Cathy He – The Epochtimes
Hampir dua bulan setelah berita virus corona baru pertama kali muncul di Tiongkok, masih banyak yang belum diketahui para ilmuwan mengenai sumber wabah tersebut. Para mengatakan perlombaan untuk menemukan sumber virus corona baru, sangat dipersulit oleh kurangnya transparansi rezim Tiongkok, menurut para ahli.
“Ada begitu banyak pertanyaan mengenai asal-usul virus corona baru karena pemerintah Tiongkok tidak memberikan transparansi yang cukup mengenai awal investigasi wabah Coronavirus,” kata Sean Lin, seorang mantan peneliti virologi untuk Angkatan Darat Amerika Serikat, kepada The Epoch Times.
Pertanyaan utama di antara pertanyaan-pertanyaan ini adalah dari mana wabah Coronavirus berasal.
Sementara para pejabat Tiongkok mencurigai tempat asal wabah virus corona adalah Pasar Grosir Makanan Laut Huanan, sebuah pasar binatang liar dan makanan laut di kota Wuhan di tengah Tiongkok, namun perkembangan terakhir meragukan klaim tersebut.
Sebuah penelitian tanggal 24 Januari oleh sekelompok peneliti Tiongkok yang diterbitkan dalam jurnal medis The Lancet menganalisis 41 kasus pertama pasien virus corona di Wuhan. Hasilnya menemukan bahwa 14 dari pasien tersebut tidak memiliki hubungan ke Pasar Makanan Laut Huanan.
Yang terpenting, para peneliti tidak dapat menemukan “hubungan epidemiologis” di antara pasien pertama, yang jatuh sakit pada tanggal 1 Desember 2019, dengan pasien berikutnya.
Tanggal 1 Desember 2019 itu juga bertentangan dengan laporan dari pihak berwenang kesehatan Tiongkok, yang mengatakan pasien pertama menunjukkan gejala pada tanggal 8 Desember 2019.
Salah satu penulis penelitian kemudian memastikan kepada BBC bahwa pasien pertama adalah seorang pria berusia 70-an yang terbaring di tempat tidur setelah menderita stroke. Ia tidak memiliki hubungan dengan Pasar Makanan Laut Huanan — membuka rahasia kemungkinan virus corona telah menyebar di tempat lain sebelum memasuki Pasar Makanan Laut Huanan.
Sebuah penelitian baru-baru ini, yang belum ditinjau oleh rekan sejawat, oleh sekelompok peneliti yang berafiliasi dengan Akademi Ilmu Pengetahuan Tiongkok dan Institut Tiongkok untuk Penelitian Otak menyatakan bahwa virus corona diperkenalkan dari luar Pasar Makanan Laut Huanan, kemudian berkembang pesat di dalam Pasar Makanan Laut Huanan yang ramai itu di awal bulan Desember 2019 sebelum menyebar ke seluruh Wuhan.
Berdasarkan analisis data genom virus corona, para peneliti mendalilkan bahwa virus corona mulai menular dari orang ke orang pada awal Desember, atau bahkan mungkin pada akhir bulan November 2019.
Informasi yang Hilang
Sementara penelitian genetik mungkin secara bertahap memberikan lebih banyak detail mengenai evolusi wabah virus corona, tugas melacak jalur penyakit tersebut menghadapi tantangan. Karena pihak berwenang Tiongkok belum merilis informasi mengenai binatang yang ada di Pasar Makanan Laut Huanan, juga tidak diketahui apakah pihak berwenang Tiongkok telah menguji sampel binatang dari Pasar Makanan Laut Huanan atau tempat lain di Wuhan.
Informasi semacam itu adalah sangat penting dalam mengidentifikasi binatang yang mungkin membawa virus coorna dalam tubuhnya sebelum menular ke manusia.
