Theepochtimes.com- Aplikasi berbagi video TikTok yang sangat populer di kalangan remaja Amerika Serikat, berada di bawah pengawasan bipartisan atas kekhawatiran keamanan dan privasi nasional terkait kepemilikannya.
TikTok, yang diakuisisi oleh ByteDance Technology Co. yang berbasis di Beijing pada tahun 2017, diperkirakan memiliki puluhan juta pengguna aktif di Amerika Serikat.
Inti keprihatinan tersebut adalah di bawah perusahaan-perusahaan Tiongkok diharuskan memberikan datanya pada Partai Komunis Tiongkok. Sementara beberapa ahli optimis bahwa pembelian oleh Microsoft akan mengakhiri dugaan penambangan data pintu belakang. Ahli lain mengatakan hubungan luas Microsoft dengan Beijing menjadi perhatian.
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump baru-baru ini mengambil sikap tegas terhadap TikTok. Pada tanggal 6 Agustus lalu, Presiden Trump mengeluarkan perintah eksekutif yang melarang transaksi dengan TikTok dan aplikasi media sosial WeChat setelah tanggal 20 September 2020 mendatang. Perintah eksekutif tersebut juga melarang transaksi dengan ByteDance dan perusahaan induk WeChat, Tencent Holdings.
Saat realitas potensial dari larangan penuh semakin mendekat, pembatasan skala kecil sudah terjadi. Senat baru-baru ini dengan suara bulat menyetujui Rancangan Undang Undang/ RUU yang diperkenalkan oleh Senator Josh Hawley (R-Mo.) yang melarang pegawai pemerintah menggunakan TikTok di perangkat pemerintahan.
Kementerian Luar Negeri, Kementerian Keamanan Dalam Negeri, Kementerian Pertahanan, dan Badan Keamanan Transportasi telah melarang TikTok di perangkat pemerintah, dan pada bulan Desember 2019, Angkatan Darat Amerika Serikat memblokir tentaranya untuk menggunakan TikTok.
Letnan Kolonel Robin Ochoa, seorang juru bicara Angkatan Darat, mengatakan kepada Millitary.com bahwa TikTok dianggap sebagai ancaman dunia maya.
Grup media The Epoch Times baru-baru ini melaporkan bahwa lebih dari 130 karyawan di ByteDance adalah bagian Komite Partai Komunis Tiongkok yang bercokol di TikTok. Banyak karyawan tersebut yang bekerja di posisi manajemen. ByteDance, didirikan pada bulan Maret 2012, membentuk Komite Partai Komunis Tiongkok pada bulan Oktober 2014.
Scott Watnik, mitra proses pengadilan di firma hukum Amerika Serikat Wilk Auslander dan rekan ketua praktik keamanan dunia maya siber Wilk Auslander, mengatakan kecemasan seputar pembelian Microsoft adalah dijamin dengan baik.
“Bukan rahasia lagi bahwa Microsoft telah hadir di Tiongkok sejak tahun 1992. Microsoft menikmati status khusus di Tiongkok sebagai satu-satunya perusahaan Barat yang diizinkan Tiongkok untuk mengoperasikan mesin pencari dan perusahaan media sosial di dalam wilayah Tiongkok: Bing dan LinkedIn,” kata Scott Watnik.
Di bawah kebijakan “firewall hebat” Beijing, Bing dan LinkedIn disensor di Tiongkok. Zhang Yiming, pendiri Bytedance, juga pernah bekerja untuk Microsoft dan diperkirakan memiliki kekayaan bersih lebih banyak dari usd 16 miliar.
Seperti situs web Microsoft sendiri memuji, anak perusahaan Microsoft terlengkap dan pusat Litbang Microsoft terbesar di luar Amerika Serikat berada di Tiongkok.
Situs web Microsoft juga membanggakan bahwa pada awal tahun 2015, Microsoft diakui oleh majalah Fast Company sebagai salah satu dari “10 Teratas Dunia Perusahaan Paling Inovatif tahun 2015 di Tiongkok.” Microsoft juga termasuk salah satu perusahaan yang menghidupkan kembali ekonomi Tiongkok.
Menurut Scott Watnik, dengan beroperasi di Tiongkok, Microsoft membuat kesepakatan yang masuk akal. Microsoft berhasil meraup keuntungan milyaran dan meraih pangsa pasar di negara terpadat di dunia. Tetapi sebagai gantinya Microsoft harus tunduk pada tuntutan Beijing untuk sensor oleh pemerintah, dan batasan kebebasan berekspresi dan privasi pengguna terkait dengan platform online milik Microsoft.
