduhan terhadap Chiang. “
Chiang adalah eksekutif tinggi dengan sebuah perusahaan Taiwan di Thailand. Di Taiwan, ia memiliki seorang istri dan dua orang anak.
Kedutaan Besar Thailand tidak menanggapi panggilan telepon dan email ketika dimintai komentar atas tuntutan ini.
Komunis Tiongkok sebelumnya telah berusaha keras untuk menutup siaran Sound of Hope. Pada 2011 silam, Vietnam menciduk dua orang karena menyiarkan ke Tiongkok. Bahkan, stasiun jaringan Sound of Hope di Batam yakni Radio Erabaru FM ditutup pada 2011 silam. Bahkan Dirut Radio Erabaru FM menjadi korban kriminalisasi dengan kurungan penjara. Kasus ini diduga mengandung muatan intervensi setelah terkuak adanya surat faksimili yang dikirimkan atas nama Kedubes RRT kepada sejumlah lembaga pemerintahan di Indonesia terkait Radio Erabaru FM di Batam. (asr)