d. Partai Komunis Tiongkok Mengekspor ‘Model Tiongkok’ ke Koloni Afrika
Setelah Perang Dunia II, banyak negara Afrika mengalami dekolonisasi, memperoleh kemerdekaan. Benua Afrika secara bertahap kehilangan perhatian Barat, karena teknologi dan modal dipindahkan dari negara-negara Barat ke Tiongkok. Diperkuat oleh sumber daya ini, Partai Komunis Tiongkok kemudian secara terus menerus merambah Afrika. Kekuatan-kekuatan Partai Komunis Tiongkok mulai menggantikan apa yang telah didirikan oleh kekuatan berdaulat Barat di negara-negara Afrika dan menyusup ke dalam politik, ekonomi, dan masyarakat Afrika.
Di satu sisi, Partai Komunis Tiongkok telah merayu negara-negara Afrika di bawah bendera membantu pembangunan negara-negara itu, menciptakan front persatuan melawan Amerika Serikat dan negara-negara bebas lainnya di Perserikatan Bangsa-Bangsa. Di sisi lain, melalui penyuapan ekonomi dan bantuan militer, Partai Komunis Tiongkok tanpa henti memanipulasi pemerintah Afrika dan kelompok-kelompok oposisi, mengendalikan urusan negara-negara Afrika sambil memaksakan model dan nilai-nilai Tiongkok pada negara-negara Afrika.
Dari tahun 2001 hingga 2010, Bank Ekspor-Impor Tiongkok yang dikendalikan oleh Partai Komunis Tiongkok menyalurkan pinjaman usd 62,7 miliar ke negara-negara Afrika. Secara dangkal, pinjaman tersebut tampaknya tidak datang bersamaan dengan kondisi politik, dan suku bunga pada negara-negara Afrika adalah relatif rendah. Namun, karena perjanjian pinjaman menggunakan sumber daya alam sebagai jaminan, Partai Komunis Tiongkok secara efektif memperoleh hak untuk mengambil sumber daya dalam jumlah besar dari negara-negara tersebut.
Pada tahun 2003, pinjaman yang diberikan oleh Bank Ekspor-Impor Tiongkok ke Angola menggunakan minyak mentah sebagai jaminan dalam apa yang disebut “Model Angola.” Situasi berikut berkembang: “Ada orang Tiongkok mengebor minyak dan kemudian memompanya ke dalam pipa-pipa Tiongkok yang dijaga oleh orang-orang kuat Tiongkok dalam perjalanan menuju pelabuhan yang dibangun oleh orang Tiongkok, tempat pipa-pipa Tiongkok itu dimuat ke kapal tanker Tiongkok menuju Tiongkok. Orang Tiongkok mempersenjatai pemerintah yang melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan; dan Tiongkok untuk melindungi pemerintah tersebut dan mempertahankannya di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa.”[72]
Pada tahun 2016, Tiongkok menjadi mitra dagang dan investor asing langsung terbesar di Afrika. [73] Di Afrika, model manajemen Partai Komunis Tiongkok telah banyak dikritik karena banyak penyakitnya: Upah rendah, kondisi kerja buruk, produk jelek, “rekayasa ampas tahu” (sebuah istilah yang mengacu pada buruknya pengerjaan bangunan di Provinsi Sichuan, Tiongkok, yang menyebabkan banyak kematian setelah gempa bumi pada tahun 2008), pencemaran lingkungan hidup, penyuapan pejabat pemerintah, dan praktik korupsi lainnya. Operasi penambangan Tiongkok di Afrika juga sering bertemu dengan protes dari masyarakat setempat.
Michael Sata, mantan presiden Zambia, mengatakan selama kampanye kepresidenannya pada tahun 2007: “Kita ingin Tiongkok pergi dari Zambia dan para penguasa kolonial lama kembali. Para penguasa kolonial lama mengeksploitasi sumber daya alam kita juga, tetapi setidaknya mereka merawat kita dengan baik. Penguasa kolonial lama membangun sekolah, mengajari kita bahasa mereka, dan membawakan peradaban Inggris kepada kita. Setidaknya kapitalisme Barat memiliki wajah manusia; Tiongkok hanya mengeksploitasi kita.”[74] Di Zambia, pengaruh Tiongkok dapat dilihat di mana-mana. Michael Sata tidak mempunyai pilihan lain selain membuat kesepakatan dengan Partai Komunis Tiongkok. Begitu memperoleh kekuasaan, Michael Sata segera bertemu dengan duta besar Tiongkok, dan pada tahun 2013, ia mengunjungi Tiongkok.