“Pada level apa sebuah perusahaan Amerika Serikat dapat masuk ke tawar-menawar dengan iblis semacam ini dapat dipercaya? Dapatkah sebuah perusahaan Amerika Serikat yang sudah bertunangan, dan terus terlibat, dalam tawar-menawar dengan iblis dipercaya untuk menghentikan aktivitas seperti itu?” tanya Scott Watnik.
Sementara itu, perusahaan besar lainnya seperti Google, telah keluar dari Tiongkok karena memprotes sensor pemerintah Tiongkok dan dugaan peretasan oleh rezim Tiongkok.
Mengingat kehadiran Microsoft yang luas di Tiongkok, Scott Watnik percaya Partai Komunis Tiongkok memiliki kemampuan untuk menggunakan pengaruh atas Microsoft untuk menerapkan kebijakan dan peraturan yang dapat memberi penghargaan atau hukuman terhadap operasi bisnis Microsoft di Tiongkok.
CEO Microsoft, Satya Nadella berusaha meredakan kekhawatiran tersebut, dengan mengatakan dalam sebuah pernyataan pada tanggal 2 Agustus bahwa Microsoft memastikan bahwa semua data pribadi pengguna TikTok di Amerika Serikat ditransfer ke Amerika Serikat dan tetap berada di Amerika Serikat.
TikTok juga telah berulang kali mengklaim bahwa TikTok menyimpan semua data pengguna Amerika Serikat di Amerika Serikat dengan redudansi cadangan di Singapura.
Ada juga kritikus pembelian Microsoft di tingkat pemerintahan yang lebih tinggi. Penasihat Gedung Putih Peter Navarro mengatakan kepada CNN: “Perangkat lunak siapa yang dijalankan oleh Tentara Pembebasan Rakyat di Tiongkok? Microsoft.”
Partai Komunis Tiongkok, menggunakan perangkat lunak siapa untuk melakukan semua hal yang mereka lakukan? Itu adalah Microsoft.
Jadi, ini bukanlah perusahaan ‘topi putih’ yang merupakan sebuah perusahaan Amerika Serikat. Secara jelas ini adalah perusahaan multinasional yang menghasilkan miliaran di Tiongkok, yang memungkinkan penyensoran Tiongkok melalui hal-hal seperti Bing dan Skype.
“Jika Microsoft ingin kesepakatan TikTok diselesaikan, para eksekutif mungkin mau mempertimbangkan divestasi dari Tiongkok,” kata Peter Navarro.
Beijing dulu menggunakan sistem operasi Windows milik Microsoft di militer Tiongkok, namun Beijing menggantinya dengan sistem operasi baru yang dikembangkan secara independen oleh Tiongkok.
Menurut Sensor Tower Store Intelligence, TikTok baru-baru ini mengumpulkan lebih dari 2 miliar unduhan di Google Play Store dan App Store Apple secara global.
Firma riset menyebut bahwa TikTok menerima unduhan paling banyak dari aplikasi apa pun yang pernah ada pada kuartal pertama tahun ini, saat Tiktok mengakumulasi lebih banyak dari 315 juta penginstalan.
Blair Brandt, seorang ahli strategi dan penasihat politik Partai Republik, mengatakan, “Fakta bahwa perangkat lunak Microsoft digunakan oleh Partai Komunis Tiongkok pasti membuat anda mengecam belakangan. Kita tidak dapat berasumsi, setidaknya berdasarkan nilai nominal saja, bahwa kepemilikan Partai Komunis Tiongkok atas TikTok secara alami akan mencegah pelanggaran privasi yang sejak awalnya kami sudah khawatir akan hal itu. Iblis akan ada di balik penampakan yang wajar.”.
Blair Brandt menegaskan, menjual TikTok ke perusahaan Amerika Serikat adalah kompromi yang bagus, tetapi harus melihat pembeli mana yang memberikan rekam jejak dan tingkat integritas yang benar.
Sementara itum enurut Casey Fleming, ketua dan CEO perusahaan strategi intelijen dan keamanan BlackOps Partners, semua penjualan teknologi dan manufaktur teknologi Barat ke Tiongkok harus dilarang untuk melindungi keamanan nasional.
Casey Fleming yakin bahkan tidak akan ada perubahan pada praktik spionase Beijing jika setuju dengan akuisisi Microsoft.
