TIM KEBUDAYAAN THE EPOCH TIMES
Latar belakang Dinasti Han awal
Di awal masa Dinasti Han, yang baru saja mengalami kekejaman pemerintahan generasi kedua Dinasti Qin (Qin Er-Shi, red.) dan peperangan perebutan kekuasaan antara Dinasti Qin dan Kerajaan Han, seluruh negeri mengalami kelaparan dan ekonomi yang buruk.
Kaisar tidak bisa menaiki kereta dengan empat kuda, perdana menteri dan jenderal hanya bisa menaiki kereta sapi, rakyat tidak bisa bercocok tanam, masyarakat tidak mampu membeli beras, sehingga nyaris separo rakyat mati akibat kelaparan.
Menghadapi harapan tinggi masyarakat untuk bangkit dan kebutuhan perkembangan, ajaran klasik Pemikiran HuangLao (Huang Di & Lao Zi, red.) mengikuti kehendak Langit dan aspirasi rakyat, menjadi konsep penanganan negara bagi penguasa Dinasti Han awal.
Ajaran Huang-Lao adalah sejenis aliran Taoisme, inti pemikirannya adalah “memerintah tanpa niat disengaja (politik Wuwei)”, menganggap kebijakan yang diterapkan oleh penguasa dapat merusak tatanan masyarakat yang telah terbentuk secara alami, bahkan membahayakan seluruh negeri, jadi penguasa seharusnya meniru alam, dan membiarkan rakyat berkembang secara bebas alamiah. Seperti ajaran Lao Zi dalam kitab “Tao Te Ching” yang menyebutkan “tidak bernafsu dalam tenang, seluruh alam akan tentram dengan sendirinya”.
Kaisar Gaozu dari Dinasti Han sejak menguasai wilayah pusat Tiongkok, telah bersumpah akan menghapus hukum Kaisar Qin, dan setelah resmi memerintah (menghapus Dinasti Qin dan mendirikan Dinasti Han), mulai dari putra mahkota sampai pejabat dan bangsawannya diharuskan menjalani kehidupan sederhana, serta menurunkan pungutan pajak, agar rakyat hidup tenang. Semua itu menjadi landasan pondasi politik “memerintah tanpa niat disengaja” darinya.
Oleh karenanya, masa dinasti empat raja mulai dari Kaisar Gaozu (Liu Bang),Kaisar Hui (Liu Ying), Permaisuri Lu Zhi, Kaisar Wen dan Kaisar Jing, terus melanjutkan kebijakan mengutamakan pertanian dan menentramkan rakyat serta memulih- kan perkembangan.
Kaisar Wen terkenal dengan kesederhanaannya dan mencintai rakyat, acap kali melakukan pengurangan sewa lahan pertanian, Kaisar Jing (Liu Qi) membuat sistem sewa sawah dengan pajak 1/30 dari hasil panen.
Pemerintahan tanpa niat disengaja (Wuwei) seperti ini juga mencakup bidang budaya dan pikiran, imperium menjunjung tinggi ajaran Huang-Lao, juga tidak menolak ajaran filsuf lainnya termasuk Konfusius. Oleh sebab itu pada saat ajaran Huang-Lao mendominasi, ajaran lainnya juga berkembang secara bebas.
Sejarah membuktikan, ajaran Huang- Lao di masa awal sangat berhasil, kekuatan Dinasti Han bangkit dengan cepat, timbul-lah istilah “Pemerintahan (bagus dari) Kaisar Wen dan Jing”. Ketika memasuki masa kekuasaan Kaisar Wu, negara sudah sangat kaya.
Dalam kitab sejarah “Shi Ji” disebutkan, waktu itu di dalam lumbung negara pangan baru bertumpuk di atas pangan lama, di dalam gudang kas negara uang bertumpuk tak terhitung nilainya, begitu banyaknya sampai tali untaian uang logam pun terputus.
Di setiap jalan dan Lorong, banyak rakyat yang hidup berkecukupan sandang dan pangan, memiliki kuda, di lahan persawahan juga dipenuhi dengan hewan ternak. Ibu Suri Dou juga sangat menjunjung tinggi ajaran Huang-Lao, sepenuhnya mendukung penerapannya di istana, dia menuntut sang pangeran, cucu kaisar sampai keluarga luar dari Ibu Suri Dou pun wajib mempelajari ajaran “Huang Di” dan “Lao Zi”.