Guan Yi, Direktur Laboratorium Utama Negara untuk Kedaruratan Penyakit Menular di Universitas Hong Kong, melakukan perjalanan ke Wuhan bersama timnya pada bulan Januari dengan harapan melacak binatang yang merupakan sumber virus corona.
Guan Yi mengkritik pihak berwenang Wuhan karena telah melakukan disinfeksi Pasar Makanan Laut Huanan, yang pada dasarnya bertujuan untuk menghentikan investigasi yang memungkinkan.
“Tidak ada Tempat Kejadian Perkara,” kata Guan Yi kepada Caixin, majalah keuangan Tiongkok, saat wawancara pada tanggal 23 Januari 2020.
Sean Lin menyatakan keprihatinan yang sama, dengan mengatakan: “Masalahnya adalah pemerintah Tiongkok sejauh ini belum menunjukkan hasil pengujian sampel binatang apa pun yang dikumpulkan di Wuhan. Jadi anda tidak dapat memahami dengan jelas bagaimana Coronavirus dari kelelawar…menular ke manusia.”
Kelelawar dianggap sebagai pejamu asli Coronavirus, yang secara resmi dikenal sebagai SARS-CoV-2, yang kemudian dianggap melompat ke binatang lain, yang disebut sebagai pejamu perantara, sebelum melompat ke manusia. Kelelawar tidak dijual di Pasar Makanan Laut Huanan, Wuhan.
Musang sawit, mamalia yang ditemukan di Asia, adalah pejamu perantara dari sindrom pernapasan akut yang parah (SARS), wabah yang berasal dari Tiongkok pada tahun 2002, sementara unta adalah pejamu perantara sindrom pernapasan Timur Tengah (MERS), wabah di Arab Saudi pada tahun 2012. Para peneliti menelusuri pejamu asli terhadap kelelawar di kedua wabah tersebut.
Jenis Coronavirus baru ditemukan memiliki kesamaan genetik 96,2 persen dengan Coronavirus yang ditemukan dalam tubuh kelelawar tapal kuda pada tahun 2013, yang disebut RaTG13, di Provinsi Yunnan, barat daya Tiongkok — 1.000 mil dari Wuhan.
Menariknya, ilmuwan Tiongkok dari Institut Virologi Wuhan tidak menerbitkan genom untuk RaTG13 hingga 23 Januari tahun ini.
Yuhong Dong, seorang ahli penyakit menular virus dan kepala ilmiah di perusahaan bioteknologi yang bermarkas di Swiss, SunRegen Healthcare, mengatakan kepada The Epoch Times bahwa kesamaan genetik seperti itu tidak cukup untuk membenarkan bahwa RaTG13 adalah sumber langsung SARS-CoV-2, dengan kemiripan sekitar 99,9 persen perlu diidentifikasi sebagai leluhur langsung.
Coronavirus memiliki lebih dari 30.000 basa asam nukleat RNA. Bahkan perbedaan genetik hanya 4 persen berarti bahwa setidaknya 1.200 basa berbeda. Perbedaan 1.200 basa masih bermakna, kata Yuhong Dong.
Baru-baru ini, para ilmuwan di Universitas Pertanian Tiongkok Selatan di Provinsi Guangdong mengumumkan bahwa SARS-CoV-2 memiliki kecocokan 99 persen dengan sebuah Coronavirus yang diidentifikasi dalam tubuh trenggiling — menunjukkan bahwa trenggiling mungkin
sebagai pejamu perantara.
Tim ilmuwan meninjau lebih dari 1.000 sampel dan menemukan 70 persen trenggiling membawa virus dari keluarga patogen yang sama dengan SARS-CoV-2.
Namun, tim ilmuwan belum merilis penelitian atau data apa pun dari pengujian tersebut. Yuhong Dong mengatakan mereka juga belum mengungkapkan dari mana trenggiling yang mereka uji berasal, mengakibatkan klaim mereka mustahil untuk dibuktikan.
Apakah Rekayasa Genetika?
