oleh Lin Yan
Produsen minyak dan gas lepas pantai terbesar Tiongkok China National Offshore Oil Co., Ltd. (CNOOC) pada 8 Maret lalu telah menghentikan perdagangan sahamnya di Bursa Efek New York (New York Stock Exchange. NYSE), akibat pemerintahan Presiden Amerika Serikat, Joe Biden masih melanjutkan garis keras yang diterapkan mantan Presiden Donald Trump. Diperkirakan lebih banyak perusahaan komunis Tiongkok yang terdaftar di NYSE juga akan menapak jalan yang sama di kemudian hari.
Pada 26 Februari, Bursa Efek New York memutuskan untuk secara resmi memulai prosedur penghapusan formal American Depositary Receipts (NYSE: CEO) CNOOC.
NYSE mengatakan akan menghentikan perdagangan CEO mulai 9 Maret pukul 4 pagi.
Mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump menandatangani perintah eksekutif yang melarang orang Amerika berinvestasi di perusahaan Tiongkok dengan latar belakang militer. 60 hari setelah CNOOC dimasukkan dalam daftar hitam investasi, larangan investasi pada perusahaan tersebut akan berlaku pada 9 Maret 2021.
CNOOC terdaftar di Bursa Efek New York pada tahun 2001. Pejabat Amerika Serikat tidak secara terbuka menjelaskan detail spesifik CNOOC dimasukkan ke dalam daftar hitam, tetapi CNOOC dan perusahaan induknya yang tidak terdaftar selalu menjadi pihak dalam sengketa teritorial antara Beijing dan negara tetangganya mengenai kendali kedaulatan atas hak pengeboran di Laut Tiongkok Selatan dan Laut Tiongkok Timur.
Pada 5 Februari lalu, Kepala Eksekutif CNOOC Xu Keqiang pernah mengatakan bahwa dimasukkannya CNOOC ke dalam daftar hitam merupakan suatu “kesalahpahaman” belaka. Pihaknya berharap dapat menengahi dan memecahkan masalah bersama Washington. Sejak Bursa Efek New York mengumumkan rencana delisting pada 26 Februari, harga saham CNOOC telah turun sebesar 6%.
Selain itu, pada 15 Maret, penyedia perangkat lunak peta dan layanan cloud Luokung Technology menghadapi delisting dari Pasar Saham Nasdaq pada 15 Maret. Empat perusahaan lain, termasuk produsen ponsel Xiaomi, juga akan delisting dari Bursa Efek New York.
Nikkei Review mengutip analis yang mengatakan bahwa setelah CNOOC, PetroChina dan Sinopec juga akan menapak jalan yang sama dari CNOOC, meskipun mereka belum masuk daftar hitam.
Nicholas Turner, pengacara ‘Steptoe & Johnson LLP’ di Hongkong yang berspesialisasi dalam sanksi ekonomi mengatakan bahwa mengingat fakta Kementerian Keuangan dan Kementerian Pertahanan Amerika Serikat akan menentukan lebih banyak perusahaan sesuai dengan perintah eksekutif, termasuk anak perusahaan dari perusahaan yang sudah dimasukkan dalam daftar hitam, dan perusahaan Tiongkok lainnya yang terdaftar di bursa Amerika Serikat mungkin terkena pengaruhnya”.
Menurut Turner, pemerintah Amerika Serikat akan mengumumkan lebih banyak daftar perusahaan Tiongkok dalam beberapa minggu mendatang. Analisis sebelumnya berpendapat bahwa setidaknya 31 perusahaan Tiongkok di Amerika Serikat dapat terpengaruh oleh perintah administratif Trump.
Pada 11 Januari pukul 16:00, tiga operator komunikasi Tiongkok, China Mobile, China Unicom, dan China Telecom telah menyelesaikan prosedur delisting di NYSE.
Hong Hao, direktur pelaksana dan kepala penelitian dari perusahaan BOCOM International mengatakan : “Tidak mengherankan melihat lebih banyak perusahaan Tiongkok menghadapi nasib yang sama seperti CNOOC atau China Mobile”.
Menurut Hong Hao, fokus perhatian Biden saat ini adalah pada masalah domestik, bukan pada hubungan antara Amerika Serikat dengan komunis Tiongkok.
Berdasarkan data US-China Economic and Security Review Commission, hingga bulan Oktober 2020, terdapat 217 perusahaan Tiongkok yang terdaftar di bursa Amerika Serikat dengan total nilai pasar mencapai USD. 2,2 triliun. Sejauh ini, saham perusahaan Tiongkok yang terkena delisting hanya menyumbang sebagian kecil dari NYSE dan tidak memicu gejolak pasar.
Meskipun Joe Biden telah menjabat selama lebih dari sebulan, tetapi ia belum melonggarkan kebijakan penahanan secara menyeluruh terhadap perusahaan Tiongkok yang diterapkan pemerintahan Trump.
Pada 25 Februari, Biden menandatangani perintah administratif untuk meninjau rantai pasokan, termasuk chip semikonduktor, baterai berkapasitas besar untuk kendaraan listrik, mineral tanah jarang, dan obat-obatan, yang wajib diselesaikan oleh pembantunya dalam 100 hari ia berkuasa. Perintah tersebut bertujuan untuk mengurangi ketergantungan rantai pasokan Amerika Serikat pada negara lain, khususnya Tiongkok.
Selain itu, pemerintahan Biden menyatakan bahwa pihaknya bermaksud untuk terus menerapkan aturan yang diusulkan oleh pemerintahan Trump demi melindungi keamanan rantai pasokan teknologi informasi. Langkah ini memberi Kementerian Perdagangan kekuasaan yang luas untuk menargetkan ancaman teknologi komunis Tiongkok dan melarang transaksi M&A. dari “pihak asing”.
Periode komentar publik untuk kebijakan ini akan berakhir pada 22 Maret, dan akan efektif berlaku setelah 22 Maret.
Menurut draf dari rancangannya, peraturan baru tentang pengawasan akan berlaku untuk transaksi teknologi yang melibatkan infrastruktur penting Amerika Serikat, operasi jaringan dan satelit, operasi penyimpanan data besar, dan komputasi canggih, drone, dan robotika canggih.
Industri telekomunikasi dan jasa keuangan dianggap sebagai sektor yang paling terpengaruh karena merupakan infrastruktur penting di sektor teknologi dan melibatkan data konsumen yang sensitif. (sin)
Keterangan Foto ; Papan nama Perusahaan Minyak Lepas Pantai Nasional China (CNOOC, disebut sebagai CNOOC). (STR / AFP / Getty Images)