Roger L. Simon, co-founder and CEO emeritus of PJ Media
Silicon Valley telah lama memiliki hubungan asmara dengan Tiongkok. Sebagian besar dari hubungan itu, termotivasi oleh iming-iming keuntungan yang besar dari negara terpadat di dunia itu.
Tetapi ketika anda berbisnis dengan negara totaliter, mungkin beberapa ideologinya meresap ke dalam diri anda. Hal ini terutama berlaku di planet kita yang semakin berteknologi-tinggi, di mana banyak pihak bersaing untuk mendapatkan kemajuan terbaru dan uang yang diperoleh dari kemajuan tersebut.
Namun, Tiongkok memanfaatkan kemajuan itu untuk tujuan berbahaya. Dengan cara yang sangat mirip dengan yang diprediksi bertahun-tahun yang lalu dalam “Nineteen Eighty-Four” karya George Orwell dan “Brave New World,” karya Aldous Huxley, Tiongkok telah melembagakan sistem kredit sosial.
Program yang diluncurkan di seluruh Tiongkok yang berpopulasi mendekati 1,5 miliar, mengukur kepatuhan warganya di wilayah-wilayah dari agama warganya hingga apakah warganya menyeberang jalan. Warga Tiongkok kemudian dihargai atau dibatasi di hampir semua aspek kehidupannya, sesuai dengan skor yang telah diterimanya.
Itu adalah Big Brother yang mengendalikan seketat mungkin. Hal itu akan menyeragamkan orang sampai pada tingkat yang hanya diimpikan Mao selama Revolusi Kebudayaan Kaum Kelas Bawah yang Hebat. Karena hal itu bahkan akan terjadi tanpa orang-orang menyadari apa yang sedang dilakukan terhadap mereka.
Semuanya tampak dalam semangat kesenangan online yang kompetitif. Inilah sebabnya mengapa beberapa orang menyebut skor kredit sosial “otoriterianisme yang diperjelas.”
Tetapi Tiongkok tidaklah sendiri. Google, Facebook, dan lainnya berada tepat di belakang Tiongkok bahkan mungkin di depan Tiongkok dalam perlombaan untuk masyarakat yang taat dan homogen, Meskipun raksasa teknologi mengklaim sebaliknya.
Lagi pula, Google yang diduga merancang mesin pencari yang disensor secara politis untuk orang Tiongkok, sampai raksasa teknologi itu menarik kembali di bawah kritik keras.
Dan pendekatan itu sedang diadopsi oleh berbagai sumber, tidak hanya oleh raksasa Google dan Facebook. Perusahaan asuransi dan pemasok restoran menggunakan teknologi baru itu untuk mensurvei media sosial atau daftar bersama untuk memberikan versi “skor” kepada klien potensial.
Kita semua diawasi setiap saat, hampir selalu tanpa mengetahui bahwa hal itu benar-benar terjadi. Hanya rayuan yang dibayarkan. Tetapi kita semua mendapatkan skor kredit sosial dari jenis apa pun.
Tren yang tidak menyenangkan itu dimotivasi sebagian oleh keseragaman ideologis manajemen dan karyawan yang kita lihat di Google, Facebook, dan sebagainya. Mereka pikir mereka melakukan hal yang benar. Tetapi keserakahan perusahaan global yang tidak terkendali sama-sama berperan, yang satu memperkuat yang lain.
Apa pun motivasinya, hasilnya merupakan ancaman serius, bahkan mungkin terminal, terhadap demokrasi seperti yang kita ketahui.
Dalam sebuah artikel penting di Fast Company, Mike Elgan menulis bahwa Lembah Silikon mereplikasi sistem kredit sosial setara Tiongkok untuk Amerika Serikat dan audiens Barat yang lebih besar.
“Banyak orang Barat terganggu oleh apa yang mereka baca mengenai sistem kredit sosial Tiongkok. Tetapi sistem seperti itu, ternyata, tidak unik untuk Tiongkok. Sistem paralel sedang berkembang di Amerika Serikat. Sebagian sebagai hasil Silicon Valley dan kebijakan pengguna industri-teknologi, dan sebagian oleh pengawasan aktivitas media sosial oleh perusahaan swasta,” tulis Mike Elgan.
Jika ada keadaan darurat di masyarakat kita, itu bukanlah masalah pemanasan global, tetapi adalah kendali pemikiran yang berkembang.
Orang Tiongkok dan Big Tech memang mengubah otoritarianisme menjadi permainan yang kita semua mainkan. Kesenangan adalah beban kita sendiri, dan kebebasan kita berbiaya. (vv)
Roger L. Simon, salah satu pendiri dan CEO emeritus PJ Media, adalah penulis pemenang penghargaan dan penulis skenario nominasi Academy Award. Novel barunya, “The Goat,” tersedia di Amazon.