Opini: Akankah Strategi Trump Terhadap Tiongkok untuk Mengendalikan Partai Komunis Tiongkok Dirusak oleh Joe Biden?

 oleh Frank Tian Xie, Ph.D

Pemerintahan Joe Biden baru-baru ini menyatakan bahwa, tidak perlu terburu-buru untuk terlibat dengan Tiongkok serta dialog dengan sekutu dan mitra menjadi yang utama. Hal ini cukup aneh. Ini dikarenakan hubungan Amerika Serikat-Tiongkok adalah tidak diragukan merupakan hubungan bilateral yang paling  penting di dunia. 

Hubungan itu melibatkan sektor keamanan, perdamaian dan stabilitas Amerika Serikat serta Tiongkok, dan dunia secara keseluruhan. Ini terhadap semua tingkatan- secara militer, secara politik, ekonomi, dan  teknologi.

Dalam beberapa minggu sejak pemerintahan baru tersebut menjabat, Presiden Joe Biden telah berbicara dengan para pemimpin di banyak negara. Menteri Luar Negeri Antony Blinken juga melakukan hal serupa. Namun, ketika belum ada dialog dengan para pemimpin Partai Komunis Tiongkok, yang tentu saja memicu spekulasi-spekulasi.

Apakah strategi mantan Presiden Trump untuk mengendalikan Partai Komunis Tiongkok di tingkat global akan dihentikan atau bahkan dihancurkan, dan apakah Amerika Serikat sendiri akan  memulai jalur Venezuela, adalah topik yang menjadi perhatian rakyat Amerika Serikat dan orang-orang di dunia. Lalu mengapa  pemerintahan Joe Biden tidak ingin berbicara dengan Partai Komunis Tiongkok? Apakah karena mereka tidak tahu harus berkata apa?

Partai Komunis Tiongkok telah menginvestasikan banyak sumber daya manusia dan sumber daya materia, tak lain untuk mempengaruhi hasil pemilihan presiden Amerika Serikat pada bulan November lalu. Bukankah kini waktunya bagi Partai Komunis Tiongkok untuk mengklaim utang dan mencari keuntungan? 

Jika para pemimpin Partai Demokrat tidak dapat mengklarifikasi keterikatan mereka dengan Partai Komunis Tiongkok, dan tidak berani menghadapi campur tangan Partai Komunis Tiongkok dalam pemilihan umum tersebut, tentu mereka akan merasa malu. Mereka tidak akan tahu bagaimana menghadapi situasi tersebut atau apa yang harus dikatakan.

Pada konferensi pers di awal bulan Februari, juru bicara Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat Ned Price ditanya apakah Amerika Serikat menunda interaksinya dengan Tiongkok, mengenai masalah global utama.

Ned Price menjawab bahwa hal tersebut tergantung pada “bagaimana kami berpikir mengenai pengurutan kebijakan luar negeri kami secara luas.” Jika Amerika Serikat benar-benar memastikan bahwa Amerika Serikat “terikat dengan para sekutunya, sejalan dengan para mitranya,” untuk  bersama-sama melawan Partai Komunis Tiongkok, tentu saja tidaklah buruk; hal tersebut adalah juga konsisten dengan  strategi Amerika Serikat.

Namun, pemerintahan Joe Biden sebenarnya masih memegang teguh panji “kesabaran strategis.” Dikarenakan, Partai Komunis Tiongkok terus menekan dan berulang kali memprovokasi Amerika Serikat dan memberikan sanksi kepada mantan pejabat pemerintahan Donald Trump. 

Hal tersebut pasti membuat orang-orang merasa khawatir, apakah Amerika Serikat akan memberikan sebuah jeda kepada Partai Komunis Tiongkok dan membiarkan Partai Komunis Tiongkok, kembali lagi mengganggu Amerika Serikat.

Laporan ‘Telegram yang Lebih Panjang’ Dewan Atlantik

Dewan Atlantik menerbitkan sebuah laporan penelitian baru pada awal Februari dengan judul yang patut diperhatikan: “Telegram yang Lebih Panjang: Menuju sebuah strategi Tiongkok-Amerika Serikat yang Baru.” Dan penulisnya tidak dikenal.

Dewan Atlantik adalah sebuah wadah pemikir Amerika Serikat dengan sejarah selama 60 tahun. Tujuan utama Dewan Atlantik adalah urusan internasional, menyediakan sebuah platform bagi para pemimpin di bidang politik internasional, bisnis, dan lingkaran intelektual. 

Dewan Atlantik memiliki sepuluh daerah dan pusat-pusat penelitian fungsional yang berspesialisasi dalam masalah ekonomi dan keamanan global.

