2. Subversi Komunisme terhadap Kebudayaan Masyarakat Barat
Negara-negara Barat di dunia bebas telah dikenal dengan masyarakatnya yang beradab, di mana para pria adalah sopan serta para wanita adalah berbudi luhur dan anggun, dan di mana orang memperlakukan satu sama lain dengan jujur dan bersahabat.
Komunisme telah menerapkan pengaturan di negara-negara Barat untuk menumbangkan dan menyabot peradaban ini. Meskipun komunisme tidak dapat menggunakan kekerasan dan totaliterisme untuk secara langsung merusak peradaban Barat dan kebudayaan masyarakat Barat seperti yang terjadi di Tiongkok, komunisme telah, seperti di Tiongkok, memprovokasi pikiran dan perilaku yang negatif dan memberontak pada masyarakat Barat untuk merusak tradisi, menghancurkan moral publik, dan merusak moralitas individu.
Setelah Sekutu menang dalam Perang Dunia II, sama seperti publik yang senang, satu kelompok sudah bekerja keras di bidang ideologi dan kebudayaan. Sementara merefleksikan perang dan gelombang baru ideologi yang akan datang, mereka membantu membawa perubahan sistematis dari tradisi yang menghubungkan manusia dengan yang Ilahi.
Di Amerika Serikat, Beat Generation, yang muncul setelah Perang Dunia II, merujuk pada sekelompok penulis Amerika pasca-perang pada tahun 1950-an. Mereka adalah nenek moyang dari seni dan gerakan sastra yang tujuannya adalah untuk merusak masyarakat. Sementara mereka secara tepat membenci beberapa kemunafikan kerusakan moral dalam masyarakat pada saat itu, tanggapan mereka adalah secara sinis menolak dan menjungkirbalikkan semua moralitas tradisional.
Sebagian besar anggota Beat Generation adalah nihilis dan sinis. Mereka menganjurkan kebebasan yang tidak terkendali; memberi kekuasaan penuh atas ide-ide pribadinya sendiri mengenai dunia; menolak kebajikan tradisional; mempelajari pseudo-mistisisme, narkoba, dan kejahatan; dan menjalani kehidupan tanpa kedisplinan yang disengaja. Upaya kritik radikal mereka terhadap masyarakat borjuis dan kapitalis selaras dengan dorongan ideologis komunisme di Barat, dan dengan demikian mereka dengan mudah menjadi alat komunisme.
Banyak anggota Beat Generation memang sangat dipengaruhi oleh ideologi komunis dan sosialis. Misalnya, Jack Kerouac, pendiri Beat Generation, menulis cerita pendek “Kelahiran Seorang Sosialis” sebelum ia menjadi terkenal. Cerita pendek tersebut mengenai pemberontakannya terhadap masyarakat kapitalis. [6] Perwakilan lain dari Beat Generation, Allen Ginsberg, kemudian secara terbuka menjadi seorang komunis (lihat Bab 11 buku ini) dan mendukung pedofilia. Karya-karya mereka menolak kaidah tradisional, sengaja tidak terorganisir, dan menggunakan bahasa yang vulgar. Kelompok ini adalah keberangkatan besar pertama dari aturan dan prinsip-prinsip tradisi, dan mereka mewakili dalam bentuk baru lahir gerakan kontra-kebudayaan yang akan menelan Barat pada tahun 1960-an.
Pada tahun 1960-an tampak perluasan dan perpanjangan dari apa yang telah diusulkan oleh Beat Generation, dengan subkultur seperti hippie, punk, goth, dan banyak lagi. Kecenderungan kontra-kebudayaan ini menemukan khalayak yang bersemangat di daerah-daerah perkotaan di Barat, menggoda satu generasi muda demi kekerasan, penyalahgunaan narkoba, seks bebas, pakaian yang tidak sesuai aturan, keterasingan kebudayaan, dan akhirnya kecenderungan ke arah kegelapan dan kematian.
Pada tahun 1968, Beat Generation mencapai klimaksnya sekitar waktu pembunuhan Martin Luther King Jr dan Robert Kennedy, serta semakin sengitnya Perang Vietnam. Pada musim semi tahun 1968, sekitar 2.000 kaum hippie berkumpul di Golden Gate Park di San Francisco selama beberapa hari dan malam, mengekspresikan perlawanannya terhadap masyarakat dengan cara berperilaku aneh, musik rock-and-roll, lagu, puisi, telanjang, dan penggunaan narkoba.
Pada musim panas tahun 1969, lebih dari 400.000 orang berkumpul dengan cara yang sama di festival Woodstock, yang diadakan di sebuah pertanian di barat laut New York City. Mereka meneriakkan slogan-slogan “cinta,” “kebebasan,” dan “perdamaian.” Diiringi dengan rock-and-roll, ratusan ribu orang terlibat dalam pesta pora dan kesenangan yang liar, yang semuanya berkontribusi untuk menyeret para peserta dan masyarakat ke dalam kekasaran, kemerosotan, dan penurunan moral. Woodstock adalah acara kebudayaan yang bermakna untuk tahun 1960-an, dan selama beberapa dekade berikutnya, Central Park di New York, Golden Gate Park di San Francisco, dan Woodstock semuanya menjadi simbol kontra-kebudayaan orang Amerika Serikat.