Sudan adalah salah satu pangkalan paling awal yang didirikan Partai Komunis Tiongkok di Afrika, dan selama dua puluh tahun terakhir, investasi Partai Komunis Tiongkok di negara timur laut telah tumbuh semakin cepat. Selain cadangan minyak Sudan yang melimpah, lokasi Sudan yang strategis di Laut Merah adalah sangat penting bagi rencana Partai Komunis Tiongkok. [75]
Pada tahun 1990-an, ketika Sudan diisolasi oleh komunitas internasional karena dukungannya terhadap terorisme dan Islam radikal, Partai Komunis Tiongkok mengambil keuntungan dan dengan cepat menjadi mitra dagang terbesar Sudan, membeli sebagian besar ekspor minyak Sudan. [76] Investasi oleh Partai Komunis Tiongkok membantu rezim totaliter Bashir bertahan dan berkembang meskipun dikekang oleh Barat. Bahkan militer Partai Komunis Tiongkok mengekspor senjata ke Sudan selama periode ini, secara tidak langsung memfasilitasi genosida Darfur di Sudan pada awal abad ini.
Di komunitas internasional, Partai Komunis Tiongkok memainkan peran dua wajah: Sementara Tiongkok mengirim tim penjaga perdamaian ke PBB untuk menengahi konflik di Sudan, Beijing juga secara terbuka mengundang presiden Sudan, seorang penjahat yang dicari oleh Pengadilan Kriminal Internasional karena kejahatan terhadap kemanusiaan, untuk mengunjungi Tiongkok. Partai Komunis Tiongkok menyatakan bahwa tidak peduli bagaimana dunia berubah, tidak peduli apa situasinya di Sudan, bahwa Tiongkok akan selalu menjadi teman Sudan. [77]
Partai Komunis Tiongkok memberikan sedikit upaya dalam merayu negara-negara berkembang. Forum Kerja Sama Tiongkok-Afrika didirikan pada tahun 2000, di mana konferensi pertama tingkat menteri Forum Kerja Sama Tiongkok-Afrika diadakan di Beijing. Dalam forum-forum berikutnya yang diadakan selama tahun-tahun penting, para pemimpin Partai Komunis Tiongkok mengucurkan uang ke Afrika.
Pada tahun 2000, selama pertemuan perdana, ketua Partai Komunis Tiongkok saat itu, Jiang Zemin mengumumkan pengurangan utang 10 miliar yuan untuk negara-negara miskin di Afrika. Pada tahun 2006, ketika Beijing menjadi tuan rumah KTT Forum Kerja Sama Tiongkok-Afrika pertama, Partai Komunis Tiongkok tidak hanya mengumumkan keringanan utang, pada akhir 2005, untuk negara-negara miskin di Afrika yang memiliki hubungan diplomatik dengan Partai Komunis Tiongkok, tetapi juga mengirimkan lebih dari usd 10 miliar untuk pendanaan, kredit, beasiswa, dan berbagai proyek bantuan. [78]
Pada tahun 2015, selama KTT di Johannesburg, Afrika Selatan, Partai Komunis Tiongkok mengumumkan bahwa Partai Komunis Tiongkok menyediakan modal usd 60 miliar untuk bekerja sama dengan negara-negara Afrika untuk melaksanakan sepuluh rencana kerja sama yang besar. [79] Pada tanggal 28 Agustus 2018, wakil Menteri Perdagangan Partai Komunis Tiongkok mencatat bahwa “97 persen produk dari tiga puluh tiga negara Afrika yang paling berkembang memiliki tarif nol.” [80] Pada tanggal 3 September 2018, selama Forum Kerja Sama Tiongkok-Afrika yang diadakan di Beijing, Partai Komunis Tiongkok kembali berjanji bahwa Partai Komunis Tiongkok akan memberikan usd 60 miliar kepada Afrika untuk bantuan tanpa ikatan, pinjaman tanpa bunga, dan modal serta investasi khusus proyek. Pada saat yang sama, Partai Komunis Tiongkok berjanji bahwa untuk negara-negara Afrika yang memiliki hubungan diplomatik dengan Partai Komunis Tiongkok, Partai Komunis Tiongkok akan membatalkan utang antar-pemerintah yang jatuh tempo pada akhir tahun 2018. [81]
Setelah beberapa dekade upaya yang sungguh-sungguh, melalui perniagaan dan perdagangan, Partai Komunis Tiongkok memperoleh kendali atas ekonomi Afrika. Dengan menggunakan insentif ekonomi, Partai Komunis Tiongkok telah menyogok banyak pemerintah Afrika, sehingga pemerintah Afrika tersebut mengikuti setiap instruksi Beijing.