Deskripsi “Telegram yang Lebih Panjang” digunakan dalam judul tersebut karena ada sebuah  laporan terkenal yang disebut “Telegram Panjang.”

Yang disebut “Telegram Panjang” adalah sebuah telegram yang memuat 8.000 kata yang dikirim kembali ke Amerika Serikat oleh George F.Kennan, seorang diplomat di Kedutaan Besar Amerika Serikat di Moskow pada bulan Februari 1946. 

“Telegram Panjang”Itu adalah sebuah laporan yang diselesaikan atas permintaan Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat, tujuannya untuk memahami mengapa Rusia begitu menentang pembentukan Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional. Namun demikian, laporan tersebut akhirnya membantu  pemerintah Amerika Serikat  memastikan  kebijakan kerasnya terhadap bekas Uni Soviet dan meletakkan fondasi untuk strategi pengendalian AS selama Perang Dingin.

Keunggulan George F.Kennan terletak pada penegasannya bahwa, rezim komunis Soviet tidak percaya bahwa rezim komunis Soviet akan hidup berdampingan secara damai dengan dunia kapitalis untuk waktu yang lama. Jadi, Amerika Serikat harus mengadopsi sebuah kebijakan pengendalian terhadap perluasan komunisme Soviet. 

George F.Kennan kemudian menerbitkan sebuah laporan penelitian dengan menggunakan “X” anonim sebagai nama samaran, mengklarifikasi pandangannya di kolom “Panjang Telegram.”

Jadi kini, lebih dari 70 tahun kemudian, sebuah laporan penelitian “Telegram yang Lebih Panjang”  telah diterbitkan, juga secara anonim, mengarah pada rezim komunis terakhir dan terbesar, Partai Komunis Tiongkok, yang adalah sangat menarik.

Laporan Dewan Atlantik dengan jelas menunjukkan bahwa, tantangan satu-satunya yang terpenting yang dihadapi Amerika Serikat di abad ke-21 adalah dari sebuah kebangkitan Partai Komunis Tiongkok yang semakin otoriter di bawah kepemimpinan Xi Jinping. Karena, kekuatan ekonomi dan militer Partai Komunis Tiongkok, kecepatan perkembangan teknologi, dan sebuah pandangan dunia yang sama sekali berbeda dengan pandangan dunia Amerika Serikat, kini Partai Komunis Tiongkok memengaruhi setiap aspek  kepentingan nasional Amerika Serikat. 

Apalagi, ini merupakan tantangan struktural yang secara bertahap terbentuk selama 20 tahun terakhir. Kebangkitan Xi Jinping telah mempercepat  tantangan ini dari Partai Komunis Tiongkok.

Laporan tersebut mencatat kembalinya Xi Jinping ke garis Marxis-Leninis Mao Zedong, menghilangkan musuh politiknya secara sistematis, menghentikan  reformasi pasar Tiongkok, dan memperkuat kendali Partai Komunis Tiongkok atas perusahaan-perusahaan swasta. 

Selama era Xi Jinping, menurut laporan itu, Tiongkok mempercepat transformasinya menjadi sebuah negara polisi totaliter dan memperluas  sistem totaliter Partai Komunis Tiongkok. Ditambah dengan kebijakan luar negeri Partai Komunis Tiongkok yang memaksa, dan penyebaran militer ke seluruh dunia di luar Tiongkok. 

Oleh karena itu, laporan tersebut menyatakan bahwa Xi Jinping “kini menghadirkan sebuah masalah serius bagi seluruh dunia demokrasi,” dan pemerintah Amerika Serikat perlu menghadapi tantangan yang akan segera terjadi ini.

Tampaknya, laporan ini diteliti dan ditulis selama pemerintahan Donald Trump, berdasarkan analisis terbaru dari Partai Komunis Tiongkok. Dapat dikatakan, laporan ini terdiri dari kebijakan Donald Trump mengenai pengendalian Partai Komunis Tiongkok, yang mana disajikan dalam bentuk sebuah laporan lembaga pemikir untuk pemerintah AS, diadopsi dan diterapkan di masa depan. 

Laporan tersebut menyebutkan, Strategi Keamanan Nasional Amerika Serikat tahun 2017 dari pemerintahan Donald Trump dan memuji pemerintahan Donald Trump, karena telah memperingatkan ambisi-ambisi Partai Komunis Tiongkok.