“Sekali lagi, semua teknologi yang digunakan atau diciptakan oleh Partai Komunis Tiongkok adalah untuk mempertahankan kekuasaan rezim komunis Tiongkok. Memikirkan kendali total,” kata Casey Fleming.
Secara hukum, perusahaan-perusahaan Tiongkok diharuskan mendirikan unit Partai Komunis Tiongkok di kantornya untuk memastikan bahwa kebijakan bisnis dan karyawan mengikuti garis Partai Komunis Tiongkok.
Seorang juru bicara Microsoft mengatakan kepada grup media The Epoch Times melalui email bahwa Microsoft “tidak memiliki apa pun untuk dibagikan”, sebagai tanggapan atas sebuah pertanyaan tertulis. Seorang juru bicara TikTok tidak segera menanggapi permintaan komentar tersebut.
Sementara itu, Rob Behnke, CEO di Halborn, sebuah perusahaan keamanan dunia maya yang bekerja dengan teknologi baru, menyatakan pada saat ini “bahkan bukan spekulasi,” bahwa TikTok mengirimkan data Amerika Serikat ke Tiongkok.
“Jadi perubahan manajemen akan mengubah hal ini dan mudah-mudahan pintu belakang akan ditutup jika ini benar-benar terjadi. Namun, hal ini lebih mengenai privasi data daripada keamanan,” kata Rob Behnke.
Rob Behnke menilai, akuisisi yang sukses hanya berarti Tiktok akan menjadi perusahaan Amerika Serikat yang memata-matai orang Amerika Serikat, bukannya orang Tiongkok. Ia meminta retorika Amerika Serikat baru-baru ini seputar Tiktok “murni permainan politik”.
Kekhawatiran seputar TikTok muncul di tengah kecemasan yang lebih luas atas pemaksaan transfer teknologi dari perusahaan Amerika Serikat ke pihak berwenang Tiongkok dan pencurian kekayaan intelektual.
Tiongkok membangun teknologinya sebagian besar dari apa yang telah dicurinya dari Barat, dengan biaya pencurian kekayaan intelektual diperkirakan sebesar usd 600 miliar setahun.
Presiden Trump menggambarkan kehadiran TikTok di Amerika Serikat sebagai hubungan tuan tanah-penyewa dan bahwa pemerintahannya “memegang semua kartu-kartu.”
Mark Grabowski, seorang profesor yang berspesialisasi dalam hukum dunia maya dan etika digital di Universitas Adelphi, mengatakan akan melegakan mengetahui pembelian Microsoft, setidaknya rezim Komunis Tiongkok tidak dapat lagi langsung memanfaatkan TikTok untuk memata-matai orang Amerika Serikat. “Tetapi saya tidak yakin Microsoft adalah jawabannya,” kata Mark Grabowski.
Menurutnya, Microsoft adalah bagian dari apa yang disebut Frightful Five atau kelompok teknologi raksasa Amerika Serikat yang telah memperoleh kekuatan yang luar biasa. Mark Grabowski juga khawatir apakah Microsoft akan memberlakukan sensor pada TikTok.
Microsoft telah memasukkan batasan ucapan dalam Persyaratan Layanan Microsoft untuk produk lain, seperti Office 365, yang melampaui apa yang diwajibkan oleh hukum. Sedangkan Microsoft diyakini sebagai salah satu pemain utamanya, Twitter juga telah menyatakan minatnya dalam akuisisi Tiktok.
Robert J. Bunker, asisten profesor riset di Institut Studi Strategis di Army War College di Amerika Serikat mengatakan kisah TikTok adalah bagian sebuah masalah yang lebih luas, sebuah pertarungan untuk memutuskan lanskap internet.
“Saya pikir Amerika Serikat harus ‘berjuang’ untuk masa depan liberal-demokrasi mempengaruhi internet global dengan menarik hati maupun mengendalikan Tiongkok dalam hal ini. Oleh karena itu Microsoft dan perusahaan Amerika Serikat lainnya harus membeli TikTok, Zoom, dan entitas bisnis lainnya yang berpotensi terkait Partai Komunis Tiongkok,” kata Robert J. Bunker.
Nicole Hao berkontribusi pada laporan ini.
Keterangan Gambar: Dalam ilustrasi foto ini, ponsel yang menampilkan aplikasi TikTok ditampilkan di sebelah logo Microsoft pada 3 Agustus 2020 di New York City. (Gambar Cindy Ord / Getty)
Vv/rp
Video Rekomendasi