30 Tahun Runtuhnya Tembok Berlin, Ungkap Kembali Kebohongan Pahlawan Palsu Jerman Timur

Mu Hua – Epochtimes.com melaporkan dari Berlin

Pada 9 November tahun ini akan diperingati 30 tahun dirobohkannya Tembok Berlin. Berbagai kalangan Jerman telah mulai mengadakan serangkaian kegiatan peringatan.

Pada 9 Oktober 2019 lalu, Memorial Taman Reruntuhan Tembok Berlin atau Berliner Mauer Ruinen Park Denkmal mengadakan forum diskusi tentang fakta kematian Egon Schultz yakni seorang serdadu perbatasan dari Jerman Timur. Selain itu ditampilkan kembali keberanian warga Jerman Timur demi meraih kebebasan serta aib rezim diktator Jerman Timur yang telah menutupi fakta itu dengan kebohongan.

Pada 5 Oktober 1964, prajurit perbatasan Jerman Timur Egon Schultz tewas terkena peluru saat mencoba menghalangi warga Berlin Timur yang eksodus ke Berlin Barat. Pihak Jerman Timur menuding orang yang membantu eksodus ke Berlin Barat itu adalah pelakunya. 

Lewat propaganda, pemerintah Jerman Timur pun menciptakan sosok Schultz sebagai pahlawan. Setelah kedua Jerman Bersatu, fakta kematian Schultz baru mencuat ke permukaan.

Pada 13 Agustus 1961, pemerintah Jerman Timur mendirikan Tembok Berlin sepanjang 170 km. Tembok itu mengepung Berlin Barat yang demokrasi bebas. Mereka menyebut tembok itu sebagai “tembok pelindung anti-Fasis”, yang sesungguhnya adalah untuk mencegah warga Jerman Timur melarikan diri ke Berlin Barat untuk mencari kebebasan. 

Waktu itu polisi penjaga di perbatasan Berlin Timur mendapat perintah ketat dari atasannya, untuk menembak siapa pun yang mencoba melarikan diri.

Demi berkumpul kembali bersama sanak dan keluarga yang telah tercerai berai akibat dibangunnya tembok itu, tidak sedikit pemuda Berlin Barat mengorganisir penggalian terowongan untuk membantu sanak saudara mereka di Berlin Timur untuk melarikan diri.

 Salah satu yang paling terkenal adalah Terowongan 57 atau Tunnel 57. Antara 3 hingga 5 Oktober 1964, sebanyak 57 orang telah melarikan diri dari Berlin Timur ke Berlin Barat

melalui terowongan itu. Terowongan 57 ini memiliki panjang 145 meter, dengan kedalaman mencapai 12 meter.

Terowongan itu berawal dari sebuah toko roti yang telah kosong di Berlin Barat, melewati bagian bawah Tembok Berlin sampai ke Berlin Timur. Puluhan pemuda berpartisipasi dalam proyek rahasia itu, termasuk Christian Zobel dan Reinhold Furrer. Furrer kemudian menjadi seorang astronot Jerman yang terkenal.

Pada 2 Oktober 1964, terowongan itu rampung. Tercatat telah menghabiskan waktu setengah tahun. Menurut rencana, lubang keluar terowongan itu seharusnya terletak di ruang bawah tanah sebuah rumah di Berlin Timur, tapi kenyataannya lubang keluar itu tergali di dalam sebuah toilet yang tak terpakai. 

Di hari kedua, kelompok pertama pelarian melewati terowongan itu tiba di Berlin Barat. Pelarian itu berlangsung sangat lancar. Beberapa orang penggali terowongan berjaga-jaga di mulut terowongan di Berlin Timur untuk membantu orang-orang masuk ke dalam terowongan. Kelompok kedua pelarian pun lancar tiba di Berlin Barat.

Namun belakangan terowongan itu dengan cepat  terungkap. Hari ketiga setelah rampungnya terowongan itu, dua orang polisi rahasia Jerman Timur yang berpakaian preman datang ke dekat terowongan. Mereka berpura-pura menjadi pelarian, dan berkata pada Furrer yang waktu itu di dekat mulut terowongan. Mereka akan pergi memanggil seorang teman lainnya yang juga ingin melarikan diri untuk pergi bersama. 

Setelah itu, kedua polisi berpakaian sipil itu pergi untuk mencari bantuan, tapi yang datang bersama mereka adalah beberapa orang prajurit perbatasan Jerman Timur. Melihat gelagat tidak baik itu, Furrer buru-buru menyuruh rekannya masuk terowongan dan melarikan diri. 

Zobel yang waktu itu membawa pistol untuk membela diri, begitu prajurit  Jerman Timur yang bernama Egon Schultz yang waktu itu berusia 21 tahun itu masuk ke pekarangan, Zobel melepaskan tembakan. Para prajurit membalas tembakan. Di tengah kekacauan itu Schultz tergeletak.

Beberapa pemuda berhasil lolos ke Berlin Barat. Schultz tewas dalam perjalanan saat dilarikan ke rumah sakit. 