10 Strategi untuk Mengendalikan Partai Komunis Tiongkok 

Laporan tersebut menunjukkan bahwa Partai Komunis Tiongkok adalah “jauh lebih cekatan bertahan hidup daripada rekannya yaitu Soviet,” tetapi juga menunjukkan bahwa  untuk “menggulingkan tujuan bangsa yang dideklarasikan Partai Komunis… secara strategis adalah menaklukkan sendiri. 

Pendekatan semacam itu hanya memperkuat cengkraman Xi Jinping, karena memungkinkan Xi Jinping masuk dalam lingkaran elit politik dan gerobak nasionalis populer untuk membela Partai Komunis Tiongkok maupun negara.”

Berikut ini adalah 10 anjuran dari laporan Dewan Atlantik:

“Pertama, strategi AS harus didasarkan pada empat pilar fundamental kekuatan Amerika Serikat”—kekuatan militer, hegemoni dolar, teknologi baru, dan sistem hukum yang gratis.

Kedua, strategi AS harus dimulai dengan memperhatikan ekonomi domestik dan kelemahan kelembagaan.”

Ketiga, strategi AS terhadap Tiongkok harus berlabuh pada nilai-nilai dan kepentingan nasional kedua negara.”

Keempat, strategi AS harus sepenuhnya dikoordinasikan dengan sekutu-sekutu utama agar tindakan diambil dalam kesatuan sebagai tanggapan terhadap Tiongkok.”

Kelima, strategi AS terhadap Tiongkok juga harus mengarah pada kepentingan politik dan ekonomi yang lebih luas dari sekutu dan mitra utamanya.” Ini terkait dengan strategi keempat.

“Keenam, AS harus menyeimbangkan kembali hubungannya dengan Rusia terlepas suka atau tidak suka.” Hal ini adalah sangat menarik dan dapat saja sudah diterapkan

oleh Donald Trump seandainya bukan karena kampanye informasi sesat Rusisagate melawan Donald Trump.

“Ketujuh, fokus utama dari sebuah strategi AS dan para sekutu yang efektif terhadap Tiongkok, harus diarahkan pada garis kesalahan internal politik domestik Tiongkok pada umumnya dan mengenai kepemimpinan Xi Jinping khususnya. Sebuah kesalahan strategi AS yang mendasar, adalah menyerang Tiongkok secara keseluruhan, sehingga memungkinkan  kepemimpinan Xi Jinping untuk bersatu padu dengan politik-politik di Tiongkok di sekitar pencabutan  nasionalisme dan kebanggaan peradaban Tiongkok yang emosional. Sama pentingnya, sebuah  kesalahan telah menyerang secara kasar Partai Komunis Tiongkok itu sendiri.” Ini adalah strategi yang paling menarik dan benar-benar akan membuat marah Beijing.

“Kedelapan, strategi Amerika Serikat tidak boleh melupakan sifat realis bawaan dari strategi Tiongkok yang ingin dikalahkannya.” Ini adalah sebuah pengingat yang penting karena Partai Komunis Tiongkok hanya mengakui tinju dan kekuatan, bukannya moralitas.

“Kesembilan, strategi Amerika Serikat harus memahami bahwa Tiongkok bertahan untuk saat ini sangat cemas akan konflik militer dengan Amerika Serikat. “

“Kesepuluh, untuk Xi Jinping, juga, itu adalah ekonomi.” Dengan kata lain, Partai Komunis Tiongkok amat sangat  takut akan keruntuhan ekonomi. Jika perang dagang dan sanksi diberlakukan di bawah pemerintahan Donald Trump terus bergerak maju, menurut penulis, Partai Komunis Tiongkok pasti akan runtuh dalam tahun ini.

Donald Trump berhasil mengubah dialog Tiongkok dan memperingatkan orang-orang mengenai bahaya-bahaya dari Partai Komunis Tiongkok. Laporan Dewan Atlantik menegaskan kembali dan memastikan, strategi Donald Trump untuk mengisolasi dan mengendalikan Xi Jinping dan Partai Komunis Tiongkok. 

Tetapi, apakah strategi yang sangat baik ini akan diterapkan atau akan dibongkar oleh pemerintahan Joe Biden? Itu adalah perhatian terbesar untuk semua  orang yang baik di seluruh dunia.

Frank Tian Xie, Ph.D., profesor bisnis John M. Olin Palmetto di University of South Carolina Aiken, dan sarjana tamu dari National Taiwan University

Keterangan Foto : Wakil presiden Joe Biden dan pemimpin Xi Jinping bersulang saat makan siang kenegaraan untuk Tiongkok yang diselenggarakan oleh Menteri Luar Negeri AS John Kerry di Washington pada 25 September 2015. (Paul J. Richards / AFP via Getty Images)