Persis saat kontra-kebudayaan di Amerika Serikat lepas landas, kekacauan yang melibatkan jutaan orang terjadi di Prancis, yang kini dikenal sebagai peristiwa Mei ‘68. Peristiwa tersebut dimulai oleh para mahasiswa muda yang marah memberontak terhadap moralitas dan kebudayaan tradisional.
Pada waktu itu, sekolah-sekolah memberlakukan pemisahan ketat antara asrama mahasiswa dengan mahasiswi, dan kaum LGBT dilarang datang dan pergi secara bebas dari kamar masing-masing. Penghapusan ketentuan ini dan tuntutan hak atas aktivitas seksual di asrama mahasiswa menjadi salah satu tujuan utama protes awal. Pemberontakan mahasiswa kemudian menemukan dukungan dari partai sosialis dan komunis di Perancis. Dengan demikian, generasi muda, melalui kekacauan dan pemberontakan, bergerak menghancurkan prinsip-prinsip moral dan pengekangan yang ditetapkan dan dianugerahkan untuk umat manusia sejak zaman kuno.
Ada ungkapan yang mengatakan bahwa pada akhir tahun 1960-an, ada dua pusat revolusi: Satu adalah Beijing, tempat Revolusi Kebudayaan berada dalam masa puncaknya; yang lainnya adalah Paris, tempat peristiwa Mei ‘68 mengguncang dunia, di mana banyak orang menyebutnya sebagai Revolusi Kebudayaan Barat. Pada saat itu, mahasiswa Tiongkok berbaris dengan slogan dan spanduk untuk mendukung pemberontak mahasiswa Prancis, sementara di Paris yang nun jauh di sana, “Pengawal Merah Barat” mengenakan topi militer hijau dan seragam dengan ban lengan merah untuk mendukung Maois di Tiongkok. Mereka mengangkat potret besar Mao Zedong saat parade, dan “tiga M” —Marx, Mao, dan Marcuse — menjadi andalan ideologis mereka. [7]
Jepang juga memulai gerakan kontra-kebudayaannya pada tahun 1960-an. Jepang (Zengakuren, Himpunan Mahasiswa Seluruh Jepang) yang dibentuk dan diorganisir oleh Partai Komunis Jepang, memiliki pengaruh luas di kalangan mahasiswa pada saat itu. Mereka pada gilirannya dikendalikan dan diorganisir oleh Partai Komunis dan dimobilisasi sebagai reaksi terhadap kegiatan Pengawal Merah di Tiongkok. Himpunan Mahasiswa Seluruh Jepang mengorganisir banyak demonstrasi kontra-kebudayaan di Jepang bersama dengan organisasi mahasiswa sayap Kiri lainnya, seperti Tentara Merah Jepang (Nihon Sekigun) dan Dewan Perjuangan Bersama Semua Kampus, dan bahkan mengancam masyarakat Jepang dengan kekerasan. [8]
Kekacauan serupa juga terjadi di beberapa negara Amerika Latin dan Amerika Tengah. Misalnya, di bawah pengaruh Partai Komunis Kuba, gerakan mahasiswa Plaza de las Tres Culturas di Mexico terlibat dalam mobilisasi skala kecil, dan kelompok mahasiswa sayap Kiri lainnya mengirim telegraf kepada para mahasiswa di Paris untuk mendukung kejenakaan Mei ‘68.
Banyak orang yang mungkin menganggap rangkaian tindakan di atas sebagian besar adalah kebetulan belaka. Namun, dari sudut pandang yang lebih tinggi, seluruh gerakan kontra-
kebudayaan baik di Timur maupun Barat adalah bagian pengaturan komunisme untuk merongrong moralitas masyarakat. Tradisi dan nilai-nilai moral yang ditinggalkan bagi manusia oleh Tuhan telah melalui ribuan tahun sejarah, tetapi di bawah pengaruh gerakan komunis secara global ini, tradisi dan nilai-nilai moral tersebut telah menderita kerusakan yang luar biasa.
Gerakan kontra-kebudayaan semuanya telah membangkitkan ketidakpuasan dan mencambuk masyarakat menjadi hiruk-pikuk untuk merusak moralitas dan ide-ide tradisional. Kebudayaan tradisional Tiongkok yang berusia 5.000 tahun telah hancur ketika Empat Tua diserang dalam Revolusi Kebudayaan.
Musik rock Barat, penyalahgunaan narkoba, seks bebas, aborsi, pakaian yang tidak konvensional, dan seni avant-garde semuanya merupakan penyimpangan dari norma-norma tradisional dan keyakinan ortodoks. Selain itu, adat istiadat yang menyimpang, seperti homoseksualitas dan bersetubuh dengan siapa saja, semuanya menjadi populer, membawa dampak negatif yang langgeng bagi seluruh masyarakat Barat. Kemuliaan kebudayaan Ilahi sebagian besar telah dibuang di Barat, dan peradaban Barat telah kehilangan kemegahan dan kemilauannya.