Setelah kejadian itu, media massa Jerman Timur menerbitkan berita berjudul “Perusuh Berlin Barat Tembak Mati Prajurit Perbatasan Schultz yang Berusia 21 Tahun”. Pemerintah Jerman Timur bahkan menuntut “pelaku di-ekstradisi”. 

Departemen Kehakiman Berlin Barat menuntut agar Jerman Timur memberikan berkas kasus dan laporan otopsi mayat, tapi tidak mendapat tanggapan. 

Berlin Barat pun menghentikan investigasi atas kasus itu. Di Jerman Timur, Schultz dikisahkan sebagai pahlawan bangsa, sejumlah sekolah, jalan dan markas militer dinamai dengan namanya. 

Setelah kedua Jerman Bersatu, kembali mengubah namanya menjadi nama lama. Dalam pemakaman kenegaraan yang diadakan bagi Schultz, anggota Komisi Politik waktu itu yakni Erich Honecker yang kelak menjadi pemimpin Jerman Timur, menahan kemarahan dan kesedihan amat sangat. Dia menuding para pemuda Berlin Barat yang telah membantu pelarian tersebut sebagai pelakunya.

Para pemuda Berlin Barat yang turut serta dalam peristiwa itu telah menulis surat terbuka, menyampaikan belasungkawa yang tulus kepada ibu Schultz

Mereka menyatakan, pelaku pembunuhan yang sesungguhnya adalah sistem komunisme, yang tidak berniat menyelesaikan penyebab larinya warga melewati tembok. Melainkan justru membangun Tembok Berlin dan memerintahkan warga Jerman untuk menembak warga Jerman sendiri, demi mencegah warga Jerman Timur melarikan diri ke Jerman Barat.

Hingga tahun 2000 kasus penembakan itu baru terungkap. Sebuah laporan dari Komisi Investigasi Berlin Timur mengungkap “rahasia negara” yang disembunyikan bertahun-tahun oleh Jerman Timur: Peluru Zobel waktu itu mengenai bahu Schultz, tidak menyebabkan luka yang mematikan. 

Di tengah hujan peluru tubuh Schultz terkena beberapa tembakan. Laporan menunjukkan, peluru yang mematikan berasal dari laras senapan seorang prajurit perbatasan Jerman Timur. Dengan kata lain, Schultz terkena peluru nyasar dari rekannya sendiri. 

Waktu itu, petinggi partai komunis Jerman Timur sejak awal telah mengetahui penyebab kematian Schultz yang sebenarnya. Tapi sengaja menutupi fakta, sebaliknya justru menuding pemuda Berlin Barat telah melakukan kejahatan tersebut. Jerman Timur menggunakan alat propagandanya, menciptakan sosok Schultz sebagai seorang pahlawan. Foto hasil manipulasilah yang diedarkan, agar masyarakat tidak melihat letak peluru sesungguhnya pada jasad itu. 

Pada 1974, kisah Schultz telah dimasukkan ke dalam buku pendidikan anak-anak, untuk mencuci otak anak-anak Jerman Timur.

Zobel yang melepaskan tembakan melukai Schultz terus hidup di dalam penyesalan, kemudian ia membuat dirinya mati rasa dengan minum alkohol hingga mabuk. Peristiwa itu terus menghantui dirinya, hingga tahun 1992, Zobel meninggal dunia tanpa mengetahui fakta sesungguhnya.

Selama itu ia mengira dirinya telah membunuh seseorang. Furrer meninggal dunia pada 1995, ia juga tidak dapat mengetahui akan terungkapnya fakta itu.

Pada 2001, televisi Jerman ZDF dan Arte bekerjasama membuat film dokumenter berjudul “A Hero’s Death. The Tunnel and The Lie”, memaparkan fakta kematian Schultz, film itu meraih penghargaan televisi Jerman.

Sebelum dirobohkannya Tembok Berlin, banyak warga Berlin Timur yang mendambakan kebebasan, telah tewas di tembok itu. Jumlah sebenarnya para korban hingga hari ini sulit di data, karena pihak offisial Jerman Timur tidak meninggalkan catatan kematian. Polisi rahasia bahkan memaksa keluarga dari banyak korban untuk bungkam.

Forum diskusi yang diadakan oleh Berliner Mauer Ruinen Park Denkmal itu dimoderatori oleh penanggungjawab Penjara Bautzen yakni Silke Klewin. Penjara bekas Jerman Timur itu digunakan untuk memenjarakan tawanan politik sebelum Jerman Barat dan Timur bersatu. 

Dalam forum diskusi, seorang sejarawan sekaligus staf museum bernama Gerhard Sälter menyatakan, waktu itu jika prajurit tidak menjalankan perintah melepaskan tembakan ke arah para pelarian, pemerintah Jerman Timur akan menghukum atau menganiaya

mereka. Hukuman itu, seperti merampas lapangan kerja mereka dan lain-lain. Sistem pemaksaan seperti itulah yang telah membuat para prajurit melepaskan tembakan.

SUD/whs

FOTO : Berlin Wall Memorial yang dibangun di “zona kematian” pada masa itu. (Mu Hua/the Epoch Times)