Zong Jiaxiu
Murid tertua Buddha Sakyamuni yakni Moggalana*) ingin menguji sampai seberapa jauh suara khotbah Sang Guru dapat terhantar, dalam sekejap ia tiba pada suatu dimensi yang ekstrem jauh, sampai nyaris kehilangan arah
Bagi para fisikawan modern yang ingin menembus dimensi lewat “wormhole”, kisah menembus dimensi ini secara teori sangat bisa dipercaya. Perkembangan ilmu fisika modern, terkadang hanya sekedar memberikan sedikit catatan kaki bagi kebijaksanaan ajaran Buddha klasik.
Di suatu hari, Buddha Sakyamuni sedang mengajarkan dharma di Kalandaka Venuvana (hutan bambu Kalandaka), Moggalana yang duduk di ruang Meditasi, tidak ikut mendengarkan dharma, namun suara sang Guru mengajarkan dharma terdengar menggelegar di telinganya. Ia merasa sangat takjub, dengan jarak begitu jauh dari Guru masih bisa mendengar ajaran dharma sang Guru.
Sampai seberapa jauh suara Guru masih dapat terdengar? Sungguhkah bisa menyebar hingga ke Sepuluh Dunia? Maka, Moggalana pun menggunakan kesaktiannya, terbang menembus angkasa, dalam sekejap ia telah mencapai Surga Trayastrimsa (harfiah bermakna: Lapisan langit ke-33) di puncak Gunung Sumeru. Disana, suara khotbah sang Guru pun masih terdengar jelas.
Kemudian ia terbang lagi, melewati empat dunia utama pada Triloka yakni Dunia Jambudvipa, Aparagodaniya, Purvavideha dan Uttarakuru, masih saja suara sang Guru terdengar jelas di telinga.
BACA JUGA : Distorsi Dimensi Ruang dan Waktu
Apa yang ada dalam pikiran Moggalana, diketahui semua oleh Buddha Sakyamuni. Untuk memenuhi keinginan muridnya itu, Buddha Sakyamuni menggunakan kemampuan supranaturalnya diam-diam mentransfer kekuatannya pada Moggalana, seketika itu juga Moggalana dapat terbang bebas sekehendak hatinya.
Moggalana menuju ke sisi barat Dunia Saha, terbang melalui Tanah Buddha sebanyak 99 kali jumlah pasir di Sungai Gangga, tiba di sebuah dunia yang berwarna gemerlap keemasan. Inilah dunia yang disebut Dunia Panji Cahaya, dengan Raja Dharma-nya adalah Tathagata Raja Cahaya pada saat itu sang Raja Dharma sedang mengajarkan dharma bagi para Boddhisatva. Di dalam dunia itu, Buddha memiliki tinggi badan hingga 20 km sedangkan Boddhisatva setinggi 10 km.
Moggalana yang sedang beristirahat di atas sebuah gunung emas mendadak mendengar suara berbicara di telinganya, menggelegar ibarat guntur, “Aneh! Dari mana datangnya orang sekecil ulat ini, berjalan di tepian mangkuk kita? Dan bahkan mengenakan busana kasaya!”
Moggalana melihat, ternyata dirinya sedang berada di tepian mangkuk sang Boddhisatva! Tepian mangkuk itu selebar jalan besar, dengan sendirinya ia terlihat begitu kecil seperti ulat.
BACA JUGA : Fakta Sejarah Tentang Kultivasi
Terdengar Tathagata Raja Cahaya berkata kepada para Boddhisatva, “Kalian tidak boleh meremehkannya, ia adalah murid Buddha Sakyamuni dari Dunia Saha di sebelah timur, ia adalah Moggalana yang memiliki kemampuan supranatural tertinggi.”
“Mengapa tidak menunjukkan kesaktian Anda”, kata Tathagata Raja Cahaya kepada Moggalana.
Maka Moggalana pun datang ke depan tempat duduk Tathagata Raja Cahaya, memberi hormat Buddha, lalu mengitari Tathagata Raja Cahaya sebanyak 7 kali, kemudian melompat ke udara.
Seketika itu juga tubuhnya berubah menjadi setinggi 40 juta depa (1 depa= 10 kaki ), menyebarkan ribuan cercah cahaya gemerlap beraneka warna, setiap cercahan cahayanya dipenuhi bunga teratai yang tak terhitung banyaknya, dan di setiap kuntum teratai duduk Sang Sakyamuni sedang mengajarkan Buddha Dharma.
Keajaiban yang datang tiba-tiba itu membuat seluruh Boddhisatva di Dunia Panji Cahaya terkesima. Mereka merasa sangat aneh, “Yang terhormat Moggalana, mengapa bisa tiba di tempat kami ini?”
Tathagata Raja Cahaya berkata, “Ia ingin menguji seberapa jauh suara Buddha Sakyamuni bisa terdengar.”
Kemudian ia berkata pada Moggalana yang telah kembali ke wujud aslinya, “Anda tak seharusnya meragukannya, suara Buddha Sakyamuni ibarat cahaya Buddha, berbunyi menembus dimensi, menyebar ke segala dunia dharma.”
Moggalana sangat getun, “Saya telah sembrono meragukannya, masih mengira saya akan bisa memahaminya sampai tuntas.” Dengan penuh penyesalan ia berkata, “Saya memang terlalu naif, tidak menyadari bahwa suara Buddha begitu tak terbatas. Sekarang saya telah tersesat, tidak mengenali arah, dan kelelahan, bagaimana saya bisa kembali?”
“Jika Anda ingin kembali dengan mengandalkan kemampuan sendiri, bahkan setelah berkalpa-kalpa (1 kalpa = 100 juta tahun) pun tidak akan tiba di sana!” Tathagata Raja Cahaya berkata, “Dan sebelum Anda tiba, Buddha Sakhyamuni sudah mencapai Nirwana (moksha).”
“Lalu bagaimana dengan saya?” Nada Moggalana pun sangat cemas.
“Anda seharusnya mengerti, Anda bukan mengandalkan kemampuan sendiri, melainkan telah meminjam kewibawaan moral, dan kemampuan Guru Anda untuk tiba disini, sekarang, Anda harus memohon kekuatannya, agar dapat kembali, Guru Anda berada di sebelah timur.”
Maka, Moggalana pun menghadap ke timur, memberi hormat dengan penuh ketulusan hati, sambil menyebut gelar suci Buddha Sakyamuni.
Seketika itu di Dunia Saha, Buddha Sakyamuni yang tengah mengajarkan dharma segera mengetahui, Sakyamuni memperbesar pancaran aura cahayanya untuk menjemput Moggalana.
Berkat panduan cahaya Buddha yang menyinari, Moggalana pun dapat kembali lagi ke Dunia Saha dalam sekejap, kembali ke tempat Buddha Sakyamuni mengajarkan dharma.
Berdiri di atas planet bumi yang mini ini, alam semesta begitu luas tak terbatas. Namun di mata para Buddha yang maha luas itu pun begitu dekat, dengan pikiran sekilas langsung bisa tiba.
Menembus berlapis-lapis dimensi seperti ini tidak hanya harus memiliki kemampuan melampaui manusia biasa, juga harus memiliki sebuah kekuatan ‘keyakinan’, terhadap hal ini, mungkin para kultivator memiliki pemahaman yang lebih nyata. (SUD/WHS/asr)