Dù Ruò
Huruf “Yi (義): kebenaran, keadilan, kebajikan …..” sudah tidak asing lagi bagi pembaca yang menguasai bahasa mandarin. Namun seberapa besar kekuatan yang terkandung didalamnya barangkali ada yang belum mengetahuinya.
Semasa dinasti Zhou (1046 SM – 256 SM) di masa Tiongkok Kuno seorang wanita desa dari Negara Lu berdasarkan huruf “Yi” telah “memukul” mundur bala tentera Negara Qi dan menjadi tokoh legenda baik di negara Qi maupun Negara Lu.
Suatu ketika, Negara Qi menyerang Negara Lu. Pasukan Qi telah sampai di perbatasan Negara Lu. Di alam liar Lu, Jenderal Qi melihat seorang wanita yang sedang menggendong seorang anak di tangan yang satu dan tangan yang lain sedang menggandeng anak yang lain, dan dengan tergopoh-gopoh melarikan diri.
Wanita ini melihat bala tentara Qi sudah semakin dekat, dalam keputus-asaannya, dia menurunkan anak yang digendong lantas bergegas menggendong anak yang digandeng dan melarikan diri ke arah gunung. Anak yang ditinggalkan menangis meraung-raung, Tentara Qi datang menghampiri dan bertanya kepada si anak: “Orang yang lari itu apakah ibumu?”. “Iya”, jawab si anak.
Tentara Qi bertanya lagi, “lalu yang digendong itu anak siapa?” Anak itu berkata, “Saya tidak tahu.” Jadi, tentera Qi mengambil busur dan mengarahkan panah untuk secara paksa menghentikan wanita yang berlari tersebut.
Jendral Qi ketika telah menyusul dan bertanya kepadanya, “Siapakah anak yang kamu gendong ini?” “dan anak yang kau tinggalkan itu anak siapa?” Wanita itu berkata, “Anak yang saya gendong adalah anak abangku dan yang ditinggalkan adalah anakku sendiri. Karena melihat tentara telah mendekat, saya tidak bisa melindungi kedua anak ini pada saat bersamaan, jadi saya meninggalkan anak saya sendiri. ”
Jendral Qi dengan bingung bertanya kepadanya: “Tapi bagaimanapun dia adalah darah dagingmu sendiri. Cinta yang begitu mendalam, sakitnya tak terperikan. Hari ini kau justru telah membuangnya, malahan menggendong anak abangmu untuk melarikan diri, mengapa ini terjadi?”
Wanita negeri Lu itu berkata: “Melindungi anak saya sendiri adalah cinta berdasarkan ego; tapi melindungi anak saudaraku, adalah kebenaran untuk orang banyak.”
“Dan jika saya mengambil kepentingan pribadi saya yang bertentangan dengan kebenaran dan mengorbankan anak saudara laki-laki saya untuk menyelamatkan anak saya, meskipun baik, tapi bertentangan dengan kebenaran.”
“Jika setiap orang lebih mengutamakan milik diri sendiri daripada orang lain, maka raja Negara Lu tidak akan peduli dengan bangsanya sendiri; para pemimpin tidak akan peduli pada rakyat, dan semua orang di negara ini akan mengutamakan urusan pribadi dan tidak ada yang akan mengurus satu sama lain.
“Jika saya hanya menyelamatkan anak saya sendiri, tapi saya kehilangan prinsip kebenaran, maka itu, barulah saya dengan menahan pilu di hati, ikhlas kehilangan anak saya sendiri, demi melindungi anak saudara saya, dengan cara ini saya dapat mempertahankan “kebenaran”.
Mendengar perkataan ini Jendral dari negara Qi sangat tersentuh. Mereka tidak habis pikir bahwa perjalanan penaklukan di negeri tetangga tak dinyana bertemu dengan seorang gadis desa pegunungan yang mampu menjaga “kebenaran” sedangkan mereka sebagai bangsawan tidak tahu bagaimana mempertahankan “kebenaran”?
Jenderal tersebut memerintahkan pasukannya untuk tidak beranjak, dengan cepat mengirim kabar ke raja Qi: “Kami tidak boleh menyerang Negara Lu, karena di perbatasan negara ini, kami melihat seorang wanita pegunungan yang tahu bagaimana menjaga kebenaran dan tidak egois demi kepentingan pribadi, apalagi para petinggi negaranya? Jadi, kami memohon dengan sangat untuk penarikan pasukan! ”
Setelah mendengar permasalahannya, Raja Qi juga terketuk hatinya. Dia tahu bahwa jika semua wanita di negeri Lu bisa mendahulukan “kebenaran,” maka setiap insan di Negara Lu juga bermental seperti itu.
Mengutamakan terlebih dahulu kepentingan umum daripada kepentingan pribadi, maka pasukan negara Qi dapat dipastikan akan kalah jika menyerang. Itu sebabnya, raja Qi segera memerintahkan penarikan pasukan dan dipulangkan ke negaranya.
Ketika pasukan Qi datang mengagresi dalam jumlah besar, membuat panik penduduk Lu. Namun, siapapun tidak ada yang menduga bahwa seorang wanita gunung dengan keyakinannya akan “kebenaran” telah berhasil “memukul mundur” pasukan tangguh.
Raja Lu yang sedang bersiap mengirim pasukan untuk berperang, tiba-tiba menemukan pasukan Qi tanpa ada peringatan apapun menarik seluruh pasukannya, dan merasa sangat terkejut.
Sampai akhirnya Raja Lu mendengar cerita bahwa seorang wanita desa demi menyelamatkan keponakannya telah mengorbankan anak kendungnya sendiri, membuat pasukan Negara Qi mundur. Ia pun lantas menghadiahi sang wanita bijak itu seratus gelondong kain sutera, dan diberi gelar sebagai “bibi keadilan”.
Seorang wanita menyelamatkan sebuah negara, benar-benar legendaris. (WHS/asr)