Namun bangkitnya kekuatan kekaisaran Dinasti Han awal tidak serta merta mampu mengatasi masalah sosial, ini juga yang tidak bisa diselesaikan dengan ajaran Huang-Lao. Dalam kitab “Han Shu-Shi Huo Zhi” disebutkan, di awal masa pemerintahan Kaisar Wu, keluarga yang kaya raya semena-mena memanfaatkan hukum yang bebas dan kekayaan di tangan untuk mencaplok lahan dan merajalela; pejabat dan bangsawan berlomba-lomba pamer kemewahan, kuda, kereta, dan busana jauh melampaui batas tingkatan.
Krisis politik dan militer Dinasti Han Barat di dalam maupun luar kekaisaran pun tidak bisa diabaikan, di dalam negeri banyak bangsawan tidak bersatu dan saling separatis, di perbatasan suku barbar menginvasi, hal ini secara serius mengancam kesatuan kerajaan. Akibat kekuatan negara yang lemah, para kaisar sebelumnya pun menempuh kebijakan kompromi dan bertahan, tidak mampu menyelesaikan masalah hingga ke akarnya. Dinasti Han membutuhkan kekuasaan kaisar pusat yang kuat, untuk menyapu bersih semua permasalahan yang membelit, dan berubah menjadi kekaisaran yang benar-benar bersatu dan makmur.
Oleh sebab itu, pada saat Kaisar Wu naik takhta, kaisar muda yang berniat melakukan hal besar itu timbul minat yang sangat kuat terhadap ajaran Konfusius yang memiliki sikap keduniawian yang lebih proaktif, tren kebudayaan Konfusius pun timbul karenanya.
Membuka wilayah barat daya
Kaisar Wu naik takhta pada 140 SM, Ibu Suri Dou meninggal dunia pada 135 SM, selama beberapa tahun itu pemerintahan baru Kaisar Wu sangat terhambat, namun dia telah melakukan dua hal yang sangat berpengaruh terhadap luar negeri, yang pertama adalah mengutus Zhang Qian sebagai duta di wilayah barat, yang kedua adalah secara taktis menolong Kerajaan Dong’Ou di selatan.
Seperti diketahui, Zhang Qian menjadi utusan ke wilayah barat, ia telah membuka Jalur Sutra yang terkenal itu, tapi niat awalnya menjadi utusan adalah keputusan Kaisar Wu untuk melawan kekuatan suku barbar (Hun/Xiong Nu) dari utara. Sejak awal Dinasti Han, Suku Hun selalu mengganggu perbatasan, membunuh warga di perbatasan, merampas harta benda mereka, merupakan masalah terbesar di perbatasan bagi Dinasti Han, juga hambatan besar bagi Kaisar Wu untuk menyatukan seluruh Tiongkok.
Kaisar Gaozu Liu Bang pernah berperang melawan pasukan Suku Hun, saat itu Liu Bang sempat terjebak dan nyaris kehilangan nyawanya. Setelah itu, para kaisar Dinasti Han berikutnya tidak ada yang gegabah mengirim pasukan menyerang suku barbar, di satu sisi menempuh kebijakan bertahan yang pasif, di sisi lain menempuh cara memberikan upeti dan perikatan perkawinan untuk meredam kaum Hun.
Dalam suatu kesempatan yang sangat kebetulan, dari seorang tahanan Suku Hun Kaisar Wu mengetahui, di wilayah barat ada sebuah Kerajaan Yue-Chih, yang pernah ditindas oleh Suku Hun, bahkan rajanya dibunuh. Untuk melepaskan diri dari perbudakan oleh Suku Hun, bangsa Yue-Chih hijrah ke tempat lain.
Timbullah pemikiran diplomatik bersahabat dengan yang jauh (Yue-chih) menyerang yang dekat (Hun) pada benak Kaisar Wu. Tapi tidak ada yang tahu dimana letak Kerajaan Yue-Chih.
Oleh karena itu, Kaisar Wu menurunkan titah, mengumpulkan duta yang bisa mengemban tanggung jawab menjadi utusan ke negeri Yue-Chih. Akhirnya, setelah melalui penyaringan ketat, kaisar memilih 100 orang menjadi anggota rombongan, lalu mengangkat Zhang Qian yang berintegritas, berani, cerdik dan diplomatis untuk menjadi dutanya.
Zhang Qian, tadinya menjabat sebagai staf istana, sangat mahir menunggang kuda dan memanah, memahami kondisi kaum Hun, sama halnya dengan Kaisar Wu, ia juga berpikiran melawan kaum Hun dengan kekuatan militer.