Beberapa orang menawarkan teori bahwa Coronavirus mungkin hasil akibat rekayasa genetika atau kecelakaan laboratorium, kemungkinan yang tidak dapat dikesampingkan oleh Sean Lin dan Yuhong Dong pada tahap ini.
Yuhong Dong mengatakan mungkin sangat sulit untuk membuktikan apakah Coronavirus itu direkayasa, karena proses seperti itu dapat dilakukan tanpa meninggalkan bukti perbedaan.
“Saya belum pernah melihat artikel ilmiah yang dapat menjelaskan asal-usul asli Coronavirus dengan jelas, reservoir alaminya, dan pendahulunya yang terdekat,” tambah Yuhong Dong.
Pertanyaan apakah tindakan manusia dapat menyebabkan Coronavirus menarik perhatian yang cukup besar, di mana beberapa media dan ilmuwan menyebutnya sebagai “teori konspirasi.”
Sean Lin mengatakan label semacam itu tidak memiliki tempat dalam penyelidikan ilmiah.
“Saat orang mempertanyakan asal usul Coronavirus, tidak berarti itu adalah teori konspirasi. Orang-orang tidak cukup paham bagaimana Coronavirus bermutasi,” kata Sean Lin, menambahkan masih banyak pertanyaan yang belum dijawab.
Mutasi khusus pada asam amino Coronavirus — membuat Coronavirus semakin menular ke manusia — “tidak biasa dalam arti akademis,” kata Fang Chi-tai, seorang profesor di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas National Taiwan, pada seminar yang diselenggarakan di Universitas National Taiwan pada tanggal 22 Februari, menambahkan bahwa mutasi semacam itu cenderung tidak terbentuk di alam “sekaligus.”
“Dari sudut pandang akademik, memang mungkin asam amino itu ditambahkan ke COVID-19 [penyakit yang disebabkan oleh jenis Coronavirus baru] di laboratorium oleh manusia, ”kata Fang Chi-tai, Taiwan News melaporkan.
Ilmuwan lain menolak gagasan itu, dengan mengatakan Coronavirus itu berasal dari proses evolusi alam.
Richard H. Ebright, Direktur Laboratorium di Institut Mikrobiologi Waksman dan seorang profesor kimia dan biologi kimia di Universitas Rutgers, mengatakan bahwa berdasarkan urutan genom dan sifat Coronavirus, “tidak ada dasar untuk mencurigai Coronavirus itu direkayasa.”
Tetapi Richard H. Ebright memang membiarkan kemungkinan Coronavirus itu masuk ke populasi manusia melalui kecelakaan laboratorium, “karena Coronavirus RaTG13 dalam tubuh kelelawar dan Coronavirus dalam tubuh kelelawar yang berkaitan erat juga diketahui hadir di suatu laboratorium,” kata Richard H. Ebright kepada situs web The Street, yang merujuk pada koleksi Coronavirus di Institut Virologi Wuhan. “Infeksi manusia pertama juga dapat terjadi akibat kecelakaan laboratorium.”
Institut Virologi Wuhan, yang terletak beberapa mil dari Pasar Makanan Laut Huanan, secara terbuka membantah bahwa Institut Virologi Wuhan adalah sumber wabah.
Yuhong Dong mengatakan bahwa ia ingin melihat Institut Virologi Wuhan menjadi lebih transparan, seperti pengungkapan semua virus yang sedang dipelajari oleh Institut Virologi Wuhan — sehingga orang luar dapat membuktikan apakah Institut Virologi Wuhan ada hubungannya dengan wabah Coronavirus. (Vv/asr)
Eva Fu Berkontribusi dalam laporan ini
FOTO : Petugas keamanan memeriksa suhu penumpang di Dermaga Sungai Yangtze di kota Wuhan, provinsi Hubei, Tiongkok, pada 22 Januari 2020. (Foto oleh Getty Images)
Video Rekomendasi :