Zhou Xiaohui
Selain perang dagang Amerika Serikat dengan Tiongkok dan parahnya penurunan perekonomian dalam negeri serta unjuk rasa Hong Kong, masalah yang makin memusingkan kepala para penguasa di Beijing kian hari kian banyak. Lalu apalagi pukulan berat yang menimpa Tiongkok?
Baru-baru ini, setelah Beijing berang karena Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat meloloskan “Resolusi Hak Asasi Manusia – HAM dan Demokrasi Hong Kong” , serta menasihati Amerika Serikat d agar “bertobat”, Beijing kembali mendengar dua berita buruk.
Berita yang pertama adalah Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat merilis aturan baru terhadap Tiongkok, yang isinya tuntutan kepada seluruh pejabat luar negerinya yang berada di Amerika Serikat. Tuntuttan bila mengadakan rapat apa pun dengan pejabat pemerintahan negara bagian, kota, atau daerah di Amerika Serikat, atau berkunjung ke pusat pendidikan dan penelitian, harus melaporkannya terlebih dahulu pada pemerintah negara Amerika Serikat.
Berita kedua adalah Presiden Italia yang sedang berkunjung ke Amerika Serikat secara terbuka telah menyatakan sikap mendukung penuh Amerika Serikat, melindungi pasar terbuka yang adil, serta mengumumkan dininggalkannya sistem 5G Huawei.
Jika hal yang pertama akan semakin membatasi penyusupan atau pengaruh pejabat diplomatik Tiongkok terhadap instansi Amerika Serikat, maka hal yang kedua adalah pukulan telak bagi program “One Belt One Road” (OBOR) yang diterapkan Komunis Tiongkok di Eropa. Informasi berikut ini akan lebih menitikberatkan pada hal kedua.
Pada 16 Oktober 2019, setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden Italia Sergio Mattarella membahas masalah perdagangan, imigran gelap, keamanan negara dan lain-lain, keduanya menggelar konferensi pers bersama.
Mattarella menyatakan, bersama Trump, dirinya telah membahas masalah hubungan dengan Tiongkok. Keduanya bertekad bersama-sama menjaga Perserikatan Bangsa Bangsa – PBB sebagai pusat ketertiban dunia yang memiliki aturan yang jelas yang wajib ditaati, melindungi pasar terbuka yang adil, dan pasar ini harus bisa mendukung prinsip organisasi WOrld Trade Organization – WTO.
Mattarella juga menegaskan, bahwa Italia sepakat dalam hal dagang dan investasi harus ada lingkungan persaingan yang adil, harus melindungi kekayaan intelektual dalam perdagangan. Tidak diijinkan pencurian kekayaan intelektual, ia juga secara terbuka menyatakan Italia akan segera meninggalkan sistem 5G Huawei.
Pada Maret dan April 2019 silam, Italia masih menjadi salah satu pendukung proyek “OBOR” Komunis Tiongkok di Eropa. Saat Xi Jinping berkunjung ke tiga negara di Eropa pada 21 Maret 2019 lalu, Italia adalah persinggahannya yang pertama.
Seperti diketahui, di antara negara Uni Eropa, kondisi ekonomi beberapa negara Eropa Selatan seperti Yunani, Spanyol, Portugal dan Italia sangat kesulitan. Negara-negara itu sangat membutuhkan dana dari Komunis Tiongkok. Italia sebagai salah satu negara anggota G7 dipandang sangat penting posisinya di mata Komunis Tiongkok.
Dengan serbuan dana Komunis Tiongkok bahkan sebelum kunjungan Xi Jinping, telah beredar kabar bahwa Perdana Menteri Italia Giuseppe Conte telah menandatangani MoU proyek “OBOR” dengan Xi Jinping sebagai anggota G7 yang pertama bergabung dalam proyek itu, tentunya memiliki semacam makna simbolis tertentu.
Begitu berita itu beredar, juru bicara penasihat keamanan Gedung Putih Garrett Marquis menulis di Twitter: “Italia adalah salah satu sasaran investasi dan ekonomi yang penting bagi seluruh dunia, pemerintah Italia tidak perlu memberikan dukungannya bagi legalitas proyek pembangunan infrastruktur Komunis Tiongkok yang semu itu.”
Waktu itu sebelum Xi Jinping bertolak, di Eropa juga tengah muncul nada keras yang tidak seperti biasanya dalam hal kebijakan terhadap Tiongkok . Seperti pada 18 Maret 2019 lalu, Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas saat membahas strategi terhadap Tiongkok pada Rapat Menteri Luar Negeri Uni Eropa di Brussels, menghimbau Uni Eropa agar bersikap sama dalam mengembangkan hubungan dengan Komunis Tiongkok . DI samping itu juga melindungi nilai dan kepentingan negaranya masing-masing, dan tidak sepantasnya masing-masing negara menentukan kebijakannya sendiri-sendiri.
Heiko Maas juga memperingatkan bahwa dalam menghadapi Komunis Tiongkok tidak bisa terlalu naif, khususnya dalam hal pembangunan jaringan internet sistem 5G.
