Lebih dari 3.700 Cendekiawan Internasional Mengutuk Kekerasan Polisi Hongkong

Epochtimes.com

Lebih dari 3.700 cendekiawan dan pakar internasional dari seluruh dunia, menandatangani pernyataan bersama, mengecam polisi Hongkong yang menggunakan kekerasan terhadap mahasiswa dan masuk ke dalam kampus-kampus universitas tanpa ijin. 

Pernyataan itu, mengecam sejumlah besar gas air mata ke mahasiswa. Institusi yang terkena akibat itu meliputi : The Chinese University of Hong Kong, City University of Hong Kong,The Hong Kong Polytechnic University dan the University of Hong Kong. 

Para sarjana mendesak pihak-pihak yang berkepentingan untuk membela kebebasan akademik. Mereka meminta hakim polisi untuk membentuk penyelidikan independen terhadap polisi yang menggunakan kekerasan. The Hong Kong Watch pada 26 November mengeluarkan pernyataan bersama para cendekiawan tersebut.

Pernyataan bersama cendekiawan dan pakar internasional itu juga menyampaikan keprihatinan atas kejadian pada 11 November lalu. Saat itu, petugas polisi lalu lintas Hongkong di Sai Wan Ho melepaskan 3 tembakan beruntun, dan polisi lalu lintas yang mengendarai sepeda motor sengaja menabrak kerumunan orang di Kwai Fong. 

Pernyataan juga mengutuk polisi Hongkong karena melanggar Peraturan Umum Polisi, dan menggunakan kekerasan yang tidak masuk akal dalam insiden ini. Ucapan kebencian yang dilontarkan polisi Hong Kong telah menambah parahnya perpecahan sosial.

Para mahasiswa yang berpartisipasi dalam tanda tangan pernyataan bersama itu, juga mendesak manajemen senior lembaga perguruan tinggi Hongkong untuk mengeluarkan pernyataan serius yang menolak polisi masuk ke dalam kampus. Mereka juga didesak mendukung hak kebebasan untuk berkumpul bagi para guru dan siswa. Selain itu, menegaskan kembali tanggung jawab universitas untuk melindungi kebebasan akademik. Tak hanya itu, juga menyediakan lingkungan yang aman bagi siswa untuk menyampaikan pendapat mereka.

Para cendekiawan juga menuntut agar polisi Hongkong segera menghentikan kekerasan. Mereka juga mendesak para petugas polisi yang menggunakan kekerasan yang tidak patut, untuk segera mundur dan meluncurkan penyelidikan terhadap petugas polisi yang diduga melanggar hukum. 

Para pakar dan cendekiawan internasional tersebut juga meminta pemerintah Hongkong untuk membentuk penyelidikan independen. Tujuannya, untuk memeriksa penyalahgunaan wewenang polisi yang dilakukan sejak bulan Juni tahun ini. Mereka juga secara khusus menyebutkan bahwa penyelidikan harus memanggil saksi, mengumpulkan bukti lengkap dan secara independen menilai perilaku polisi.

Pada akhir pernyataan, para penandatangan kembali menegaskan, bahwa mereka akan terus berada di pihak rakyat Hongkong. Mereka percaya bahwa tanggung jawab untuk menjaga kebebasan akademik, kebebasan berbicara, kebebasan wawancara, kebebasan berkumpul dan berserikat. Bahkan keselamatan siswa adalah nilai-nilai universal yang terus diperjuangkan.

Pernyataan bersama tersebut didukung oleh lebih dari 3.700 orang cendekiawan, pakar internasional, termasuk Robert George, profesor ilmu hukum di Universitas Princeton, filsuf Slovaj Zizek, mantan Menteri Keuangan Yunani dan Profesor Ekonomi di Universitas Athena Yanis Varoufakis, ahli bahasa Noam Chomsky, pakar penelitian gender Judith Butler, psikolog kognitif Steven Pinker, filsuf A.C. Grayling dan lainnya.

The Hongkong Watch yang didirikan pada tahun 2017 adalah sebuah NGO yang berbasis di London, Inggris. Tujuan organisasi tersebut adalah memantau hak asasi manusia, kebebasan dan supremasi hukum yang berjalan di Hongkong.

Pengawasan Hongkong diketuai oleh Benedict Rogers, wakil ketua Komite Hak Asasi Manusia Konservatif Inggris, dan anggota terkenal lainnya termasuk politisi Inggris seperti Malcolm Rifkind, mantan ketua Partai Demokrat Liberal dan lainnya.

Pada bulan Januari 2018, Otoritas Pengawasan Hongkong mengeluarkan laporan tentang supremasi hukum di Hongkong. Lembaga itu dituduh oleh Kepala Eksekutif Hongkong Carrie Lam sebagai mencampuri urusan dalam negeri Tiongkok.

Pengawasan Hongkong adalah laporan yang menyampaikan tentang sejumlah masalah yang berkaitan dengan hak asasi manusia dan kebebasan di Hongkong. Termasuk laporan mengenai seminar pertama di Parlemen Inggris tentang hak-hak warga negara Inggris di luar negeri. Seminar itu diselenggarakan oleh Lord Alton, anggota House of Lord pada 4 Maret 2019. Pengawasan itu juga laporan bebas akademik yang berjudul ‘Kebebasan Akademik di Hongkong Sejak Tahun 2015 : Di Antara Dua Sistem’ atau Academic Freedom in Hong Kong since 2015 : Between Two Systems. (Sin/asr)


FOTO : Para pengunjuk rasa Hongkong memprotes kebrutalan dan kekerasan seksual polisi Hongkong. (Song Bilong/Epoch Times)