Dunia luar telah memperhatikan bagaimana rezim Partai Komunis Tiongkok berusaha menaklukkan Afrika, dan bagaimana Partai Komunis Tiongkok menggunakan Afrika sebagai panggung untuk mempromosikan dan membela model Partai Komunis Tiongkok. Seorang sarjana dalam pendirian rezim Tiongkok menyatakan: “Kemajuan Tiongkok selama empat puluh tahun terakhir telah membuktikan bahwa Tiongkok tidak perlu melakukan apa yang dilakukan Barat untuk mencapai kesuksesan. Sejarah belum berakhir. Dampak ini pada Afrika melampaui apa yang dapat anda bayangkan.”[82]
Mengikuti Tiongkok, mantan Perdana Menteri Ethiopia, Meles Zanawi, menetapkan Rencana Lima Tahun untuk Ethiopia. Organisasi dan struktur partai yang berkuasa, Front Demokrasi Revolusioner Rakyat Ethiopia, juga memiliki kemiripan yang mencolok dengan rezim Partai Komunis Tiongkok. Sebuah sumber anonim dalam Kementerian Luar Negeri Tiongkok mengatakan bahwa banyak pejabat tinggi di Front Demokrasi Revolusioner Rakyat Ethiopia telah berkunjung ke Tiongkok untuk belajar dan menjalani pelatihan, dan bahwa anak-anak dari banyak pejabat penting Ethiopia juga pergi ke Tiongkok untuk mengenyam pendidikan. Bahkan lebih jelas lagi di tingkat menteri, di mana hampir setiap pejabat Ethiopia membaca Tulisan-Tulisan Terpilih Mao Zedong. [83]
Pada bulan Maret 2013, di KTT BRICS (Brasil, Rusia, India, Tiongkok, Afrika Selatan), Perdana Menteri Ethiopia menyatakan bahwa Tiongkok adalah mitra dagang dan model pengembangan untuk Ethiopia. Saat ini, Ethiopia disebut sebagai “Tiongkok Baru” di Afrika. Pemantauan dan sensor internetnya, sifat totaliter pemerintahnya, kendali medianya, dan sejenisnya semuanya dicontek dengan cara yang sama seperti yang dilakukan di Tiongkok. [84]
Ethiopia bukanlah satu-satunya contoh. Pada tahun 2018, Departemen Internasional Komite Sentral Partai Komunis Tiongkok mengadakan Forum Pemimpin Muda Tiongkok-Afrika keempat dan Forum Partai Politik Tiongkok-Amerika Latin kedua di Shenzhen, Guangdong. Pelatihan ini ditargetkan pada para pemimpin dan pejabat pemerintah.
Yun Sun, co-direktur Program Tiongkok di Pusat Stimson yang berbasis di Washington, mengatakan bahwa pelatihan politik semacam ini adalah untuk mengekspor model Tiongkok ke negara-negara berkembang. Ia berkata:
Tiongkok mengorganisir pelatihan politik semacam ini dengan tiga tujuan dalam pikiran. Pertama, bahwa rezim Partai Komunis Tiongkok adalah sah – Partai Komunis Tiongkok berusaha memberitahu dunia bagaimana Partai Komunis Tiongkok telah berhasil mengelola Tiongkok dan bagaimana keberhasilan ini dapat direplikasi untuk negara-negara berkembang. Kedua, Partai Komunis Tiongkok berupaya untuk mempromosikan pengalaman yang dimiliki Tiongkok dalam perkembangannya, selama apa yang disebut “pertukaran gagasan mengenai bagaimana mengatur negara.” Meskipun Partai Komunis Tiongkok tidak secara eksplisit “mengekspor revolusi,” tentu saja Partai Komunis Tiongkok mengekspor pendekatan ideologisnya. Tujuan ketiga adalah untuk memperkuat pertukaran antara Tiongkok dengan Afrika. [85]