Pada 19 Maret 2019, Komisi Uni Eropa meloloskan laporan “Uni Eropa – Tiongkok : Pandangan Strategis”. Laporan itu menyesuaikan kembali kebijakan terhadap Beijing, menempuh sikap keras, menempatkan Komunis Tiongkok sebagai “saingan ekonomi” dalam bidang pengembangan krusial 5G dan lain-lain. Kecuali itu sekaligus sebagai “saingan institusional” dalam hal politik, serta menyatakan akan makin memperketat aturan pengawasan terhadap iinvestasi Tiongkok di Eropa.
Berkat peringatan dari Amerika Serikat dan penyesuaian strategi Uni Eropa, pemerintah Italia yang tetap berupaya keras menjalin hubungan persahabatan dengan Uni Eropa dan Amerika. Walau telah menandatangani MoU yang tidak bersifat mengikat dengan Komunis Tiongkok, kemudian justru mencoret pasal-pasal terkait kerjasama teknologi dan telekomunikasi.
MoU seperti ini jelas sudah tidak bisa lagi memuaskan ambisi Komunis Tiongkok.
Setengah tahun kemudian, di Amerika Presiden Italia Mattarella secara resmi mengumumkan Italia telah membatalkan jaringan 5G Huawei, dan secara terbuka mendukung Amerika dalam hal investasi dan perdagangan, serta perlindungan kekayaan intelektual.
Sebenarnya itu secara tidak langsung mengkritik Komunis Tiongkok, menandakan Italia sudah tidak lagi mempedulikan MoU yang ditandatanganinya dengan Tiongkok.Apakah investasi Komunis Tiongkok di Italia akan tepat sasaran, juga telah memiliki sangat banyak variabelnya.
Mengapa Italia membuat pilihan itu?
Mattarella telah memberikan jawabannya, yakni “bagi Italia, Amerika Serikat tidak hanya negara sekutu yang solid, juga merupakan negara yang memiliki prinsip demokrasi yang sejalan, menikmati kebebasan yang sama, melindungi HAM, menghormati kaum minoritas, menjalankan pemerintahan berdasarkan hukum.
Makna terselubung di balik kata-kata itu adalah Tiongkok di bawah kekuasaan Komunis Tiongkok tidak memiliki kebebasan.Tidak ada HAM, tidak menghormati kaum minoritas, tidak memerintah negara berdasarkan hukum. Italia tidak sudi bersanding dengan rezim seperti itu.
Pilihan Italia yang tepat itu, tak pelak akan kembali menghambat proyek “OBOR” yang diterapkan Komunis Tiongkok di Eropa, menunjukkan satu lagi negara Eropa memiliki pemahaman yang jelas terhadap kebijakan Komunis Tiongkok di Eropa. Pengaruhnya serta kebijakan pecahbelahnya dengan trik “diplomatik order”.
Hal yang membentuk perbedaan dengan pilihan Italia adalah, pada 14 Oktober 2019 lalu, media massa Jerman mengungkap di bawah pengaruh Kantor Perdana Menteri Merkel, pemerintah Jerman telah memutuskan untuk tidak menolak pembangunan jaringan internet 5G Huawei. Akan tetapi berupaya mengendalikan ancaman risiko yang timbul akibat Huawei dengan undang-undang dan teknologi. Begitu berita tersebut terungkap, sontak memicu protes dari berbagai kalangan.
Juru bicara kebijakan diplomatik yakni Nils Schmid dari Partai Sosial Demokrat (SPD) yang merupakan salah satu partai berkuasa Jerman menyatakan, “Mengijinkan Huawei ikut ambil bagian dalam jaringan 5G di Jerman adalah kesalahan yang parah. Bagi Eropa, sangat penting untuk bisa meningkatkan kemampuan diri di bidang yang strategis adalah teramat penting.”
Hal senada diungkapkan oleh mantan Ketua Komisi Hubungan Diplomatik dari Parlemen Eropa yakni Elmar Brok. Dia berpendapat bahwa membuka diri bagi Huawei adalah suatu kesalahan teramat besar. Itu akan menimbulkan ketergantungan yang baru lagi terhadap Komunis Tiongkok, dan kehilangan kesempatan, untuk menciptakan sendiri cara penyelesaian ala Eropa dalam bidang ini.
Peristiwa itu tengah berproses, apa pilihan terakhir pemerintah Jerman akan sangat menentukan. Mungkin pilihan Italia yang kondisi ekonominya jauh lebih sulit daripada Jerman dan pernyataan dari Presiden Italia Mattarella, dapat membuat pemerintah Jerman mempertimbangkan ulang keputusannya. Perlu diketahui, bekerjasama dengan suatu rezim otoriter, akan dibayar dengan harga yang mahal.
SUD/whs
FOTO : Pada 16 Oktober, Presiden Trump menemui Presiden Italia Sergio Mattarella (kiri) di Gedung Putih. (Yi Ping/The Epoch Times)