Pada 139 SM, Zhang Qian dan 100 orang rombongannya berangkat dari Longxi, menapak jalan menuju ke wilayah barat. Perjalanan yang panjang itu, tidak seorang pun tahu apa yang akan terjadi kemudian.
Tak disangka, baru saja Zhang Qian sampai di Hexi Corridor, mereka tertangkap oleh Suku Hun, kemudian hilanglah kontak dengan Dinasti Han. Hidup atau mati, apakah menyerah atau ditangkap, tidak ada yang mengetahui. Dan di tahun yang sama Zhang Qian berangkat, pemerintahan baru Jianyuan kolaps.
Waktu itu, Suku Hun kembali menuntut perkawinan antar bangsa. Karena tidak ada kabar berita akan kepergian Zhang Qian, Kaisar Wu belum memiliki strategi perang yang bisa dijalankan, tuntutan Suku Hun pun dipenuhi. Akan tetapi, tindakan Kaisar Wu mengirim Zhang Qian sebagai utusan ke barat, telah menjadi potensi yang penting untuk mewujudkan misi besarnya di kemudian hari.
Jianyuan tahun ke-3 (tahun 138 SM), Kerajaan Minyue di selatan menyerang Kerajaan Dong’Ou, Kerajaan Dong’Ou mengirim utusan untuk meminta pertolongan dari Dinasti Han. Karena di sisi tenggara Dinasti Han yakni Provinsi Fujian dan Zhejiang sekarang terdapat tiga kerajaan kecil yakni Kerajaan Nanyue, Kerajaan Minyue, dan Ke- rajaan Dong’Ou, yang merupakan keturunan suku minoritas Yue pada masa Dinasti Qin. Di masa kekuasaan Kaisar Jing Dinasti Han, 7 Kerajaan Wu-Chu membe- rontak, raja Kerajaan Dong’Ou yakni Luo Wang yang serakah mengirim pasukan bergabung dengan pasukan pemberontak Kerajaan Wu-Chu yang dipimpin Liu Bi.
Setelah pemberontakan gagal, Liu Bi melarikan diri ke Dong’Ou. Kaisar Jing mengirim utusan untuk berunding, jika Luo Wang menyerahkan Liu Bi, maka kejahatannya akan diampuni. Luo Wang pun membunuh Liu Bi untuk melindungi dirinya, putra Liu Bi yakni Liu Ju melarikan diri ke Kerajaan Minyue, lalu berusaha menghasut Raja Minyue untuk melakukan ekspansi, dan menyerang Kerajaan Dong’Ou. Kerajaan Dong’Ou tidak kuasa melawan, lalu meminta pertolongan dari Dinasti Han.
Urusan ini memang sangat menyulitkan Kaisar Wu. Karena untuk mengirimkan pasukan menolong Kerajaan Dong’Ou, harus mendapat persetujuan dari Ibu Suri Dou, dan Ibu Suri yang menerapkan “memerintah tanpa niat disengaja” sangat besar kemungkinan akan menentang mengirimkan pasukan.
Kaisar Wu yang bercita-cita besar paham, jika kali ini tidak bisa menyelamatkan Dong’Ou, maka tidak akan bisa menegakkan kewibawaan di hadapan kerajaan lainnya, di masa mendatang akan semakin sulit menundukkan banyak kerajaan lain, akhirnya muncul sebuah pemikiran berkopromi.
Kaisar Wu mengirimkan menterinya Zhuang Zhu ke lokasi kejadian dan merekrut pasukan setempat untuk menghadapi Minyue. Zhuang Zhu dan rombongan dengan membawa tongkat kebesaran kekaisaran yang mewakili kekuasaan yang diserahkan oleh Kaisar Wu kepadanya tiba di Kuaiji, membacakan titah raja kepada pejabat tertinggi di sana.
Raja Minyue mendengar utusan Kaisar Wu telah tiba di Kuai- ji, segera menarik pasukannya, ancaman Kerajaan Dong’Ou pun sirna. Setelah itu para warga Dong’Ou bermigrasi ke wilayah di antara Sungai Yangtze dan Sungai Huai, dan resmi menjadi penduduk Kerajaan Han.
Kaisar Wu berhasil menyelamatkan Kerajaan Dong’Ou, menegakkan kewibawaan dirinya di dalam maupun di luar imperium. Walaupun selama beberapa tahun itu cita-cita Kaisar Wu sulit diwujudkan, namun ia telah menunjukkan keberanian dan strategi yang menonjol dan mengagumkan. (sud)
Bersambung
Video Rekomendasi :